Baru saja dia mengantarkan sang anak ke depan gerbang sekolah. Tak lama berselang, dentuman keras mengalun luas menyapa gendang telinga Nefa. Sontak saja, ibu satu anak itu menoleh ke belakang. Asap hitam pekat nan tebal membumbung tinggi ke udara, membawa hawa panas yang luar biasa dahsyatnya. Nefa terbelalak. "Refanoo!" teriaknya memanggil nama sang anak. Dia keluar mobil dan berlari menuju sekolah. Mau memundurkan mobilnya tak bisa, sebab ada banyak mobil lain di belakang.
Sebuah tangan mulus dengan kuku panjang berwarna hitam mengetuk palu pada meja hakim.
Netra merah darah di balik kacamata melihat ke arah seorang gadis Iblis dari ras Incubus. "Beraninya kau berbuat kebaikan!" bentaknya dengan suara menggema di antara pilar-pilar raksasa di Alam Nirwana Neraka, tempat mereka mengadakan penghakiman ini.
Orang yang baru saja membentak itu memiliki gelar, yaitu salah satu dari tujuh Raja Iblis di Nirwana Neraka. Menggunakan gelarnya sebagai Raja Iblis dalam aliran Lust yang berarti hawa nafsu, sudah pasti memberikan dia hak untuk menghukum iblis-iblis lain yang memiliki kaitan dengan hawa Nafsu. Baik itu dalam garis keturunan, ataupun kekuatan.
Gadis Succubus yang level paling rendah itu terdiam tak berdaya, Mau bagaimana lagi? Dia hanyalah Iblis level rendah yang bahkan hampir tak memiliki kekuatan.
"Sungguh aku malu memiliki Pengikut berupa Iblis sepertimu. Ingatlah, kita ini Makhluk yang menyesatkan makhluk lain agar berbuat dosa. Bukan mencontohkan kebaikan agar mereka bisa berbuat baik!" sambungnya dengan nada tinggi.
Lahar panas yang mengelilingi bangunan mereka -Menara Penghakiman; berbentuk tabung silinder dengan atap runcing, bak menara para penyihir- meluncur ke atas, bagai air mancur di luar bangunan tersebut.
"Aku telah berdiskusi dengan Enam Raja Iblis lainnya. Kami memutuskan hukuman untukmu adalah diturunkan ke dunia manusia dengan kekuatan yang disegel. Agar bisa kembali ke neraka, kau harus membuat kejahatan besar yang setimpal dengan kehancuran paling buruk pada dunia fana!" ungkap sang Raja Iblis Lust.
Gadis dengan Sayap Naga dalam ukuran kecil di belakang punggungnya itu pun terbelalak. Dia ingin menolak hukuman itu. Namun, bibirnya telah dibungkam dengan sihir. Tangan juga kakinya pun juga diborgol oleh rantai khusus untuk para Iblis.
Raja Iblis dengan gelar Lust itu langsung bergerak bak kilat ke depan si gadis. Dia kemudian menggigit jari, lalu meneteskan darahnya pada lantai gadis bernama Nefa tersebut.
"Atas persetujuan Tujuh Raja Iblis. Aku membuka gerbang Neraka dan mengasingkan Nefa, salah satu Pengikutku dari ras Succubus!"
Setetes darah yang tadi menyentuh lantai langsung bersinar, membentuk sebuah pintu -Gerbang Nirwana Neraka- dengan tengkorak orang mati sebagai ukirannya. Suara decitan dan teriakan horor pun terdengar ketika pintu itu semakin terbuka lebar.
Nefa yang tepat berada di atasnya perlahan terhisap ke dalam pintu yang gelap, bersamaan dengan ditariknya borgol khusus dan sihir pembungkam pada mulutnya. Setelah Nefa terhisap, pintu gerbangnya langsung tertutup.
Raja Iblis Lust terus menerus menatap pintu itu. Dia menggertakkan gigi, sambil mengepalkan tangan di balik jubah yang menutupi tubuh kekar nan mulusnya.
Ketika pintu yang dinamakan Gerbang Nirwana Neraka itu tertutup, akhirnya si Raja Iblis Lust langsung berbalik menatap Enam Raja Iblis lainnya.
***
Kening seorang ibu mengernyit, ketika merasa teriakan sang anak mengganggu tidurnya. "Ma, sudah jam segini!" keluh sang anak yang baru berumur tujuh tahun. Membuat wanita itu membuka matanya dalam sekejab.
Netranya langsung melirik ke arah jam dinding yang menunjuk ke arah pukul 06.30 pagi. "Mama ketiduran tadi, kamu cepat-cepat bersiap ya!" pintanya seraya beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
Bocah lelaki yang lahir dari rahimnya itu mengangguk, kemudian melangkah keluar kamar dan menutup pintu. Sementara wanita bergelar single parents itu langsung beranjak dari kasur menuju kamar mandi di kamarnya.
Di kamar mandi ....
Wanita itu melihat ke arah cermin dan terdiam untuk beberapa saat. Pikirannya mulai menerawang pada mimpi serupa yang selalu muncul dalam mimpinya akhir-akhir ini.
"Perempuan itu juga memiliki nama yang sama denganku," gumamnya menjeda kalimat.
"Nefa," sambungnya menyebut nama sendiri. Kemudian, dia megangkat kedua bahu acuh tak acuh.
"Mungkin saja itu hanya kebetulan," tuturnya pelan. Menanggalkan setiap helai pakaian yang membalut tubuh, lalu masuk ke dalam bak mandi.
Tak perlu waktu lama dia berendam dan membersihkan diri. Nefa yang bergelar single parents itu meraih sehelai handuk putih, lalu melangkah keluar kamar mandi dan berhenti di depan lemari pakaian; mengambil beberapa setelan yang sekiranya cocok untuk digunakan bekerja, sekaligus mengantar sang putra semata wayang ke sekolah.
"Sudah siap?" tanyanya ketika melihat sang anak memakai seragamnya. Bocah tampan itu mengangguk.
"Iya Ma!" jawabnya menoleh ke arah satu-satunya keluarga yang dimiliki.
.
Nefa tersenyum, lalu mengulurkan tangan. Seakan mengerti apa yang mamanya inginkan, bocah tampan bernama Refano itu bergerak mengambil tas dan menggenggam tangan Nefa. Tak ada pria bergelar ayah dalam rumah sederhana itu, tapi keduanya tampak bahagia.
"Waktunya berangkat sekolah!" seru Nefa dan Refano secara bersamaan, lalu bergerak menuju garasi mobil sambil terkekeh.
Di dalam mobil, Nefa melirik ke arah Refano yang baru selesai memasang sabuk pengaman. Senyum tanda aman terpatri pada garis merah muda pada bibirnya.
Mobil pun mulai bergerak meninggalkan pekarangan rumah menuju sekolah.
"Fano tadi sudah sarapan kan?" tanya Nefa mengangkat sebelah alisnya, melirik melalui kaca mobil.
"Sudah dong, kan malam tadi Mama sudah siapkan!" jawabnya dengan senyum bahagia. Nefa kembali tersenyum dan mempercepat laju mobil.
Begitu mulai memasuki daerah sekolah, wanita itu memperlambat laju mobilnya dan berhenti di depan gerbang sekolah.
Dari dalam mobil, Refano melihat banyak kakak kelas, maupun adik kelas yang mulai berjalan memasuki sekolah.
Tak mau terlambat, bocah itu langsung melepas sabuk pengaman dan keluar dengan wajah cerah. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar kalimat Nefa yang berkata ; "Hati-hati, belajar yang benar!"
Dia membalikkan tubuh dengan senyum pada wajah. "Siaap Ma! Mama juga hati-hati kerjanya!" balas Refano yang kembali mempercepat langkahnya masuk ke area sekolah.
Nefa yang melihat sifat pemalu, tapi menggemaskan dari anaknya itu hanya terkekeh gemas.
'Menggemaskan,' pikirnya melebarkan senyum, dan mulai menginjak pedal gas menjauh dari halaman gerbang sekolah menuju tempat kerja. Namun, baru berapa meter dari area kawasan sekolah, dentuman keras terdengar mengalun ke telinga Nefa.
Secara spontan, wanita muda itu langsung menginjak pedal rem dan melihat ke arah belakang.
Di mana, asap hitam melambung tinggi ke udara dengan rasa panas yang mendera kulit dari jarak jauh. 'Itu ... area sekolah?' tanyanya pada diri sendiri.
Terdiam beberapa saat, netra coklat Nefa langsung membola tak percaya. 'Anakku!' batin Nefa, saat ini dia ingin berteriak. Namun suara itu tercekat di tenggorokan dengan hati yang diremas oleh benda tak kasat mata.
Nefa ingin memundurkan mobilnya, tapi banyak kendaraan lain yang terhenti karena ini. Sontak saja dia langsung menarik kunci mobil dan keluar.
Berlari menuju arah dentuman berasal. "Kumohon, ini adalah doa terakhirku yang berharap bahwa putraku itu selamat dari bencana ini! Andai ada sesuatu yang terjadi, aku akan membenci langit dan bumi!" gumam Nefa dengan nada memohon.
Entah sadar atau tidak, dia mulai bersumpah di bawah langit yang menggelegar. Disaksikan embusan angin dari arah timur. "Apakah itu berasal dari sekolah?" orang-orang ikut keluar dari mobil, dan berbisik.
"Anakku!" teriak beberapa di antaranya ikut berlari ke arah kawasan sekolah seperti Nefa.
Bab 1 Dentuman Keras
20/06/2022
Bab 2 Sienna
20/06/2022
Bab 3 Seorang Iblis
20/06/2022
Bab 4 Black Card
20/06/2022
Bab 5 Asphiella dan Sakiel
20/06/2022
Bab 6 Mantan Kekasih
20/06/2022
Bab 7 Malaikat
20/06/2022
Bab 8 Mimpi yang Aneh
20/06/2022
Bab 9 Ayah Biologis Refano
20/06/2022
Buku lain oleh Cahaya_Perak
Selebihnya