Rencana pemberontakan yang disusun Selir Wulanamu bersama Panglima Panduwinata tercium oleh Raja Andanu, karena itu Raja Andanu ingin puteranya-Pangeran Suryakanta segera naik tahta menggantikan dirinya. Namun sebagai syarat sah menjadi raja, Pangeran harus meikah dan memiliki permaisuri. "Pergilah keluar istana dengan menyamar. Temui janda bernama Sudirah, dia memiliki seorang anak gadis. Bawa mereka ke istana dan menikahlah dengan gadis itu!" "Ampun beribu ampun Baginda, apakah boleh seorang pangeran menikah dengan rakyat biasa?" tanya Pangeran Suryakanta heran. Perjalanan sang pangeran dalam mencari sang calon permaisuri, menemukan sebuah fakta mengejutkan. Gadis yang dia cari telah tewas di tiang gantungan, Algojo kerajaan menendang kursi pesakitan sebelum Pangeran Suryakanta mengetuk palu keputusan. Penyihir kerajaan mengirim sang pangeran ke masa depan, untuk mencari dan mengubah kehidupan seorang gadis reinkarnasi. Dengan cara itu akan ada sebuah keajaiban, calon permaisur bisa dihidupkan kembali. Waktu pangeran tidak banyak, hanya tujuh hari saja sebelum jasad sang calon permaisuri dikremasi. Berhasilkan Pangeran Suryakanta menemukan gadis reinkarnasi itu? Kehidupan macam apa yang harus diubahnya? Siapa algojo yang telah menendang kursi pesakitan sebelum palu keputusan diketuk? Berhasilkah rencana Selir Wulanamu menguasai kerjaan? Ikuti petualangan sang pangeran, menemukan sang calon permaisuri.
"Lepaskan ia, ia tidak bersalah!"
"Pangeran, tolong ampuni ia, Pangeran!"
"Pangeran Suryakanta, kami mohon ampuni ia!"
Alun-alun Kementrian Kerajaan Swarga Diva dipadati rakyat, yang ingin melihat prosesi hukum gantung seorang gadis. Diduga gadis itu telah melakukan pencurian dan pembunuhan, di rumah seorang pejabat kerajaan.
Pangeran Suryakanta mengedarkan pandangannya, menatap rakyat yang berdesakan ingin mendekati gadis terhukum.
"Heran, mengapa mereka seperti tidak rela gadis jahat itu menerima hukuman?" batin sang pangeran.
Terhukum telah berdiri di posisinya, tambang pengikat juga telah dikalungkan di lehernya.
Sebelum mengetuk palu, sebagai tanda bagi algojo untuk menendang kursi pijakan terhukum. Pangeran Suryakanta berniat memeriksa ulang berkas pemeriksaan terdakwa.
"Ambilkan berkasnya," titah sang pangeran.
Seorang staf jaksa kerajaan menyodorkan berkas pada sang pangeran, Pangeran Surya kanta melirik sekali lagi pada gadis yang berdiri menantang tiang gantungan.
Deg!
Jantung sang pangeran berdetak lebih kencang, kala matanya beradu pandang dengan mata gadis itu.
Belum lagi sempat mencerna arti dari tatapan sang gadis, tiba-tiba algojo menendang kursi pijakan terhukum. Sontak sang gadis meregang nyawa di tiang gantungan, sebelum palu keputusan diketuk oleh sang pangeran-hakim tertinggi pada pengadilan tersebut. Jerit histeris rakyat yang menonton seketika riuh, membuat alun-alun menjadi gaduh.
"Ini adalah kesalahan, bagaimana bisa algojo itu menendang kursi pijakan sebelum pangeran mengetuk palu keputusan?" gugat para pembela terdakwa.
Dengan perasaan tidak karuan, Pangeran Suryakanta meninggalkan alun-alun, sebelum itu dia berpesan agar algojo yang bertugas segera menghadapnya. Pangeran ingin mendengar langsung alasan apa yang menjadi landasan sang algojo bertindak, sebelum palu keputusan diketuk.
"Siapa namamu?" tanya Pangeran Suryakanta, kepada pemuda berusia 25 tahunan yang kini berdiri di hadapan singgasananya, ia adalah algojo yang menendang kursi pijakan terhukum tadi.
"Ampunkan hamba, Pangeran," sembahnya, "nama Hamba, Pramudya."
Pemuda itu memperkenalkan dirinya.
"Mengapa kau tendang kursi itu, sebelum aku mengetuk palu?" tany sang pangeran dingin.
"Mohon ampun, Pangeran, terdakwa sudah bersikap kurang ajar pada Pangeran,"
"Maksudmu?"
"Terhukum berani menatap pangeran dan membalas pandangan mata, Pangeran," jelas Pramudya.
Pangeran Suryakanta menarik napas panjang, Pramudya benar, tidak pantas seorang rakyat jelata, apalagi seorang terdakwa. Menatap tajam kepada pejabat kerajaan, apa lagi kepada seorang Pangeran.
"Utusan raja datang menghadap!" seru penjaga pintu.
"Baiklah Pramudya, kau boleh pergi sementara, tetapi nanti kau harus siap bila aku kembali memanggilmu. Urusan ini belum selesai," tekan Pangeran Suryakanta.
Pramudya menjura hormat dengan gerakan mundur teratur keluar meninggalkan ruang kerja Pangeran Suryakanta.
*****
Pangeran Suryakanta memberi perintah agar utusan raja masuk menghadapnya, setelah menjura hormat utusan sang raja menyampaikan maksud kedatangannya.
"Mohon ampun Pangeran Suryakanta, Yang Mulia Baginda Raja Andanu, meminta pangeran menghadap segera," ujar dayang, utusan dari istana utama.
"Baiklah, aku segera menghadap Yang Mulia," Pangeran Suryakanta menghaturkan salam hormatnya kepada sang raja.
"Yang Mulia Baginda Raja, Pangeran Suryakanta datang menghadap!"
Seru pengawal yang berjaga di depan gerbang istana utama, seruan itu akan diteruskan oleh penjaga bagian dalam dan terus sambung-bersambung sampai di pintu ruang kerja raja.
"Masuklah!" titah raja bersama terbukanya pintu.
"Ananda Pangeran Suryakanta, datang menghadap ayahanda Yang Mulia Raja Andanu," ucap Pangeran Suryakanta menghaturkan salam penghormatan.
"Mendekat lah," pinta Raja Andanu.
Pangeran Suryakanta melangkah maju, mendekati singgasana sang raja.
"Selir Wulanamu dan Panglima Panduwinata, telah menyusun rencana pemberontakan sejak lama. Sekarang rencana mereka semakin matang, di luar istana masalah semakin banyak. Belum lagi krisis pangan yang melanda kerajaan kita akhir-akhir ini, semakin membuat kepercayaan rakyat luntur terhadapku," keluh Raja Andanu.
"Ampun beribu ampun baginda, apa kiranya yang bisa Hamba lakukan?" tanya Pangeran Suryakanta.
"Aku ingin kau segera naik tahta, menggantikan kedudukanku sebagai raja. Namun sebelum itu kau harus menikah dan memiliki permaisuri, sebagai syarat sah menjadi raja."
Pangeran terdiam sejenak dalam batinnya timbul peperangan. dia belum siap untuk menikah usianya tahun ini baru genap dua puluh tahun. Namun sebagai penerus tahta sang Raja Andanu pangeran tidak berhak membantah, bantahannya bisa dianggap sebagai bentuk pemberontakan.
"Hamba, menunggu titah berikutnya," pangeran kembali menjurah.
"Pergilah keluar istana dengan menyamar. Temui janda bernama Sudirah, dia memiliki seorang anak gadis. Bawa mereka ke istana dan menikahlah dengan gadis itu!"
"Ampun beribu ampun Baginda, apakah boleh seorang pangeran menikah dengan rakyat jelata?" tanya Pangeran Suryakanta heran.
"Sudirah bukan rakyat biasa, dia adalah dayang senior Kerajaan Banyumas. Kerajaan itu hancur akibat pemberontakan, seluruh keluarga raja dibunuh, tetapi Sudirah berhasil kabur menyelamatkan Putri Mahkota yang masih bayi. Sudirah menetap dan berlindung di kerajaan kita bersama dengan ribuan rakyat Bayumas yang masih setia pada raja mereka. Pernikahanmu dengan gadis itu akan membuat semua rakyat Banyumas memihakmu, dengan begitu kau punya kekuatan untuk menghadapi Selir Wulanamu dan Panglima Panduwinata."
Pangeran Suryakanta paham maksud Raja Andanu, karena itu dia segera mohon diri untuk melaksanakan tugas rahasia. Meski dia tidak yakin apakah dia akan tertarik dengan putri kerajaan Banyumas atau tidak, yang pasti dia harus melaksanakan titah sang raja. Bagi seorang pangeran keutuhan kerajaan lebih utama daripada perasaan pribadi.
*****
Dengan memakai pakaian biasa dan wajah ditutupi caping, Pangeran Suryakanta keluar tembok istana tanpa diketahui siapapun. Bersamanya seorang pemuda bernama Bule menemaninya, Bule adalah anak dayang senior yang usianya setahun lebih tua dari Pangeran Suryakanta. Orang kepercayaan yang paling setia, sama seperti ibunya.
"Ke mana tujuan kita sekarang?" tanya Bule kepada pangeran.
Sudah biasa di bertanya tidak sopan begitu, bila mereka sedang dalam penyamaran.
"Kita cari penduduk yang bernama Sudirah," jawab pangeran.
"Gila, kemana mencarinya, Sudirah yang mana? Ada ribuan bayi yang lahir dalam setahun di Kerajaan Swarga Diva, dan seperempatnya bisa jadi bernama Sudirah."
Plak!
"Aw .... "
Pekik Bule saat pangeran menggeplak kepala pemuda itu, kebiasaannya bicara asal di hadapan sang pangeran membuat kesal. Meski apa yang dikatakannya benar, tetap saja pangeran merasa jengkel dengan kelancangannya.
Mereka meneruskan perjalanan, menuju sebuah desa bernama Desa Bayu. Mengingat nama kerajaan yang hancur dua puluh tahun lalu, pangeran menduga Desa Bayu adalah desa yang dibangun oleh orang-orang pelarian dari kerajaan Banyumas.
"Ada apa, mengapa desa tampak sangat sepi?" heran sang pangeran.
Desa yang asri dan padat penduduk itu mendadak sepi bak desa mati.
"Iya, aneh sekali," timpal Bule.
"Hei, Kisanak," Bule menyapa seorang lelaki yang tampak berjalan tergesa, "mengapa desa lengang sekali?" tanya Bule pada lelaki itu.
"Desa kami sedang berduka, Kisanak. Anak ketua desa kami meninggal kemarin dan hari ini prosesi pemakamannya," papar lelaki itu.
Pangeran Suryakanta dan Bule turun dari kuda, binatang itu mereka tuntun sembari berjalan mengikuti lelaki tadi.
Sampailah mereka di sebuah tanah lapang, banyak orang berkumpul, tua, muda, anak-anak, bahkan balita pun ikut serta. Mereka semua tampak berurai air mata, di tengah-tengah lapangan sebuah pondok khusus dibuat untuk penempatan peti jenazah, seorang ibu tampak meratap di tepi peti itu.
Pangeran Suryakanta dan Bule memperhatikan dalam diam, siapa kiranya yang meninggal? Pasti ia seorang yang sangat istimewa, sampai seluruh penduduk desa menangisi kematiannya.
Peti akan segera ditutup, satu persatu penduduk melangkah mendekati peti, memberikan penghormatan terakhir.
Pangeran dan Bule ikut melangkah, mereka meletakkan setangkai bunga di atas peti yang masih ditutupi plastik tembus pandang.
Jantung pangeran berdetak kencang kala melihat wajah jenazah itu, Bule pun tak kalah terkejutnya dengan sang pangeran.
"Kau yakin, ia adalah gadis yang dihukum gantung kemarin?" bisik pangeran sambil mereka melangkah menjauhi peti jenazah.
"Iya aku yakin, Wanita yang menangis di dekat peti ia adalah ibu terhukum." jawab Bule yakin seratus persen.
Keduanya bergegas mencari kisanak yang tadi mereka jumpai, pangeran ingin bertanya siapakah gadis itu sebenarnya.
"Wanita itu ketua kampung kami, namanya Sudirah. Sebenarnya yang mati digantung itu, ia putri mahkota raja kami. Kami berharap sekali, ia akan membangun kembali kerajaan yang telah hancur, tetapi takdir berkata lain. Ada orang-orang jahat di sekeliling Istana Swarga Diva, mereka seperti sengaja membuat putri terbunuh. Putri digantung sebelum Pangeran Suryakanta mengetuk palu keputusan, kematian putri kami adalah sebuah pelanggaran," papar kisanak itu.
Pangeran Suryakanta dan Bule sama terhenyak mendengar penjelasan lelaki itu, rasa bersalah memenuhi rongga dada.
Bukan itu saja, kini pangeran bingung cara memberitahu ayahandanya.
"Aku curiga, apakah semua ini ada hubungannya dengan rencana pemberontakan yang disusun oleh Selir Wulanamu?" gumam san pangeran nyaris tidak terdengar.
"Perempuan culas itu, sungguh keterlaluan," kecam Bule menahan geram.
Kini keduanya melanjutkan perjalanan dalam diam, pangeran Suryakanta pusing memikirkan cara memberitahu Raja Andanu kalau sang calon permaisuri telah terbunuh di tiang gantungan. Selain itu dia juga memikirkan kalau semua kejadian ini seperti telah diatur dengan matang, apakah algojo yang bernama Pramudya itu suruhan Selir Wulanamu?
Sudah lama memang Pangeran mendengar desas-desus kelicikan sang selir, konon katanya Selir Wulanamu adalah kekasih Raja Andanu di masa mudanya. Hanya saja Selir Wulanamu adalah rakyat jelata, tidak pantas untuk menjadi permaisuri sang raja. Setelah pernikahan Raja Andanu dan permaisuri terlaksana, tidak lama kemudian Permaisuri mengandung Pangeran Suryakanta. Saat itulah Raja Andanu mencari selir untuk melayaninya, karena permaisuri tidak boleh terlalu diforsir tenaganya selama mengandung pewaris tahta kerajaan.
Dari sekian banyak wanita Selir Wulanamu masuk dalam daftar dan dipilih langsung oleh sang raja, sejak itu Wulanamu adalah satu-satunya selir resmi kerajaan. Dengan Selir Wulanamu raja tidak memiliki keturunan, konon katanya Raja Andanu kehilangan keperkasaannya di ranjang, setelah kecelakaan terjatuh dari kuda, pada saat memimpin peperangan dengan Kerajaan Ranting Bambu, yang pernah ingin menjajah kerajaan Swarga Diva. Meski Raja Andanu celaka, tetapi peperangan dimenangkan oleh Swarga Diva jadilah Kerajaan Ranting Bambu menjadi kerajaan taklukan yang harus tunduk pada aturan Swarga Diva.
Buku lain oleh SanSan954
Selebihnya