Menceritakan tentang seorang gadis yang sangat terobsesi terhadap sosok pangeran dalam dongeng Cinderella. Gadis ini bernama Cherry Anindya Ramandha, gadis yang memiliki kemampuan di luar nalar ini berharap agar suatu saat nanti dia bisa menemukan cinta sejatinya. Cherry selalu sukar menjalani hubungan asmara dengan berbagai kalangan pria. Hal tersebut dikarenakan memampuannya yang bisa melihat sikap seseorang sebelum mengenalinya. Gadis itu bisa melihat sosok yang menyeramkan di balik orang-orang yang sedang berkomunikasi dengannya. Tentunya gadis ini sangat susah mencari ketenangan. Mampukah Cherry mengakhiri masa lajangnya dengan kondisi mata batinnya yang masih terbuka? Apakah dia berhasil menemukan sosok pangeran yang selalu dia impikan?
"Kita putus!" ucap seorang pria yang melemparkan cincin pertunangannya, pria itu sudah kewalahan menghadapi sikap gadis yang sedang menari-nari di depannya, bukannya merasa sedih atau marah. Hal itu justru membuat Cherry tertawa bahagia.
Sementara Rama hanya bergeming dan menggelengkan kepalanya karena merasa heran dengan sikap gadis yang kini sudah berstatus sebagai mantan tunangannya itu. Sejak dulu Cherry tidak pernah mencintai Rama. Namun, kedua orang tua mereka tetap kekeh untuk menjodohkan mereka berdua.
"Wah, ini adalah kabar bahagia untukku. Terima kasih ya, Rama," sahut Cherry seraya melayangkan kecupan di pipi mantan tunangannya itu sebagai tanda kecupan terakhir darinya, "Kalau begitu aku pamit dulu ya, see you next time, mantan tunangan."
Gadis itu berlari dengan penuh rasa bahagia ketika Rama memutuskan hubungan pertunangan mereka. Langkahnya tertuju kepada taman yang tak jauh dari lokasi danau yang tadi dia datangi bersama Rama.
"Akhirnya, perjuanganku membuat Rama bosan denganku berhasil." Cherry kembali menari membawa hatinya yang bahagia karena Rama telah memutuskan pertunangan mereka, meski memakai gaun, tapi gadis itu tetap lincah untuk menggerakkan tubuhnya. Sejak kecil Cherry memang hobi menari dan berhasil memenangkan berbagai penghargaan berupa medali, piala dan sertifikat cetak.
"Dasar gadis gila!" pekik Shasha yang berlari menghampirinya.
"Eh enak aja kalau ngomong, suka sembarangan! Aku gak gila tahu!" ketus Cherry.
"Lah, kalau gak gila ngapain joget-joget sendirian? Malah tarinya lincah banget," gerutu Shasha.
"Jangan-jangan habis kencan ya sama Rama? Ayo mengaku saja!"
Shasha menyenggol sikut temannya itu hingga membuatnya terjatuh di atas kursi yang tak jauh dari pohon, gadis itu terjatuh sempurna dengan gaun putihnya. Layaknya Cinderella yang sedang menantikan seorang pengeran.
"Shasha!" pekik Cherry yang memukul gaunnya dengan kekuatan penuh.
"Ada apa, Cherry? Bukannya tadi kamu bahagia? Sekarang kok malah teriak-teriak gak jelas. Kasihan banget anak tante Sabrina, cantik tapi gesrek," ledek Shasha seraya memeletkan lidah.
"Beraninya kamu bilang aku gesrek, awas ya kamu."
Cherry menggerutu kesal, semakin dia merasa kesal kepada Shasha, maka semakin erat dia mencengkeram gaun putih yang dia kenakan itu. Gadis itu terlihat gusar dengan kelakuan sahabatnya. Cherry bangkit dari duduknya dan mengejar sahabatnya yang sedang berlari karena menghindari serangannya.
"Ampun, Cherry. Jangan kejar aku." teriak gadis yang sedang dia kejar itu.
Mereka berlari kecil saling mengejar satu sama lain, tiba-tiba datang sosok pria tampan yang berdiri tepat di depan raga sahabatnya itu. Seketika Cherry menghentikan langkahnya ketika melihat sosok pria tampan itu yang berada di dekat Shasha, gadis itu bisa memastikan bahwa sosok tersebut bukanlah manusia, melainkan makhluk yang berbeda dengan alam manusia atau makhluk astral.
"Shasha! Menjauh dari sana!" pekik Cherry yang memerintahkan sahabatnya agar menjauh dari sosok pria tampan itu. Tapi sahabatnya malah terpesona dengan sosok yang menyerupai pria tampan itu dan memilih untuk mendekatinya.
"Apa maksudmu? Apakah aku harus menjauhi pria tampan ini?" pekik Shasha yang membalas ucapan temannya.
"Dia bukan manusia," ucapnya spontan.
"What? Jika bukan manusia dia siapa?"
Shasha mengangkat kedua bahunya dan kembali menoleh kebelakang, seketika dia terperangah ketika melihat sosok yang berdiri di belakangnya tiba-tiba saja menghilang dari penglihatannya. Cherry berlari menghampirinya dan menyambar pergelangan tangan sahabatnya lalu membawanya pergi dengan kekuatan gaibnya, membuat Shasha semakin kebingungan dan berteriak saat melihat bangunan luas yang tak tahu itu entah dimana.
"Cherry!" teriak Shasha.
"Yes, nona Shasha," sahut Cherry dengan raut wajah santainya, seolah tidak terjadi apa-apa dengannya. Cherry sudah terbiasa dengan kondisi tersebut hingga perlahan rasa takutnya sudah tergantikan dengan sejuta keberanian. Namun tetap saja Cherry tidak ingin mempergunakan kekuatannya itu untuk hal-hal yang masih dia lakukan dengan tangan kosong.
"Lagi-lagi kamu membawaku ke tempat yang tidak kuduga, kita berada di mana sih, Cherry? Jangan membuatku penasaran," rutuk Shasha, yang menelusuri secara detail setiap tempat yang tak pernah dia kunjungi sebelumnya.
Ini bukan yang pertama kali Cherry membawanya ke tempat yang aneh. Saat sedang menelusuri tempat tersebut, tiba-tiba Shasha di kejutkan dengan kehadiran sepasang kekasih yang sedang melaksanakan acara lamaran di suatu istana. Ya, ternyata Cherry telah membawanya ke istana.
"Coba kamu lihat di sana!" titah Cherry yang menunjukkan ke arah sepasang kekasih yang sedang bertukar cincin, gadis itu menjadi terharu karena adegan pertukaran cincin yang sangat romantis yang sedang berlangsung di depannya.
Keberadaan mereka tidak bisa di lihat oleh pasangan kekasih itu. Namun sebaliknya, mereka mampu melihat keberadaan sepasang kekasih yang sedang menyaksikan acara lamaran yang sedang berlangsung. Hal tersebut membuat Shasha terharu sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Cherry.
Akhirnya setelah acara pertunangan selesai di gelar, gadis itu meminta Cherry untuk mengantarkannya pulang dengan kekuatan ajaibnya.
"Mereka begitu romantis, aku sangat terharu melihat kisah cinta mereka." Shasha menyeka air matanya, karena dia telah terhanyut dengan suasana romantis yang sedang berlangsung di depannya itu, hingga acara pertunangan telah selesai di gelar.
"Ini masih standar menurutku, bahkan ada yang lebih romantis lagi," sambung Cherry.
"Enggak deh, mendingan kamu bawa aku pulang saja. Sudah cukup bermain di dunia imajinasimu, Cherry." Shasha tersenyum sinis.
"Ya sudah, kalau begitu aku bawa kamu pulang, karena aku juga lelah dan pengen istirahat. Tapi-" seketika Cherry terdiam dan memilih menggantungkan ucapannya.
"Tapi? Jangan sedih begitu, coba ceritakan denganku! Apa yang membuat kamu bersedih, Cherry?" desak Shasha yang menggoyangkan bahu sahabatnya itu.
"Aku tak mungkin pulang ke rumah. Pasti nanti kedua orang tuaku akan memarahiku ketika tahu kalau aku sama Rama udah selesai."
Seketika Cherry meneteskan air matanya hal itu membuat Shasha sedikit panik, seperti yang dia tahu ketika Cherry menangis, kekuatannya akan semakin berkurang.
"Eh, jangan nangis!" tegas Shasha yang menggoyangkan tubuh gadis yang menunduk di hadapannya itu, "Ingat, Cherry. Kita masih berada dalam dunia imajinasimu, jangan nangis atau nanti kekuatanmu menjadi berkurang." Shasha mencoba mengingatkan sahabatnya itu, gadis itu takut jika dia harus terjebak di dunia imajinasi sahabatnya itu.
Mendengar ucapan Shasha membuat gadis itu terdiam dan menyeka air mata yang sudah membanjiri wajahnya. Hampir saja Cherry melupakan kelemahannya itu, gadis itu segera memaksakan diri untuk tetap tersenyum dan mengantarkan sahabatnya pulang ke rumah. Sebelum mengantarkan sahabatnya pulang, tentunya dia membuat kesepakatan agar bisa menginap satu hari di rumah Shasha.
"Eh iya, maaf ya, Sha." Cherry menyeka air matanya,
"Tapi aku mau minta bantuan kamu, pokoknya kamu harus bantuin aku!" pinta Cherry yang sedikit memaksa.
"Hedeh, maksa banget." Shasha mengerutkan kedua alisnya, "Ya sudah, kamu mau aku bantuin apa? Tapi jangan yang aneh-aneh ya," sambung Shasha yang memutar kedua bola matanya.
"Tenang, gak aneh-aneh kok. Aku cuma minta dibolehkan menginap di rumah kamu ya, boleh kan?" sahut Cherry dengan wajah memelas.
"Aduh, paling gak bisa deh lihat orang melas begini," sahut Shasha yang menutup matanya dengan kedua tangan, "Ya sudah, kamu boleh kok menginap di rumahku. Kebetulan juga kedua orang tuaku lagi di luar negeri, jadi aku tinggal sendirian di rumah."
"Nah, gitu dong. Itu baru sahabatku." Cherry menyambar tubuh mungil itu dan memeluknya dengan erat hingga membuat sahabatnya kesulitan bernapas.
"Cherry lepas–in!" ucap Shasha terbata-bata.
"Eh, maaf ya,"
"Habisnya aku terlalu bahagia, kan kalau lagi bahagia kekuatanku bertambah. Maaf ya, Shasha." Cherry cengengesan, gadis itu kembali bersemangat saat mendengar jawaban Shasha yang telah memberikan izin untuk menginap di rumahnya.
"Bahagia sih, bahagia," rutuk Shasha.
"Iya deh, maaf. Mau pulang gak?" tukas Cherry yang sedikit mengancam.
"Iyalah mau. Makanya buruan pulangin aku ke rumah!" desak Shasha.
"Pulangkan saja aku pada-" Cherry bernyanyi, namun nyanyiannya terhenti karena Shasha menempelkan jarinya tepat di bibir gadis yang berdiri di depannya itu.
"Udah ya, udah. Nanti aja nyanyi kalau udah tiba di rumahku, ini sudah sore Cherry Anindya Ramandha. Tolong antarkan aku pulang," pinta Shasa memasang wajah melas, "Please!"
"Baiklah, ayo kita pulang sekarang," sahut Cherry.
Bab 1 Gadis Ajaib
09/06/2022
Bab 2 Menghilang
09/06/2022
Bab 3 Arwah Penasaran
09/06/2022
Bab 4 Pangeran Virtual
09/06/2022