Berpacaran lama belum tentu berakhir dalam pernikahan dan hal itu yang di alami oleh Alea. Bertahun-tahun bertahan dengan Arjuna, pria yang tidak sesuai kriteria sang Mama sampai akhirnya, terjebak dalam perjodohan dengan Sagara. Akankah Alea mempertahankan hubungannya dengan Arjuna yang sudah berjalan tiga selama tahun? Atau menyerah untuk bersama Sagara demi kebahagiaan keluarganya?
Lagi-lagi hati dua pasangan yang ingin menjejaki hubungan serius harus patah karna penolakan dari salah satu orang tua. Alea putri dari orang tua tidak merestui hubungannya, tidak tahu lagi mencari cara agar hati sang ibu luluh. Mereka bingung tapi, untuk menyerah rasanya tidak bisa.
Hubungannya bersama Arjuna sudah berjalan selama tiga tahun dan sangat di sayang kalau harus kandas karna tidak mendapatkan restu ibunya. Sudah banyak masalah yang merela lalui bersama dan satu masalah lagi, rasanya juga bisa di lalui bersama.
"Jangan menyerah."
Alea memberikan tersenyum tapi terlihat sangat tipis pada Arjuna yang menatapnya. Kemudian, ia menganggukkan kepala dan masuk ke dalam pelukan sang pacar. Rasanya hangat dan nyaman.
"Aku ngga akan menyerah hanya saja.. aku takut kalau kamu lelah dengan keras kepalanya Mamaku."
"Tidak akan!" Arjuna mengelus rambut Alea. "Kamu tahu aku, kan? Kalau aku sudah serius menginginkan sesuatu maka akan aku perjuangkan dengan sekuat tenaga. Tapi.. berbeda kalau kamu yang lelah. Aku–"
"Aku ngga mungkin lelah apa lagi, setelah melihat semangat di matamu."
Arjuna terseyum kecil lalu mengecup puncak kepala gadisnya. "Kita bicara di luar aja ya, ngga enak kalau di dalam kamar."
Alea mengangguk dan melepaskan pelukan. Ia berdiri dari duduknya di tepi ranjang lalu berjalan keluar dari kamar.
Pagi-pagi sekali Alea berada di rumah Arjuna karna merasa tidak enak sebab lamaran yang Arjuna lakukan kemarin di tolak oleh ibunya. Baik Alea atau ayahnya sudah memperingati tapi, wanita yang sudah melahirkannya itu tetap kekeh dengan pendiriannya. Namun, seperti batu yang keras akan hancur jika di pukul berulang kali begitu juga dengan hati ibunya.
"Kamu di sini, Ya? Dari kapan? Kok tante ngga tahu?"
Alea meringis setelah mendaratkan bokongnya di sofa samping Rahma, ibu Arjuna, yang sedang menyusun kue di dalam kotak yang akan di titipkan Arjuna di beberapa warung. Kue-kue buatan Rahma terkenal akan kelezatannya jadi, tak jarang banyak orang memesan kue dalam jumlah yang banyak.
"Malah bagong lagi, Bunda lagi tanya loh!"
Lagi-lagi Alea meringis lalu menatap Rahma. "Tanya apa, Bunda?"
Rahma menatap Alea gemas lalu menghela nafas kasar. "Kamu, dari kapan ada di sini?"
"Oh, itu dari.. beberapa jam yang lalu."
"Tante tanya jamnya, Ya. Bukan perkiraannya."
"Jam.. enam pagi." Jawab Alea dan meringis. "Kenapa, Tante?"
"Pagi banget kamu ke sini, Ya. Udah kangen sama Arjuna ya?"
Tanpa ragu Alea menggelengkan kepala kemudian, menghela nafas kasar. "Maafkan Mama ya Bunda, karna belum kasih kami restu."
"Kok minta maaf ke Bunda? Tidak memberikan restu itu hak dari setiap orang tua yang menginginkan anaknya hidup bahagia dan tidak susah." Rahma lalu menutup kotak terakhirnya kemudian, kembali menatap Alea. "Kalau kamu mau ambil aja yang di dalam kota kecil ya? Soalnya di dalam kotak besar sudah jadi milik orang."
Alea mengangguk tanpa ragu dan menundukkan kepala. Bohong kalau ia tidak pernah lelah dengan terus meminta restu ibunya tapi, semua rasa itu langsung hilang saat melihat binar penuh semangat dari Arjuna.
"Setelah ini, kamu mau ke mana?"
"Mau kerja, Bunda."
"Berangkat dengan Arjuna?" Rahma mengajukan pertanyaan lagi yang di dapat berupa anggukkan kepala dari Alea.
Rahma terseyum melihat kue-kuenya di terima di lidah Alea kemudian, ia menyakinkan pandangan pada Arjuna yang berdiri di belakang Alea.
"Udah semua, Bun?" Arjuna mendaratkan bokongnya di sofa kosong lalu mengambil satu kue milik Alea dan memakannya.
Alea menatap Arjuna kesal lalu merinsut menjauhi sang pacar. Ia kembali menikmati kue itu sendiri di bawah tatapan geli Arjuna.
"Iya, semuanya ada enam kotak. Ingat, Ar, jangan sampai salah lagi!" pesan Rahma kemudian, melirik Alea. "Arjuna akan bawa banyak kotak kue, Ya, apa ngga masalah?"
Tanpa ragu Alea menggelengkan kepala. "Engga, Bun."
Alea sampai di rumah pukul lima sore lalu berjalan dengan pelan menuju kamar. Setelah penolakan malam itu, ia memutuskan untuk tidak bicara pada ibunya karna kecewa bercampur kesal.
Setelah Arjuna benar-benar keluar dari rumahnya Alea langsung memberikan pemprotes pada Ika, ibunya. Ia tidak suka dengan apa yang sudah ibunya katakan pada Arjuna seolah-olah pacarnya itu sangat rendah di mata ibunya.
Sama seperti sepupu dan tantenya dari pihak sang ibu. Awalnya, ia mengira kalau ibunya berbeda tak akan memandang orang rendah tapi, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
Setelah meletakkan tas di nakas, ia berjalan menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari sana dan lansung memakai piamanya.
"Apa Alea sudah pulang, Mas?"
"Ngga tahu, sepertinya belum."
Si pemilik nama yang tengah di bicarakan hanya diam di dalam kamar. Meski suara orang tuanya bicara terdengar sangat jelas, Alea memilih bungkam.
Menurutnya, ayah dan ibunya sama saja. Meski ayahnya memberikan restu tapi, pria itu tidak bisa membantunya untuk menyakinkan istrinya. Sosok yang di anggapnya idola itu hanya diam saat sang ibu memberikan ucapan pedas pada Arjuna yang tidak pernah menyerah untuk datang lagi.
"Di mana ya, anak itu? Apa jangan-jangan di rumah pemuda sialan itu?"
"Jaga omonganmu, Ma!"
"Kenapa Mas? Dia memang pemuda sialan! Tak punya apa-apa tapi berani melamar anak kita! Memang nanti dia mau kasih makan apa, Alea? Cinta? Mana bisa!"
Alea mengepalkan buku tangannya saat mendengar ibunya menghina pacarnya lagi. Mungkin saat ini, Arjuna tidak bisa memberikan apa-apa tapi, suatu saat nanti, ia yakin kalau pacarnya akan berhasil.
Di zaman yang serba canggih ini, tak ada anak laki-laki yang mau menitipkan kue ke warung bahkan menawarkan kue-kue itu pada Dosen, Dekan atau petugas kantin. Tapi, Arjuna melakukan itu, bukan untuk mencari nilai semata tapi, untuk kasih izin menitipkan satu kotak kue saja.
Arjuna sangat menyayangi Rahma dan itu adalah poin terpenting bagi Alea dalam mencari pasangan hidup selain pekerja keras. Tapi sayang, kedua orang tuanya tidak memiliki pikiran yang sama dengannya. Mereka menginginkan menantu yang sepadan agar bisa membahagiakan putrinya.
"Belum lagi, Arjuna-arjuna itu tidak memiliki ayah. Entah benar, Rahma itu sudah menikah atau belum karna tidak pernah melihat suaminya."
"Kenapa malah melebar ke mana-mana? Ngga baik membicarakan orang sebelum melihat dengan mata kepala–"
"Aku bicara fakta, Mas. Rahma datang ke Jakarta tidak di antar atau bersama suaminya. Dia hanya berdua bersama anaknya."
"Terus kenapa? Mungkin saja suaminya ada pekerjaan lain atau–"
"Bahkan sampai saat ini, suaminya Rahma tak pernah di ketahui tetangga, apa itu bisa di katakan ada pekerjaan lain?"
Sudah, cukup. Alea tidak tahan lagi mendengar mereka membicarakan Arjuna serta ibunya. Ia berjalan mendekati ranjang dan mendaratkan tubuhnya di sana. Perutnya sudah berdemo ingin di isi, tapi nafsunya untuk makan langsung hilang mendengar mereka bicara. Memang mereka dan tetangga tahu apa tentang Arjuna? Tidak ada. Mereka hanya tahu menggosipkan hal-hal belum jelas kebenarannya.
Bab 1 Mendengar ibu menjelekkan Arjuna
04/04/2022