/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
PLAK!
Sebuah tamparan nyaring dilayangkan seorang laki-laki pada seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Wanita itu terperanjat kaget. Matanya terbelalak saat ia menatap balik wajah mengeras lelaki itu. "Kenapa kamu menamparku, Mas?!"
Lelaki itu bergeming. Napasnya terdengar berburu. Namun dari belakang, justru terdengar suara yang ia kenal betul itu siapa. "Kamu memang pantas di tampar, bahkan kalau perlu dibunuh sekalian! Karena kamu itu, tidak lebih dari wanita hina!" maki wanita tua dengan wajah merah padam menahan murka. Tangan kanannya menunjuk pada wanita yang lebih muda itu.
"Apa salahku, Ma?" tanyanya bingung.
"Apa salahmu, kau bilang?!" Wanita tua itu bergegas memangkas jarak mereka, meraih kedua bahunya lalu menariknya agar mengikuti langkah kaki si wanita tua. "lihat di sana! Apa yang kamu lakukan dengan Rian, hah?!" makinya lantang seraya menunjuk ke arah ranjang dimana terlihat seorang laki-laki muda sedang berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut.
Mata si wanita muda terbelalak, tidak percaya. "I-ini tidak seperti yang kalian pikirkan! Aku ... aku tidak tahu, kenapa Rian bisa berada di dalam kamarku, Ma! Tolong percaya padaku, Ma ... Mas Adit!" ujarnya memelas. Kedua tangannya menyatu di depan dada, berharap lelaki yang ia panggil Adit percaya. Namun lelaki itu justru melengos. Wajahnya bahkan terlihat murka.
"Sudah tertangkap basah, masih berani mengelak kamu, Sarah! Dasar wanita hina! Pergi kamu dari sini! Bawa sekalian anakmu karena aku tidak yakin jika Satria adalah anak kandung putraku Aditya alias cucu kandungku. Bisa jadi kamu hamil anak laki-laki lain, lalu mengaku hamil anak Aditya agar bisa masuk ke keluarga besar kami!" tuduh wanita itu dengan angkuh. Kedua tangannya bersedekap di dada.
Sarah menggelengkan kepalanya, menolak tuduhan tersebut. Ia bahkan berusaha memasang wajah memelas agar Aditya percaya padanya. Namun lelaki itu justru enggan ia sentuh. Aditya menyentak kuat pegangan tangannya hingga terlepas. "Mas ...," panggilnya lirih saat Aditya justru memilih berbalik badan, meninggalkan dirinya yang kini jatuh terduduk. Bahkan tidak membelanya saat ibunya melemparkan semua pakaian milik Sarah ke atas kepalanya.
***
"Dengan ini saya selaku Ketua Hakim, menyatakan jika kalian berdua telah resmi bercerai," tukas Hakim Ketua sembari mengetukkan palu di atas meja yang ada di depannya.
"Alhamdulillah ...," ucap syukur seorang wanita paruh baya yang terlihat semringah saat mendengar putusan pengadilan agama. Wanita itu segera berdiri dari duduknya, kemudian berjalan mendekati sang putra yang nampak lesu setelah putusan pengadilan keluar soal status hubungannya dengan sang mantan istri.
Sementara itu, wanita yang duduk di sebelahnya, nampak bergegas berdiri saat melihat kedatangan wanita paruh baya itu. Kemudian segera mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar.
"Jangan lupa serahkan hak asuh Satria ke tangan Adit!" Wanita paruh baya itu bertitah sembari melengos, enggan menatap lama-lama mantan menantunya itu.
Sarah yang sempat terhenti langkahnya, lantas menyahut, "Maaf, Nyonya Malika yang terhormat. Saya Sarah, ibu dari Satria Maulana. Tidak akan pernah menyerahkan putra saya ke tangan Nyonya apalagi ke tangan ayahnya yang tidak bertanggungjawab seperti itu!" Setelah mengucapkannya, Sarah pun bergegas meninggalkan ruangan tersebut, tanpa perduli jika kini wajah Malika merah padam menahan murka.
"Dasar mantan menantu kurang ajar kamu, ya?! Pantas saja putraku menceraikan mu!" maki Malika dengan sengit sembari menunjuk ke arah sang mantan menantu yang telah hilang di balik pintu.
"Ma ... sudah, Ma! Malu ... kita lagi di pengadilan ini!" tegur Aditya sembari memegangi kedua bahu ibunya agar tidak berlari mengejar sang mantan istri, lalu mengajaknya berkelahi seperti yang pernah mereka lakukan.
Malika yang mendengar teguran tersebut, lantas membalikkan badannya, hingga keduanya kini berhadapan. Dirinya seketika malu, karena masih tersisa hakim anggota yang melihat aksi memalukan yang ia lakukan.
Wanita itupun lantas tersenyum kikuk, kemudian segera menyeret putranya agar keluar dari dalam sana.
Sementara itu, Sarah bergegas menaiki angkot yang kebetulan singgah di depan kantor pengadilan agama. Sembari menahan tangis dan juga kesal yang menumpuk di dalam dada, wanita dua puluh satu tahun itu mengeraskan wajahnya hingga terlihat seolah-olah dirinya adalah wanita yang angkuh.
"Stop di sini, Mang!" tegur Sarah pada kernet angkot saat dirinya telah sampai di halte yang ada di dekat rumah petak yang ia sewa.
"Siap, Neng!" sahut sang kernet sembari menepuk pelan pundak sopir tunawicara, dimana sang sopir segera melirik lewat kaca spion yang ada di depannya.
Iapun segera menghentikan laju angkot saat melihat kode yang diberikan sang sahabat, tak lupa menyalakan lampu sein ke kiri sebelum memberhentikan laju angkot yang ia kendarai.
Sarah bergegas menyerahkan sejumlah uang ke tangan sang kernet sembari berusaha tersenyum tipis. Iapun segera turun dari dalam angkot, begitu angkot tersebut benar-benar berhenti.
/0/16546/coverorgin.jpg?v=4f27093d09fa5e7d187b392e532878a9&imageMogr2/format/webp)
/0/18693/coverorgin.jpg?v=b47fb6091ccd5dc83be6d07ed6a1f4d1&imageMogr2/format/webp)
/0/14151/coverorgin.jpg?v=4e824bc6d47cb1f003fcf40586c93ee3&imageMogr2/format/webp)
/0/15751/coverorgin.jpg?v=1bdf86b5ee5478fbb236687f80b2d534&imageMogr2/format/webp)
/0/17282/coverorgin.jpg?v=a34e9b4d14493b1290fca4ee43eafa69&imageMogr2/format/webp)
/0/7971/coverorgin.jpg?v=dca440106a4673dbd2ad510e2059881b&imageMogr2/format/webp)
/0/12472/coverorgin.jpg?v=c7988bac3f3d14b659a233bcc5a771bf&imageMogr2/format/webp)
/0/15327/coverorgin.jpg?v=027a1fcecb93017dd1d87345850b5037&imageMogr2/format/webp)
/0/20413/coverorgin.jpg?v=ec86fab74cc2046f1ea680264dba5204&imageMogr2/format/webp)
/0/20434/coverorgin.jpg?v=3349f46a85b181fc79c776f6d3a9e78c&imageMogr2/format/webp)
/0/13436/coverorgin.jpg?v=91683f13085b241fe4523a1ab5bd1648&imageMogr2/format/webp)
/0/28779/coverorgin.jpg?v=a8474d94571f667da671c85db7b388ce&imageMogr2/format/webp)
/0/12242/coverorgin.jpg?v=3f4c35df759a421233796731ef9d1aa0&imageMogr2/format/webp)
/0/17164/coverorgin.jpg?v=5399f2d9a3016cf695306f21f6d38fe9&imageMogr2/format/webp)
/0/16547/coverorgin.jpg?v=4af839c0b4f28409dca0f3ab0a705866&imageMogr2/format/webp)
/0/3425/coverorgin.jpg?v=931db14174065e64c293c717cd29590a&imageMogr2/format/webp)
/0/19139/coverorgin.jpg?v=1ed13e1d4e43a9e8bf857b90d37b476e&imageMogr2/format/webp)
/0/29640/coverorgin.jpg?v=04a85618c17bd8334be9470f43906970&imageMogr2/format/webp)