Cerita nggak jadi.
Memang, Pak Bambang mempunyai seorang putri bernama Indri. Hampir sebulan ini, dia sakit secara mendadak dan membuatnya hanya bisa terbaring lemah di atas tempat tidur sepanjang hari. Tak disangka, waktu bertahannya ternyata tidak lama. Baru saja ayahnya meninggal 5 hari lalu, kini ia menyusul sang ayah.
Sunarni tak bisa menahan tangis dan kesedihannya seperti saat ditinggalkan suaminya. Sekarang ia meraung-raung, meminta orang-orang tidak membawa Indri untuk dimandikan.
"Anakku masih hidup! Dia belum ma-ti! Jangan mandikan dia! Jangaaan ...! Dia sedang tidur!" teriak Sunarni, wanita berusia 32 tahun itu. Keluarganya menahan tubuh Sunarni, agar tak menyambar orang-orang yang sudah mengangkat tubuh Indri untuk dimandikan.
"Sudah, Bu ... istighfar," kata ibu-ibu yang ikut menenangkan, mereka memeluk tubuh wanita sintal itu penuh simpati. Sunarni menggeleng, begitu tak melihat tubuh putrinya lagi. Karena orang-orang yang akan membersihkan tubuh Indri, sudah menutupi jangka pandangnya.
"Indrii! Jangan tinggalkan Ibu, Nak!" Sunarni mengulurkan tangan ke arah para pemandi jenazah putrinya, dengan tangisan melengking. Hingga akhirnya tangisan itu perlahan memelan lalu Sunarni jatuh pingsan.
Orang tua Pak Bambang, mengetahui kalau anaknya meninggal karena dibun-uh oleh seseorang. Orang itu mengirimkan sosok jin, untuk menew-askan putranya.
"Kita harus membalas perlakuan ini!" kata Pak Sutris, ayah Pak Bambang.
Lelaki muda, yang ada di sana mengangguk dengan tatapan tajam. Ikut tak terima.
"Tenang, Ayah. Aku akan carikan dukun hebat untuk membantu kita membalaskan dendam kita!" ujar Agus, adik bungsu Pak Bambang.
Pak Sutris mengangguk perlahan, dua tangannya mengepal di sisi tubuh. "Cari dukun yang paling hebat, jika 1 dukun tidak bisa cari lagi sebanyak mungkin! Kita balaskan ke semua keturunan dan keluarganya!"
**
Suatu malam keluarga Pak Bambang berhasil menghadirkan dukun yang dipercaya, terkenal hebat dan sakti.
Ketika dukun itu menerawang, dia memberi tahu pada keluarga Pak Sutris. Jika dalang dari yang menimpa putra mereka, adalah seorang perempuan.
"Dia seorang wanita, ilmunya memang cukup tidak bisa disepelekan tapi tidak ada apa-apanya bagiku," kata si dukun yang bernama Ki Surya.
"Balaskan dendam kami, Ki! Kalau bisa! Buat dia tidak langsung ma-ti tapi si-ksa ia perlahan. Supaya menderita lebih dulu!" ujar Agus, menggebu-gebu.
"Tenang, ini bukan masalah sulit bagiku."
Ki Surya yang sedang bersila, di hadapan Pak Sutris, istrinya dan tiga anaknya pun memperhatikan pria itu.
Beberapa saat Ki Surya membacakan mantra, lalu terdiam setelahnya ada keheningan. Terdengar suara langkah kaki yang begitu besar dan keras. Dari arah atas genteng rumah Pak Sutris.
"Ki ... Ki ... suara apa itu, Ki?" tanya Pak Sutris, dia dan keluarganya mendongak menatap langit-langit rumah. Berselimut rasa merinding.
Ki Surya yang mulanya terpejam, membuka matanya. Lalu, dengan tenang berkata, "Mereka sudah datang."
"Me-mereka?" tanya Pak Sutris, sebab dari kata 'mereka' sudah jelas itu lebih dari satu.
"Ya ...." Ki Surya mengangguk perlahan, "merekalah yang diperintah oleh wanita itu, untuk membu-nuh putramu."
BRANK!
Keluarga Pak Sutris saling memekik, dan menutup telinga karena kaget.
Dentuman yang begitu menggelegar dari atas rumah. Bagai atap yang dihantam keras, lalu bolong dan runtuh. Namun, begitu dilihat. Semua tak ada terjadi kerusakan sedikitpun.
Ki Surya bangkit dari duduknya. Dia melihat ke langit-langit rumah.
"Aura kebencian dan dendamnya sangat kuat. Apa kau yakin, sebelumnya putramu tidak ada musuh atau masalah dengan orang lain?" tanya Ki Surya.
Pak Sutris seperti berpikir cepat, dan menjawab, "Tidak, Ki! Tidak ada! Putraku sangat baik, dan banyak orang yang dibantu olehnya. Mana mungkin dia punya musuh."
Bab 1 Indri Meninggal
26/02/2025
Buku lain oleh Dayura Dalidayulia
Selebihnya