Diselingkuhi? Shanum tetap mempertahankan rumah tangganya. Demi anak di kandungannya yang sebentar lagi lahir ke dunia. Meskipun sang suami, Dewa Pradipta secara terang-terangan selingkuh di depan matanya. Shanum tidak ingin buah hatinya terlahir ke dunia tanpa seorang ayah. Berbagai macam cara dilakukan Lidya untuk mendapatkan Dewa, merusak rumah tangga Shanum dan Dewa dengan cara memfitnah Shanum tidur dengan laki-laki lain yang membuat Dewa sangat membenci Shanum dan menganggap anak di kandungan Shanum anak laki-laki lain dan bukan darah dagingnya. Lebih parahnya lagi Dewa menjatuhkan talak kepada Shanum tepat di hari kelahiran anak pertama mereka.
"Bu, di mana mas Dewa? Kenapa sampai sekarang belum sampai juga?" tanya Shanum yang membuat Riyanti bingung harus menjawab apa. Pasalnya sudah tiga kali Shanum menanyakan pertanyaan yang sama dan Riyanti menjawab kalau Dewa sedang di perjalanan menuju ke rumah sakit tapi sampai sekarang Shanum tidak kunjung melihat adanya suaminya itu di sini.
"Mas Dewa nggak mau datang ya?"
"Datang kok. Sekarang dia lagi di perjalanan menuju ke sini."
"Dari tadi ibu bilangnya juga begitu tapi sampai sekarang mas Dewa belum datang juga."
"Biar ibu telepon Dewa lagi ya dan bertanya dia sudah di mana sekarang," Riyanti pergi keluar ruangan bersalin dan segera menghubungi nomor putranya itu.
"Halo bu, ada apa telepon Dewa?"
"Dewa, Shanum menanyakan kamu terus sedari tadi. Cepat ke rumah sakit sebentar lagi Shanum akan melahirkan."
"Pekerjaan Dewa masih banyak bu."
"Lebih pentingan mana pekerjaan kamu atau istri kamu?"
"Jelas lebih penting pekerjaan Dewa bu. Sudah biarkan saja dia melahirkan sendirian. Lagi pula yang dia lahirkan bukan anak Dewa tapi anak laki-laki lain. Bilang kepada Shanum suruh laki-laki yang menghamili dia untuk mendampingi dia melahirkan."
"Shanum itu istri kamu Dewa. Kamu jangan begini dong. Kasihan dia. Harusnya kamu menyemangati dia, dia bertaruh nyawa demi melahirkan anak kalian ke dunia."
"Sudah dibilang anak yang ada di kandungan Shanum bukan anak Dewa bu. Dia selingkuh. Shanum bukan perempuan baik-baik. Dia perempuan murahan yang dengan suka rela memberikan tubuhnya untuk dicicipi semua laki-laki."
"Terserah kamu ingin menilai Shanum seperti apa tapi tolong datang ke rumah sakit dan temani Shanum melahirkan anak kalian," Riyanti mengakhiri panggilannya dan masuk kembali ke dalam ruangan bersalin.
"Bagaimana bu? Apa mas Dewa mau datang?"
"Dewa masih di perjalanan menuju ke sini. Kemungkinan dia nggak bisa menemani kamu bersalin tapi kamu tenang aja, Dewa pasti datang kok."
Shanum menganggukan kepala.
"Kita mulai ya bu Shanum," ucap dokter yang akan membantu Shanum melakukan proses persalinan.
"Iya dokter."
"Tarik nafas.. hembuskan. Tarik lagi.. hembuskan ya begitu."
Shanum mengikuti intruksi yang dokter berikan lalu mengenjan dengan sekuat tenaga. Keringat sebesar biji jagung kini memenuhi pelipisnya membuat Riyanti terharu melihat perjuangan sang menantu melahirkan anak pertamanya.
"Masih kuat bu?"
"Ma-masih dokter," ucap Shanum terbata-bata dan kembali mengenjan untuk yang kesekian kalinya.
"Terus bu, kepalanya sudah kelihatan."
Shanum mengatur nafas sebentar dan terus mengenjan. Suara tangisan bayi memenuhi ruangan bersalin. Riyanti tersenyum melihat bayi mungil yang masih dipenuhi darah itu digendong oleh dokter.
"Bayinya lahir sehat dan normal. Berjenis kelamin perempuan. Selamat ya bu Shanum."
Pintu ruangan bersalin terbuka. Dewa masuk dan berjalan mendekati ranjang rumah sakit tempat Shanum berbaring membuat hati Shanum sangat senang melihatnya.
"Kamu datang mas? Aku kira kamu nggak mau datang," Shanum tersenyum lebar.
"Anak kita sudah lahir mas. Perempuan."
"Kamu pikir aku bahagia melihat anak itu lahir ke dunia?" tanya Dewa. Menatap Shanum dengan tatapan dingin, benci dan menusuk.
"Aku sama sekali nggak pernah mengharapkan anak itu lahir ke dunia."
Semua yang ada di ruangan bersalin terdiam mendengar ucapan Dewa.
"Tujuanku datang ke sini bukan untuk melihat anak itu tapi ada hal penting yang ingin aku bicarakan kepada kamu Shanum."
"Mulai detik ini aku Dewa Pradipta menjatuhkan talak tiga kepadamu Shanum Lestari. Aku sudah mengurus surat perceraian kita dan aku ingin kamu angkat kaki dari rumahku bersama anak haram itu."
"Keterlaluan kamu Dewa!" Riyanti terlihat murka. Dengan cepat menghampiri putranya dan melayangkan satu tamparan keras di pipi Dewa.
"Bisa-bisanya kamu menjatuhkan talak kepada istri kamu yang sudah berjuang melahirkan anak kalian."
"Anak yang dilahirkan Shanum bukan anak Dewa bu!"
"Lakukan tes DNA!"
"Nggak perlu! Keputusan Dewa sudah bulat. Dewa ingin bercerai dengan Shanum."
****
"Pergi dan jangan pernah kamu menginjakkan kedua kaki kamu di rumahku lagi Shanum," Dewa melempar tas berisi semua pakaian milik Shanum di wajah perempuan yang kini berstatus sebagai mantan istrinya itu. Sidang perceraian telah berlangsung. Sekarang baik Dewa maupun Shanum sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi.
"Aku nggak sudi menampung seorang wanita penzinah dan bayi haram seperti kalian."
"Jaga ucapan kamu manusia suci nggak punya dosa sama sekali! Bayiku bukan anak haram seperti yang kamu bilang. Haram bagiku kembali ke rumahmu yang bagaikan neraka bagiku. Menikah denganmu sebuah kesalahan besar dalam hidupku," Shanum menatap Dewa penuh kebencian. Tidak ada lagi rasa cinta di hatinya mengingat perlakuan Dewa yang telah menjatuhkan talak kepadanya di hari persalinan dan di depan dokter juga perawat.
"Harga diriku diinjak-injak. Kamu telah mempermalukanku di hadapan dokter dan perawat. Aku nggak keberatan kamu ingin menceraikanku mas, tapi apakah harus di hadapan orang banyak? Apa maksud kamu? Ingin membuatku malu?"
"Memangnya kamu punya harga diri Shanum? Bukannya kamu murahan dan nggak punya harga diri makanya kamu suka dicoblos sana sini," Dewa tersenyum mengejek.
"Kalau kamu punya harga diri mana mungkin kamu memberikan tubuh kamu untuk disentuh laki-laki lain secara cumah-cumah sampai melahirkan anak pula."
"Tuhan nggak tidur mas. Setelah kebenaran terungkap aku harap kamu nggak akan menyesal karena sudah termakan hasutan dan fitnah perempuan berhati iblis itu. Aku pergi," Shanum menyampirkan tasnya di bahu dan pergi bersama anak yang baru ia lahirkan.
"Shanum tolong jangan pergi nak," Riyanti berlari mengejar Shanum dan memeluknya erat.
"Shanum harus pergi bu. Shanum dan mas Dewa sudah nggak punya hubungan apa-apa lagi sekarang."
"Kalian mau tinggal di mana? Kasihan anak kamu masih kecil," Riyanti melepaskan pelukannya dan menatap Shanum dengan mata berkaca-kaca.
"Entahlah bu, Shanum juga nggak tau."
"Kamu jangan pergi ya. Kamu tetap tinggal di sini sama ibu dan Dewa. Nanti biar ibu yang bilang sama Dewa."
Shanum menggelengkan kepala.
"Lebih baik Shanum tinggal di bawah kolong jembatan dari pada tinggal di rumah itu lagi bersama mas Dewa."
"Shanum, ibu ada uang tapi nggak banyak, gunakan uang ini untuk mencukupi kebutuhan kalian ya," Riyanti meletakkan lima lembar uang ratusan ribu yang dilipat di atas telapak tangan Shanum.
"Maaf cumah ini yang bisa ibu berikan pada kamu."
"Terima kasih bu."
"Iya Shanum."
"Kalau begitu Shanum pergi dulu."
Riyanti menganggukan kepala dan menatap nanar punggung Shanum yang berjalan semakin jauh di depan sana sambil menggendong bayinya.
Shanum terus saja berjalan menelusuri permukaan jalan raya yang ramai kendaraan berlalu lalang. Masih merutuki kebodohannya yang mau-mau saja dinikahi pria angkuh dan sombong seperti Dewa bahkan sampai menentang keluarga.
Shanum memutuskan pergi dari rumah karena kedua orang tuanya tidak setuju dirinya menikah dengan Dewa. Shanum yang selalu hidup serba berkecukupan karena orang tuanya kaya raya harus hidup serba pas-pasan setelah menikah dengan Dewa. Dibuang lalu dicampakan seperti sampah pula.
Shanum menatap langit mendung. Sepertinya sebentar lagi hujan akan turun dan benar saja, rintik hujan mulai berjatuhan membasahi bumi dengan sangat deras membuat Shanum terpaksa harus berteduh di halte pinggir jalan yang sudah tidak terpakai.
Buku lain oleh D_Loveliqq
Selebihnya