Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tawanan Mafia Perkasa

Tawanan Mafia Perkasa

Reski muchu Kissky

5.0
Komentar
5
Penayangan
5
Bab

Tangis Karin pecah ketika ia membawa surat kelulusan sekolah namun rumahnya malah berantakan dan dikepung oleh puluhan mafia. Pak Arnold selaku sang ayah berlutut di sebelah pria gagah yang menggunakan pakaian serba hitam beserta kacamata hitam. "Itu putrimu?" ucapnya dengan suara gagah. "Jangan ganggu putriku dia tidak ada sangkut pautnya dengan apapun yang aku lakukan tuan, tolong hukum aku dengan semua kesalahanku tapi jangan usik putriku tuan, Eriko." ucapnya dengan nada memohon. "Tapi aku suka dia dan kamu tetap akan menerima semua ganjaran atas pengkhianatanmu!" Dor! "Papa!" Karin berteriak histeris. Sejak hati itu Karin tak dapat melupakan luka yang terjadi di depan matanya. Namun yang paling membuat ia putus asa dirinya kini menjadi tawanan mafia kelas kakap yang ditakuti semua aliansinya. "Jika mau ibumu berumur panjang, layani aku perempuan jala**!"

Bab 1 Dor!

Pada siang hari yang terik matahari terasa menyengat di atas kepala.

Saat itu Karin Yunita melangkah keluar dari gerbang sekolah dan berdiri di atas jalan beraspal.

Lalu ia segera melambaikan tangan, menyetop sebuah taksi yang lewat.

Kemudian ia segera meloncat ke dalam, merasakan hawa dingin dari AC yang menyambutnya. "Ah, akhirnya," gumamnya lega, sambil duduk nyaman, menatap lalu lintas yang mulai padat di luar jendela.

Saat dalam perjalanan ia menatap surat kelulusan yang ada di tangannya.

"Padahal sudah janji mengambil surat kelulusan sama-sama tapi mama dan papa malah tidak datang." Karin penasaran dengan alasan kedua orang tuanya.

Setibanya di rumah, Karin terkejut melihat keadaan rumah yang berantakan dengan banyak properti yang rusak.

"Ada apa ini?" gumam Karin sambil melangkah lebih dalam.

Lalu langkahnya terhenti saat ia memasuki ruang makan dan melihat beberapa pria tinggi besar dan berotot berkumpul di sana.

"Pergi sana, cepat!" seru Pak Arnold.

Tiba-tiba, ruangan yang semula riuh itu mendadak hening dan semua mata tertuju pada Karin.

"Hiks... apa yang terjadi, Pa? Siapa mereka?" tangis Karin pecah saat ia mendapati rumahnya berantakan dan dikelilingi oleh puluhan mafia.

Tubuhnya kian bergetar, matanya terpaku melihat sosok pak Arnold yang kini berlutut lemah di sebelah seorang pria gagah berpakaian serba hitam, yang gelap kacamatanya menyembunyikan pandangannya.

Napasnya tersengal, jantungnya berdetak kencang seakan berharap apa yang ada di hadapannya hanyalah sebuah mimpi.

"Itu putrimu?" tanyanya dengan suara yang gagah.

"Mohon, tuan, jangan ganggu putriku," suara pak Arnold bergetar, penuh dengan ketakutan namun berusaha keras untuk tetap tenang.

Namun matanya mengemis belas kasihan, wajahnya pucat pasi. "Dia tidak tahu apa-apa tentang perbuatan saya. Hukumlah saya seberat-beratnya, tapi tolong, biarkan dia bebas dari ini semua."

Eriko menarik napas panjang sambil melepas kacamatanya perlahan.

Matanya menelusuri seluruh tubuh Karin, dari ujung kaki hingga ujung kepala, seraya berkata, "Tapi aku suka dia, dia tinggi dan tubuhnya juga bagus, sangat menonjol!" ada semburat kagum yang terlukis jelas di wajahnya.

"Jangan ganggu putriku, tuan." pinta pak Arnold kembali.

Lalu dengan suara tegas dan mata yang menyala oleh amarah, Eriko menatap tajam ke arah pak Arnold. "Aku ingin kalian berdua merasakan ganjaran atas pengkhianatan yang telah kamu perbuat!" ujarnya.

Mendengar ancaman itu Karin menelan ludah, terlihat ketakutan di matanya, sementara pak Arnold hanya bisa menundukkan kepala dengan penuh penyesalan.

Dor!!

Karin membelalakkan mata, terkejut hingga napasnya memburu. "Papa!" teriaknya dengan suara bergetar, lantang hingga menggema di seluruh ruangan.

Kemudian Karin berlari dengan napas tersengal-sengal menuju ayahnya yang terbaring lemah.

Tangannya terulur, melingkari leher ayahnya dengan penuh kasih. "Papa, aku di sini," bisiknya, sambil menahan air mata yang mulai menggenang di matanya.

Ayahnya yang pucat hanya dapat mengangkat tangan, memberikan usapan lemah sebagai balasan.

"Papa, papa!" bibir gadis cantik itu bergetar air matanya bercucuran.

Lalu tangannya mencoba menutupi lubang yang terus mengeluarkan cairan merah dari kening ayahnya.

"Hiks... papa!" Karin memeluk ayahnya.

"Pergi!" ucap pak Arlond dengan suara lirih.

"Aku akan membawanya bersamaku!" kemudian Eriko menarik rambut hitam panjang gadis cantik itu.

"Ayo!" ucapkan dengan suara menakutkan.

"Tidak! Aku nggak mau! Lepaskan aku!" Karin menolak ajakan Eriko sang pemimpin gangster sekaligus mafia Setan Merah.

"Apa kamu ingin berakhir seperti ayahmu? Atau kamu ingin melihat ibumu mengalami nasib yang sama?" ujar Eriko.

"Lebih baik bu**h aku dari pada aku ikut denganmu!" Karin berteriak dengan lantang.

"Dasar perempuan lancang, tidak tahu diri!" Eriko naik pitam karena dirinya ditolak.

Eriko yang pantang di tantang akhirnya menampar wajah Karin dengan keras hingga membuat gadis muda itu pingsan tak sadarkan diri.

"Bereskan semua kekacauan yang ada disini, setelah itu baru kita lelang rumah ini." setelah memberi perintah Eriko mengangkat tubuh Karin lalu meletakkannya di pundak kanannya.

***

Pada malam harinya ketika Karin membuka mata ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan.

Saat kesadarannya mulai utuh ia tersentak karena saat itu dirinya sedang berbaring di atas ranjang berukuran jumbo.

Iapun melihat pantulan dirinya di kaca yang tak jauh dari ranjang.

Ketika Karin duduk ia makin syok saat melihat pantulan dirinya di kaca yang tak jauh dari ranjang.

Saat itu dirinya telah mengenakan lingerie berwarna merah tua.

"Siapa yang memakaikan pakaian mengerikan ini padaku?" Karin malu melihat lekuk tubuhnya sendiri.

Lalu ia yang ingin beranjak dari ranjang tiba-tiba kejutan dengan pintu yang terbuka.

"Haaa!" mata gadis cantik itu membulat sempurna saat melihat ketua mafia datang dengan aura yang menakutkan.

"Kamu sudah bangun?" ucap Eriko seraya melepas dasi yang mengikat di lehernya.

"Lepaskan aku! Aku nggak mau dikurung disini!" Karin turun dari ranjang.

"Sebaiknya kamu jangan macam-macam, aku membiarkanmu hidup hanya karena ingin menikmati tubuhmu, setelah aku bosan dan kamu tetap nggak bisa bersikap baik aku akan mengirimmu ke neraka." Eriko mengancam dan tentunya semua yang ia katakan bukanlah gertakan semata.

"Lebih baik habisi aku sekarang juga karena aku tidak mau memberikan tubuhku pada laki-laki sepertimu! Kamu jahat, kamu bukan manusia karena sudah membun*h papaku!" Karin berulang kali membentak mafia kejam itu.

"Brengs*k! Kamu adalah perempuan pertama yang berani bicara kasar padaku!" Eriko yang murka menggendong paksa si gadis cantik ala bridal style.

Setelah itu ia melempar tubuh ramping gadis itu ke atas ranjang.

Bruk!

"Mulutmu benar-benar pedas aku tidak suka dengan perempuan cerewet, selama ini semua wanita tunduk di kakiku tapi kamu malah berbeda dengan mereka??? Hum!" Eriko menyunggingkan sudut bibirnya kanannya.

Lalu ia melucuti seluruh pakaiannya hingga tubuhnya yang sixpack dan kekar terpampang nyata.

"Pergi!" Karin mengusir mafia kejam itu.

"Jangan mengatur-ngatur aku! Dari tadi kamu sudah menguji kesabaranku, jangan sampai pelatuk pistolku menembus leher dan kepalamu!" pekik Eriko.

Setalah itu Eriko naik ke atas ranjang dengan tubuh yang tidak dibalut sehelai benangpun.

"Tidak, tolong jangan sakiti aku!" Karin mencoba melarikan diri namun pria gagah itu menggenggam kedua tangannya lalu menimpa tubuhnya hingga ia tak dapat kemanapun.

"Hiks! Lepaskan aku! Aku mohon...!" Karin meminta dengan iba.

"Tidak akan sebelum aku bosan." lalu Eriko menyambar bibir manis nan merah muda gadis cantik itu hingga membuatnya tak dapat bernafas lega.

"Um...!" Karin mencoba berontak.

Namun Eriko meremas puncak mangga besar miliknya.

"Hiks... Um...!" gadis itu menangis dalam kegelisahan.

Tubunya ingin menggeliat karena tak tahan menahan sensasi menggelitik di seluruh tubuhnya namun Eriko mengunci ruang geraknya.

Lalu beberapa saat kemudian Eriko melepas ciuman panasnya.

"Haah.. haaah." Karin berulang kali menarik nafas panjang.

Lalu Karin yang belum tenang sudah mendapat goncangan baru karena Eriko si pria perkasa merobek lingerie yang membalut tubuhnya.

Sreeek!!

"Tidak!!!" Karin berteriak histeris.

Iapun mulai terisak namun si mafia kejam tak perduli padanya.

"Jangan!" Karin geleng-geleng kepala.

"Berisik!" Eriko membekap mulut Karin dengan tangannya yang bidang.

Setelah itu mulutnya yang besar melahap puncak mangga besar gadis cantik itu dengan sangat rakus.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku