Hasna, gadis lugu, miskin. Namun, berotak emas yang memiliki kisah cinta dengan Firdaus El Malik yang merupakan kakak kelasnya. Namun, tanpa di sangka teryata sosok Firdaus adalah bagian dari masa lalu Hasna yang tidak bisa membuat mereka bersatu. Sementara itu di sisi lain ada satu hati yang menaruh rasa kepada Hasna, seorang BRANDALAN, ketua Geng montor yang cukup di segani di masanya. Dimana ia harus menaruhkan reputasinya demi cintanya kepada Hasna yang tengah berjuang meraih mimpinya untuk olimpiade sains di Paris. Di dalam novel ini kamu akan di ajak menyelam melihat perjuangan Hasna dengan mimpi dan cinta. Dimana goresan yang belum sembuh kembali tergores dan air mata yang belum kering kembali mengalir. Tantang kelam kehidupan yang membawa kenyataan.
14 tahun yang lalu
ruang 4*8 m itu terasa panas, namun panas itu bukan berasal dari udara atau pemanas ruangan. Melainkan berasal dari sepasang pasutri yang tengah saling mencaci penuh kebencian. Meretakkan janji suci mereka akibat sebuah perselingkuhan.
Sementara itu di sudut sebuah kamar terlihat pemandangan memilukan seorang gadis kecil berusia 3 tahun tengah duduk menekuk kedua lututnya.
tubuh gadis itu bergetar menahan takut, air mata terus mengalir membasahi pipinya sejak 1 jam yang lalu dimana orang tuanya berseteru, dan beberapa kali suara pecahan kaca juga terdengar dari mereka.
Gadis kecil itu mencengkram rambutnya lalu memberanikan diri untuk kluar menuju ruang tamu, tempat di mana orang tuanya beradu mulut.
"Ayah Bunda berhenti." Seraya terisak Gadis kecil itu berjalan keluar dari kamar, menghampiri kedua orang tuanya yang masih kalut dengan emosi, tanpa menyadari ada mahluk kecil tanpa dosa yang menangisi mereka.
"KALAU BEGITU AKU YANG PERGI!" ucap keras seorang lelaki paruh baya yang disusul tangis wanita yang sejak jadi beradu di mulut dengannya.
"kamu mau pergi Mas? kamu nggak mikirin anak kita?" wanita itu berusaha mencekal tangan suaminya berharap sang suami merubah keputusannya, atau setidaknya memikirkan nasib putri kecil mereka.
seketika suasana menjadi hening, lelaki itu memilih diam mematung menahan gejolak emosinya.
"Ayah." dengan langkah gemetar Gadis itu menghampiri ayahnya, cairan bening masih menggenang di pelupuk matanya. Mendengar ucapan sang Ayah seakan menghantam hati kecilnya.
"Ayah jangan pergi," ucap gadis kecil itu yang langsung disambar pelukan hangat dari sang ayah.
"Maafkan ayah nak," ujar Ayah Gadis itu melepaskan pelukannya, lalu mengecup pelan puncak kepala putri kecilnya.
"Maafkan Ayah nak, Ayah harus pergi." dengan mata berkaca-kaca lelaki itu melepas pelukan putrinya dan berlalu pergi di susul deru mobil yang menjauh.
"Ayah....!" teriak gadis kecil itu berusaha mengejar mobil Ayahnya, namun ia terjatuh di pinggir jalan bersama langit yang menumpahkan airnya.
****
"AYAH!" triak Hasna terbangun dari tidurnya, bulir-bulir keringat terlihat mebasahi dahinya. mimpi buruk itu datang lagi membuat Hasna kembali teringat tragedi masa kecilnya. Ini bukan kali pertama Hasna bermimpi kejadian kelam masa kecilnya itu. Hampir setiap malam mimpi itu selalu hadir, membuat Hasna seakan begitu sulit lepas dari luka masa kecilnya.
"Jam 03.00," gumam Hasna melihat jam di sudut dinding kamarnya lalu beranjak untuk mengambil air wudhu.
Setelah selesai berwudhu Hasna segera melaksanakan sholat malamnya, mengadukan segala kelam kehidupannya kepada sang maha pencipta. Mencari ketenangan dalam bait doa.
Setelah selesai bermunajat kepada sang pencipta Hasna segera melipat mukenanya lalu kembali duduk di meja belajarnya, mengulang materi sekolah yang sudah menjadi rutinitas hariannya. Namun, di tengah keasikan belajarnya tiba-tiba saja netra Hasna tertuju pada buku diary pink yang berada bersama tumpukan bukunya. Hasna meraih diary itu lalu membukanya.
Hai Diary..
Hai kenalkan namaku Hasna Azima Azhari, kalian bisa manggil namaku Hasna aku lahir dari dua orang tua yang begitu hebat.
ayah dan bundaku dua malaikat tanpa sayap yang ayah kirimkan kepadaku ...
Allah Maha Baik, aku bersyukur dengan kehidupanku...
keluarga bahagia penuh kecukupan, Ayah hebat dan Bunda yang menyenangkan Aku bangga memiliki mereka terutama ayah...
buku ini adalah hadiah dari ayah, ia bilang buku inilah temanku. Tempat menuangkan segala perasaanku dan jalan merajut mimpiku menjadi seorang penulis seperti yang aku impikan...
Hasna tersenyum menyeka bulir air mata yang menetes membasahi pipinya. 14 tahun yang lalu, saat semua masih terasa indah. Saat Hasna masih mendapat belaian kasih ayah bundanya. Di coretan pertama penuh kebahagian memenuhi diary miliknya. Namun, semua episode indah itu harus pupus saat hari itu tiba. Dimana ia harus kehilangan cinta dua malaikat dalam hidupnya, akibat sebuah perceraian.
Hasna mengusap diary lalu menatap nanar selembar foto kluarganya yang terpajang di meja belajarnya.
"Ayah bunda Hasna rindu kalian," bisik Hasna bersama angin yang meniup pelan membawa kerinduannya.
****
Pagi itu sang mentari bersinar terang, menyinari lembar dedaunan yang saling bergerak mengikuti irama angin yang masuk melalui jendela kamar Hasna. Di mana ia kini tengah sibuk memaut dirinya dengan setelan seragam almamater SMA Avience. Salah satu sekolah yang cukup terkenal dan bergengsi.
"Kayaknya udah deh," gumam Hasna setelah puas dengan penampilannya, kemudian mengambil tasnya dan berlalu kluar dari kamar, menuju ruang makan untuk menemui sosok yang pasti sudah menunggunya.
"Pagi kek," sapa Hasna kepada seorang lelaki tua saat memasuki ruang makan.
Wajah lelaki itu teduh tersenyum saat melihat Cucunya yang baru saja turun dari tangga.
"Pagi juga Nak," jawab lelaki tua itu seraya tersenyum dan kembali asik membaca koran, meneruskan kegiatan yang sempat terjeda saat Hasna menyapa tadi.
Hasna menghentikan langkahnya di depan boks donat buatannya lalu mulai merapikan donat-donatnya yang akan ia jual di kantin sekolah.
"Mau berangkat sekarang nak?" tanya kakek saat melihat Hasna yang sedang sibuk menata donat-donat yang akan ia jual di sekolahan.
"Iya kek, nanti keburu telat," jawab Hasna seraya membawa kranjang donatnya lalu menghampiri kakek.
"Hasna berangkat ya kek, assalamualaikum," ucap Hasna setelah mencium pipi kakek yang juga mencium pipinya.
"Walaikumsalam, hati-hati Nak," ujar kakek seraya tersenyum menatap tubuh kecil Hansa yang mulai menjauh, menyisakan perasaan pilu di hatinya, dimana gadis itu harus ikut berjuang menopang hidupnya dengan berjualan donat. Menepis segala rasa malu dan keinginan masa remajanya.
****
Motor bead milik Hasna mulai memelan saat memasuki halaman SMA Avience, dimana belasan bahkan puluhan mobil mewah berjejer rapi memenuhi parkiran. Jika di nalar memang mustahil dengan keadaan ekonominya Hasna ia bisa masuk ke salah satu SMA elite. Namun, itulah definisi usaha tidak mengkhianati hasil. Dimana SMA elite yang Hasna tempati sekarang adalah buah usahanya mendapat beasiswa.
"Di sini aja lah," gumam Hasna seraya percaya diri memarkirkan motornya di antara mobil-mobil mewah.
"Biarin lah yang penting parkir, sama-sama pakai mesin juga," ucap Hasna acuh seraya berjalan meninggalkan motornya dan menyusuri lorong SMA Avience yang memang begitu luas, menuju kantin di mana ia akan menjajakan donatnya sebelum bel masuk.
****
"Hai guys," sapa Hasna saat baru saja memasuki ruang kelas XI B, dan seketika suasana menjadi hening.
Hasna terdiam mengerucutkan bibirnya melihat teman-teman nya tiba-tiba menjadi diam, hening tanpa suara. Karena biasanya mereka bertingkah begitu random saat pagi hari.
"Kalian kenapa kok di__"
"Ekhem," tanpa Hasna sadari sebuah dehaman serak basah terdengar di belakangnya, membuat Hasna diam mematung. Hasna menarik nafasnya, mengumpulkan mentalnya, lalu menengguk salivanya memberanikan diri untuk menoleh.
"Allahuma Mr. Roy!" Pekik Hasna terkejut saat melihat sosok di belakangnya. Lelaki tabun dengan kumis lebat yang menaik turunkan alisnya. Sebuah id card guru bertuliskan "Mr. Roynaldo Effendi" tertulis jelas di tambah embel-embel bimbingan konseling di bawah namanya.
"Hasna biasaan bikin ramai," desis Mr. Roy seraya menggerakkan kumisnya. Matanya menyipit menatap wajah Hasna.
"Maaf pak," cicit Hasna seraya berjalan kearah bangkunya, menghindari amukan Mr. Roy yang mendapat gelar techer the lion star Avience senior high school.
Mr. Roy hanya terdiam melihat Hasna lalu berjalan menuju kursi kebanggaannya, bersiap memulai materi bahasa inggris yang begitu rumit.
Setelah hampir 2 jam Mr. Roy memberikan materi rumit tentang Opinion, Obligation, and Prohibition, akhirnya bel istirahat berbunyi, menyisakan nafas lega para penghuni kelas termasuk Hasna yang otaknya sudah menolak paham untuk memahami Mr. Roy.
"Akhirnya selesai materinya," gumam Hasna seraya merapikan bukunya lalu menghitung uang yang ia dapat tadi pagi.
"5000, 10.000, 15.000__"
"Hasna!"
Di tangah kesibukan Hasna tiba-tiba sebuah triakan terdengar memotong hitungan Hasna.
Hasna menyipitkan matanya melihat sumber suara yang tidak lain adalah Abila, sahabatnya . Dengan agak kesusahan menahan nafas, Abila yang berbadan gempal melewati cela bangku menuju Hasna.
"Huft!, akhirnya lolos Gua," gumam Abila seraya menghabuskan nafasnya lalu duduk di samping Hasna seraya terengah-engah memejamkan matanya, dan meminum soft drink yang baru ia beli dari kantin.
"Ada apa Bil?" tanya Hasna dan Abila segera membuka matanya teringat tujuannya menemui Hasna.
"Lupa Gua, yok ikut!" jawab Abila tanpa sepatah kata kluar dari mulut Hasna, ia segera menarik Hasna kluar dari dalam kelas.