Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
PEMBUNUHAN DI BALIK LAYAR

PEMBUNUHAN DI BALIK LAYAR

Gelombang Air

5.0
Komentar
10
Penayangan
5
Bab

Seorang sutradara terkenal mulai menerima ancaman pembunuhan selama produksi film barunya. Ketika salah satu aktornya terbunuh di set dengan cara yang sama seperti di skenario, seluruh kru menjadi tersangka. Sutradara harus menyelidiki sebelum menjadi korban berikutnya.

Bab 1 Kegelapan di Balik Layar

Adrian Blake, sutradara ternama dengan reputasi yang tidak tergoyahkan, melangkah dengan penuh percaya diri ke lokasi syuting film terbarunya. Dia dikenal sebagai sosok yang memadukan visi artistik dengan kecerdasan tajam, dan proyek terbarunya, Eclipse of Shadows, adalah salah satu yang paling ambisius dalam kariernya. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menambah berat di bahunya.

Saat matahari pagi menembus langit biru, set film yang terletak di sebuah mansion tua di pinggiran kota tampak sepi dan penuh misteri. Kerumunan kru dan aktor, yang biasanya bersemangat dan penuh energi, tampak lebih diam dan cemas. Adrian menyadari suasana tegang ini tetapi memilih untuk tidak menunjukkan keraguannya.

Dia menghampiri area set, yang telah disiapkan dengan detail yang sangat teliti: lampu, kamera, dan properti yang sesuai dengan setting film. Meskipun segalanya terlihat sempurna, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Pikiran tentang ancaman yang baru-baru ini diterimanya terus menghantuinya.

Ancaman itu datang dalam bentuk surat yang aneh, diselipkan di bawah pintu ruang kerjanya. Surat itu tidak ditandatangani, tetapi isinya sangat jelas: "Kami tahu apa yang kamu rencanakan. Kehidupanmu akan segera berakhir jika kamu melanjutkan proyek ini." Tinta yang digunakan dalam surat itu terlihat pudar, dan tulisan tangan yang mirip dengan tulisan mesin membuatnya merasa lebih menakutkan.

Ketika Adrian membuka rapat produksi pagi ini, dia melihat wajah-wajah yang akrab, tetapi di mata mereka, ada kilatan kecemasan yang sulit untuk dia abaikan. Ia mengumpulkan seluruh tim di ruang rapat dan memberi pengarahan seperti biasa, berusaha untuk tidak menunjukkan ketegangan yang dirasakannya.

"Selamat pagi, semua," kata Adrian dengan suara yang terdengar lebih mantap daripada yang dirasakannya. "Hari ini kita akan memulai syuting adegan penting di ruangan ini. Pastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Ingat, detail adalah kunci."

Setelah rapat selesai, Adrian kembali ke ruang kerjanya dan memeriksa surat itu lagi. Dia menyadari bahwa ancaman itu bukan sekadar lelucon atau ulah fans yang tidak bertanggung jawab. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang mengancam keselamatan mereka semua.

Sementara Adrian berusaha keras untuk tetap fokus pada produksi, dia tidak bisa menghilangkan rasa cemas yang membayangi pikirannya. Dia merasa terjebak antara tanggung jawab sebagai sutradara dan ketidakpastian mengenai keselamatan dirinya dan timnya.

Hari berlalu dengan beberapa kejadian kecil yang tampaknya tidak penting tetapi menambah kekhawatiran Adrian. Salah satu lampu jatuh tanpa alasan yang jelas, dan beberapa anggota kru melaporkan alat yang hilang atau rusak. Semua ini terasa terlalu bertepatan dengan ancaman yang diterimanya.

Malam hari tiba, dan set menjadi sunyi. Adrian memutuskan untuk tinggal lebih lama di set, berharap dapat menemukan sesuatu yang mungkin membantunya memahami ancaman itu. Saat ia berjalan sendirian di koridor mansion yang gelap, dia tidak bisa menahan perasaan bahwa dia sedang diawasi.

Suara langkah kaki yang samar di belakangnya membuat Adrian berhenti sejenak. Dia menoleh ke belakang, tetapi hanya melihat bayangan di bawah cahaya redup. Rasa takut semakin dalam, dan dia menyadari bahwa ketegangan ini mungkin hanya awal dari sesuatu yang lebih menakutkan.

Di tengah-tengah kesunyian malam, Adrian tahu satu hal dengan pasti: dia harus menemukan siapa yang mengancamnya sebelum semuanya terlambat. Jika tidak, proyek filmnya, dan mungkin hidupnya, akan terancam oleh kegelapan yang mengintai di balik layar.

Adrian Blake duduk di ruang kerjanya yang gelap, hanya diterangi oleh lampu meja yang redup. Di meja, tergeletak naskah film Eclipse of Shadows dan beberapa catatan produksi. Dia membaca kembali surat ancaman yang diterimanya, mencoba mencari petunjuk yang bisa menjelaskan siapa pelakunya.

Tiba-tiba, pintu ruang kerjanya diketuk pelan. Adrian mengangkat kepalanya, merasa sedikit terkejut.

"Masuk," serunya, suaranya terdengar agak tegang.

Pintu terbuka, dan asisten sutradara, Laura Miller, melangkah masuk. Laura adalah sosok yang cerdas dan berdedikasi, selalu siap membantu Adrian dengan berbagai masalah di set. Namun, malam ini wajahnya tampak lebih khawatir dari biasanya.

"Adrian, aku pikir aku harus memberitahumu sesuatu," kata Laura, suara tergesa-gesa dan penuh ketegangan.

Adrian menaruh surat di sampingnya dan menatap Laura dengan serius. "Ada apa, Laura?"

Laura mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Tadi malam, aku menemukan sesuatu yang aneh di ruang penyimpanan peralatan. Ada sebuah kotak yang tidak biasanya ada di sana. Aku membukanya dan menemukan beberapa benda yang mencurigakan."

Adrian mengerutkan alisnya. "Apa yang kamu temukan?"

Laura mengeluarkan beberapa foto dari tasnya dan meletakkannya di meja. Foto-foto itu menunjukkan beberapa alat syuting yang rusak, serta benda-benda seperti tali yang tampaknya sudah usang dan sisa-sisa kain yang robek.

"Ini terlihat seperti barang-barang yang sudah lama tidak digunakan. Tapi, lebih aneh lagi, ada sebuah catatan kecil di dalam kotak itu. Ini," Laura menyerahkan catatan itu kepada Adrian.

Adrian membuka catatan kecil itu dan membacanya dengan cepat. Tulisan di catatan itu adalah pesan yang sangat mirip dengan ancaman sebelumnya, tetapi kali ini lebih langsung: "Jika kamu ingin melihat hari esok, berhentilah mencari."

Rasa takut Adrian semakin dalam. "Jadi, menurutmu ini ada hubungannya dengan ancaman yang aku terima?"

Laura mengangguk. "Aku rasa begitu. Aku juga sempat bertanya pada beberapa anggota kru, tapi tidak ada yang tahu tentang kotak itu. Sepertinya seseorang ingin kita melihat ini."

Adrian memandang Laura dengan intens. "Apakah ada yang pernah memperhatikan sesuatu yang tidak biasa di set atau di antara anggota kru?"

Laura menggeleng. "Hanya ada beberapa kebetulan aneh, tapi tidak ada yang cukup signifikan untuk dijadikan bukti. Tapi aku khawatir, Adrian. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kita."

Adrian menghela napas. "Aku juga tidak. Tapi kita tidak bisa membiarkan ketakutan menguasai kita. Kita harus menyelidiki ini dengan hati-hati dan memastikan semua orang di set aman."

Laura menyetujui. "Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"

Adrian berpikir sejenak. "Aku akan berbicara dengan detektif yang ditugaskan untuk kasus ini. Mungkin ada sesuatu yang mereka ketahui yang bisa membantu. Selain itu, aku juga akan memastikan bahwa semua anggota kru dan aktor diperiksa secara menyeluruh. Kita tidak bisa mengambil risiko."

Laura mengangguk. "Baiklah. Aku akan membantu dengan apa pun yang bisa kulakukan. Aku hanya berharap kita bisa menyelesaikan ini sebelum keadaan semakin buruk."

Adrian tersenyum lemah. "Terima kasih, Laura. Aku menghargai dukunganmu. Mari kita pastikan semuanya berjalan lancar."

Laura meninggalkan ruang kerja, meninggalkan Adrian dengan pikiran yang berat. Dia duduk sejenak, merenung tentang langkah-langkah selanjutnya. Suara langkah kaki yang samar-samar terdengar dari luar ruang kerjanya, tetapi ketika dia membuka pintu untuk memeriksanya, tidak ada siapa-siapa di sana.

Sementara Adrian melanjutkan pekerjaannya, suasana di set semakin mencekam. Ancaman yang diterima Adrian bukan hanya sekadar kata-kata kosong. Ini adalah peringatan nyata bahwa kegelapan yang mengintai di balik layar mungkin lebih menakutkan daripada yang pernah dia bayangkan.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gelombang Air

Selebihnya

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Cris Pollalis
5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku