Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
6
Penayangan
5
Bab

Aurora yang datang untuk menyelamatkan sahabatnya itu justru tertuduh sebagai penjahatnya, oleh Erlangga yang tidak lain adalah adiknya dari sang korban. Erlangga menyakiti fisik dan juga batin dari wanita yang ia nikahi hanya untuk sebagai pembalasan dendam saja, tangisan dari Aurora adalah kebahagiaan untuknya, membuat wanita itu ketakutan sesuatu yang menyenangkan baginya. Kekerasan fisik yang selalu dialami oleh Aurora bahkan wanita itu selalu makan makanan basi itu dipaksa oleh Erlangga. Kehamilan Aurora pun tidak dapat meluluhkan hati Erlangga, karena memang tujuannya hanya ingin membuat wanita itu menderita hingga Erlangga dengan begitu kejamnya menginjak perut Aurora hingga kehilangan bayinya. Erlangga bak dihantam sebuah kenyataan saat sang kakak sadar, ternyata bukanlah Aurora yang menyebabkannya koma membuat Erlangga benar-benar menyesal apalagi dirinya lah yang sudah membunuh darah dagingnya sendiri. Penyesalan, itu membuatnya benar-benar merasa bersalah membuat perlahan ia menunjukkan sisi baiknya kepada Aurora. Berusaha untuk menerima jika wanita itu adalah istrinya bahkan ia mulai bertanggung jawab mengenai Aurora dan juga keluarganya hingga akhirnya Erlangga pun jatuh cinta dan berusaha untuk kembali merebut hati Aurora mengajak wanita itu untuk kembali membina rumah tangga bersamanya, tetapi hal itu tidaklah mudah untuk sang wanita karena dia masih memiliki rasa trauma. Namun, Erlangga berjanji dirinya akan terus berusaha agar membuat Aurora yakin kepada dirinya.

Bab 1 Perangkap

"Selamat datang Aurora."

Lelaki bertubuh tegap itu sudah membuka pintu. Membuat Aurora merasa begitu beruntung karena dirinya menikahi lelaki yang tepat, lelaki yang selalu mendahulukannya, lelaki yang begitu humoris, serta laki-laki yang bisa menjadi pemimpin untuk dirinya.

Baru dua hari mereka menikah, dengan penuh keyakinan lelaki itu akhirnya bisa mempersunting Aurora dan mengambil tanggung jawab yang dahulu dipegang oleh ayah sang wanita. Aurora, dirinya langsung saja mengikuti langkah besar sang suami, tangan kanannya langsung menggenggam jemari besar itu, yang terasa begitu hangat saat jemari mereka berdua bersatu.

Sayang sekali, orang tua serta keluarganya tidak bisa mengantarkan Aurora ke rumah sang suami. Jika melihat rumah dari suami putrinya, pasti orang tuanya juga akan merasa begitu senang dan juga yakin jika kehidupan Aurora setelah menikah dengan lelaki itu akan terjamin.

Erlangga, seperti namanya lelaki itu gagah, berkarisma, pasti setiap kaum hawa yang melihatnya akan langsung terpesona karena kerupawanannya itu. Walaupun, memang bukan seorang abdi negara, tetapi tubuh Erlangga benar-benar begitu gagah. Erlangga Adipati, dia seorang yatim piatu sejak kecil. Tidak memiliki keluarga dan dirinya hanya menjalankan bisnis orang tuanya hingga menjadi perusahaan raksasa di negeri ini.

Erlangga memang memiliki seorang kakak, tetapi kakaknya itu dua tahun yang lalu meninggal dunia sehingga lelaki itu memilih untuk segera menikah agar memiliki pasangan dan tempat di mana dia pulang, itulah yang dikatakan Erlangga yang membuat Aurora tidak mampu menolak pinangannya.

"Besar sekali, rumahmu Er," ujar Aurora. Tatapan wanita itu benar-benar begitu terkesima dengan rumah besar milik sang suami.

Hatinya, sangat berbunga-bunga. Senyuman pun tidak pernah lepas dari bibirnya, sampai-sampai ia tidak mengetahui perubahan raut wajah dari lelaki yang sudah meminangnya itu.

Para pelayan yang melihat kedatangan tuannya itu pun langsung bergegas menghampiri mereka, berinisiatif untuk mengambil koper yang dibawa oleh Aurora. Mereka sangat antusias sekali.

"Aurora, bisakan kamu membawanya sendiri?" tanya Erlangga. Erlangga melepaskan genggaman tangan dari Aurora, membuat wanita itu langsung saja menoleh ke arahnya.

Para pelayan yang berniat untuk membantu pun, mereka seketika langsung mengurungkan diri dan memilih untuk menunduk tanpa berani menatap ke arah tuan serta nyonya besarnya itu.

Aurora mengangguk, ia bukan anak manja karena dirinya adalah anak pertama yang sudah terbiasa dalam melakukan hal apapun secara sendiri. Walaupun barang bawaannya banyak dengan satu koper dan sebuah tas, tetapi ia berusaha untuk membawanya sendiri mengikuti langkah besar sang suami dengan senyuman.

"Lewat tangga saja," ujar Erlangga menginterupsi. Lelaki itu sudah berjalan menaiki undakan tangga pertama.

Aurora terdiam. Padahal ia bisa melihat, jika ada lift di dalam rumah ini. Namun, dirinya tetap diam dan mengikuti kemauan dari suaminya itu. Mungkin saja lift sedang bermasalah dan tidak bisa digunakan.

Erlangga tersenyum raja, ia mulai memijak undakan tangga tersebut. Tanpa membawa barang apa pun.

Napas Aurora sudah tersengal-sengal.

Ia sepertinya tidak bisa mengikuti langkah besar dari suaminya. Terlebih lagi Aurora tidak pernah berolahraga membuat dirinya langsung merasa begitu lelah.

"Sayang, apa kamarmu masih sangat jauh? Aku lelah sekali," ujar Aurora pelan. Ia merasa sudah banyak melewati anak tangga.

"Lantai tiga," jawab Erlangga tanpa menoleh sama sekali.

"Kamu jangan manja, segitu saja sudah mengeluh." Mendengar deru napas yang tersengal-sengal dari Aurora pun, tak mampu menggetarkan hatinya.

Erlangga terus saja melanjutkan langkahnya.

"Sayang, aku lelah. Apa kamu tidak mau membantuku?" Aurora akhirnya merengek, ia merasa sudah tidak tahan lagi.

"Aku tidak menyukai wanita manja," ujar Erlangga lagi. Raut wajah lelaki yang karismatik itu, tiba-tiba berubah begitu saja. Bibir yang selalu tersenyum itu, tiba-tiba bisa menggertak Aurora.

Mendengar ucapan dari Erlangga, membuat Aurora tertegun sebentar. Apalagi wajah suaminya yang terlihat berbeda. Namun, lagi dan lagi ia hanya terdiam.

Aurora tidak berkata apa pun lagi. Pikirannya tengah berkecamuk. Mengapa sikap suaminya sangat berbeda? Padahal sebelum menikah semua perkataan dari Erlangga begitu manis. Tak pernah meninggikan suaranya dan selalu bersikap manis.

Aurora kembali melangkah dan berulang kali menyeka keringat di wajahnya.

Mungkinkah karena perjalanan yang jauh hingga membuat lelaki itu lelah dan bersikap acuh. Aurora masih berusaha untuk berpikir positif dan dirinya berusaha untuk bisa menaiki setiap undakan tangga itu.

Entah sudah berpuluh-puluh undakan tangga yang dirinya naiki, tetapi tetap saja belum sampai juga di kamar mereka.

Erlangga sudah membukakan sebuah pintu. Ia menoleh ke belakang dan belum terlihat juga di mana Aurora berada membuat ia mendengus dengan kesal. "Aurora kenapa sekarang kamu seperti kura-kura?" Suara dari Erlangga menggelegar kembali, membuat jantung Aurora deg-degan.

Aurora yang mendengar namanya dipanggil oleh suaminya itu langsung saja bergegas. Bahkan dengan napas yang tersengal-sengal ia berusaha untuk mengerahkan seluruh tenaganya agar bisa sampai. "Maaf maaf ...." Wanita itu mengusap keringatnya dengan tangan.

"Itu kamarmu, bereskan sendiri," ujar Erlangga kembali.

Aurora terperangah, ia tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh suaminya itu, lalu dirinya lantas bertanya kepada Erlangga. "Kamarku? Memangnya kita tidak sekamar? Kenapa itu kamarku memang kamarmu di mana?"

Kenapa suaminya itu menyebut jika ruangan itu adalah kamarnya memangnya mereka tidak tinggal sekamar?

Tawa dari Erlangga akhirnya menggema, ia menertawai gadis polos yang ada di hadapannya tersebut. "Jangan harap kita bisa tidur sekamar Aurora."

Aurora menatap suaminya dengan wajah polosnya itu. Dirinya belum mengerti apa yang diucapkan oleh Erlangga.

"Aku sudah lelah berpura-pura di hadapanmu." Erlangga tidak menyangka jika wanita itu, belum memahami apa yang terjadi. Namun, dirinya merasa begitu bahagia karena akhirnya Aurora bisa masuk ke dalam perangkapnya.

"Kamu tinggal di sini."

Lelaki itu dengan kasar menarik tangan Aurora untuk segera masuk ke ruangan yang penuh debu itu. lalu langsung mendorong tubuhnya hingga sampai terpental ke lantai.

"Kamu jangan berharap menjadi nyonya besar di rumah ini, ini adalah tempat yang cocok untukmu," ungkap Erlangga.

Ruangan penuh debu itu adalah tempat Erlangga, melukis. Namun, sudah lama tidak dirinya gunakan. Hanya menjadi ruangan kosong yang penuh dengan debu dan kenangan suram.

"Apa maksudmu? Kenapa kamu tiba-tiba berubah seperti ini?" tanya Aurora. Dirinya benar-benar belum mengerti apa yang dimaksud oleh suaminya itu. "Ada apa ini?"

Apakah Erlangga tengah mengerjainya? Karena sebelum menikah Erlangga begitu humoris. Namun, menurutnya kali ini lelaki itu benar-benar tidak lucu sama sekali. Apalagi ia sampai terpental di lantai.

"Tidak lucu Er, prankmu kali ini," ungkap Aurora. Wajahnya masih menampakkan reaksi yang begitu polos.

"Bangunlah, Aurora. Apa kamu pikir aku menikahimu karena cinta?" Erlangga menatapnya dengan wajah bengis. Senyum tipis yang semula wanita itu sukai kini justru terlihat menyeramkan. "Jangan bermimpi bisa bahagia di pernikahan ini."

Aurora terkesiap. Padahal, saat awal menikah lelaki itu mengatakan dengan lantang dan juga serius jika dia mencintainya. Tidak mungkin baru dua hari mereka menikah, rasa cinta itu sudah pupus. "Aku tidak mengerti, dengan apa yang kamu katakan Sayang."

"Jangan pernah kamu menyebut

itu. Panggil aku Tuan." Erlangga menatap ke arah Aurora dengan marah. Memperlihatkan wajah aslinya kepada gasis itu.

Erlangga langsung saja, keluar dan melangkah menuju ke arah kamarnya.

Aurora masih terpaku di lantai ia menatap kepergian suaminya tersebut. Dirinya terdiam padahal selama ini ia selalu berusaha untuk bersikap baik kepada siapapun. Dan ia berusaha untuk tidak menyakiti hati siapapun lantas kenapa Erlangga sampai melakukan itu kepadanya kesalahan apa yang sudah ia perbuat?

Akhirnya ia memilih bangkit dan mengejar tubuh Erlangga, setelah dekat ia langsung saja mencekal tangannya. "Aku salah apa kepadamu?" tanya Aurora menuntut.

Erlangga benar-benar tidak sudi jika tubuhnya sampai disentuh oleh Aurora. Ia langsung saja menghempaskan tangan Aurora sampai wanita itu menabrak dinding.

"Sudah kubilang jangan pernah menyentuhku Aurora!" Suara dari Erlangga benar-benar mengintimidasi, siapa saja yang mendengarnya.

Kali ini, setiap perkataan yang keluar dari mulut Erlangga terasa begitu menyakitkan didengar oleh Aurora.

Erlangga, ia memilih untuk mencondongkan tubuhnya ke arah Aurora yang kembali lagi bersimpuh di lantai. "Munafik, bersembunyi di balik wajah polosmu. Namun, hatimu benar-benar busuk!"

Aurora tersenyum ironi, senyum bahagianya langsung saja pupus. Hatinya yang tadi berbunga-bunga, kini layu seketika.

"Kamu lebih kejam daripada seorang psikopat!" seru Erlangga lagi.

Ucapan Erlangga membuat Aurora gemetar ketakutan. Bentakan itu seperti langsung meledak di hatinya.

Setelah mengatakan itu dengan lantang Erlangga segera masuk ke dalam sebuah ruangan membiarkan Aurora yang memeluk dirinya sendiri dan menangis dengan pilu.

"Kesalahan apa yang sudah aku perbuat?" Aurora

tidak mengetahui kesalahan apa yang sudah dirinya perbuat. Ia hanya mampu melihat punggung gagah sang suami, padahal dulu ia mengira tubuh gagah itu akan melindunginya, tetapi justru sekarang tubuh gagah dari Erlangga membuat tubuhnya benar-benar gemetar.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Agil Rizkiani

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku