Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta Tak Terduga

Cinta Tak Terduga

Apokat

5.0
Komentar
12
Penayangan
1
Bab

Guntur Bangun akhirnya jatuh cinta pada Zizi Montana Ananda. Setelah cinta Guntur mencapai puncak, Zizi meninggalkannya karena sebuah insiden terjadi.

Bab 1 Siapa Wanita Itu

Guntur mengendarai mobil sport warna merah yang hanya ada tiga buah di Indonesia. Jelas kalau dia dari kalangan tingkat atas.

Mata mahasiswa berfokus padanya. Begitu Guntur keluar dari mobil, mereka berkerumun, wajah berseri-seri, bahkan membuat pasangan mereka cemburu.

Guntur berjalan menuju fakultasnya. Di depan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), seseorang bertudung jaket biru gelap dan bermasker tidak sengaja menabraknya. Sepertinya orang itu terburu-buru dan segera berlalu. Sementara Guntur masih jatuh duduk di lantai.

"Hei!!!"

"Hei, pergi ke mana kau?" Guntur teriak emosi. Untung saja tidak ada orang di sekitar.

Orang bertudung itu menghentikan langkahnya, balik badan dan membungkuk. "Maafkan saya."

Rambut panjangnya tak sengaja keluar dari tudung jaketnya. Dia wanita. Guntur tidak melepaskannya begitu saja lalu mengejar wanita itu. Namun, wanita itu entah bagaimana hilang dari pandangannya. Larinya cepat sekali tidak seperti wanita umumnya. Wanita yang dapat berlari seperti itu maka pasti seorang atlit, pikir Guntur.

Guntur berpikir tidak perlu mengejarnya lagi, mereka akan bertemu cepat atau lambat. Dia pun kembali melanjutkan ke tempat tujuannya karena kelas akan segera dimulai.

***

Guntur memasuki gedung asrama pria. Lalu dia berdiri di pinggir jendela dan memandang ke luar. Cahaya matahari terbenam yang cantik, tetapi raut wajahnya cuek dan dingin. Tatapannya kosong tapi seperti ada kesedihan.

Tangan kanannya yang lemas memegang sebuah foto wanita.

Gagang pintu itu bergerak, seorang pria menggunakan kacamata masuk. "Guntur, kau sudah kembali? Mana oleh-olehnya?" Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar. "Kau tidak membawa apapun?" Tambahnya.

"Tidak ada."

"Oh," jawab singkat pria itu sembari melempar tas di ranjang. Dia menarik kursi dan duduk setelah mengambil paksa foto wanita cantik dari tangan Guntur.

Sambil menatap foto itu, dia bertanya, "Apakah kau menemukannya?"

Guntur mendesah dan naik ke ranjang seraya kedua tangan bersemayam di belakang kepala. "Menemukannya atau tidak, apakah ada perbedaan? Nyatanya dia telah pergi. Tidak akan pernah kembali lagi..." Dia terpejam merasakan hembusan angin dari jendela yang terbuka.

"Karena dia sudah pergi, sudah waktunya bagimu melupakannya. Bagaimana menurutmu? Apa kau setuju?" Lirik teman Guntur.

Guntur juga melirik, dengan tatapan yang tajam.

"...."

Keheningan dan ketenangan mengancam. Tidak ada suara apapun yang mereka katakan. Hanya terdiam merasakan suasana. Benar juga menurut buku, putus cinta membutuhkan ketenangan jiwa dan hati. Juga seperti badai mengancam kapanpun.

Suasana hening terpecah beberapa menit kemudian.

"Dion, apa kau mengenal seorang atlit wanita?"

"Huh? Ada apa denganmu? Mengapa kau tiba-tiba mengganti topik?"

"Jawab saja aku!" Guntur bangkit.

Kursi berputar setengah putaran berakhir ke arah Guntur. "Baiklah. Jadi... bagaimana ciri-ciri wanita itu?"

"Dia pelari yang sangat cepat!" Guntur berhenti bicara. Sontak membuat Dion melongo.

"Huh? Apa hanya itu saja?"

Guntur menganggukkan kepala.

Dion menghela napas kesal. "Cih! Apa-apaan ini? Kau benar-benar sangat pandai membuat orang kesal."

"Tidakkah kau mengenalnya?"

"Dasar bodoh! Bagaimana caraku tahu kalau kau hanya memberiku jawaban itu."

"Jadi ada wanita yang tidak kau kenal di tempat ini?"

Ucapan Guntur terkesan menyindir sehingga Dion kesal. Dion beranjak berdiri dari kursi dan berkata dengan kesal, "Aku akan menemukan wanita itu! Tunggu saja!"

Dion keluar dari kamar sambil membanting pintu. Guntur menghela napas panjang sembari menutup kedua matanya.

Guntur kembali rebahan setelah ditinggal seorang diri sama temannya. Dia tidur menghadap tembok. Terdapat tulisan di tembok itu.

(G&A)

Sepertinya G adalah nama Guntur. Sedangkan, A kemungkinan nama wanita yang dia dan Dion bahas sebelumnya.

Ekspresi Guntur seketika lembut dan tak lama kemudian dingin. Dia bangun dan mengambil alat potong kuku. Mengunakan bagian tajamnya lalu merusak ukiran inisial tersebut.

Sudah setahun lamanya Guntur mencari "A"

dan tidak bisa menemukannya hingga sekarang. Bahkan ia sudah pergi keluar negeri, mencari si "A" ke tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi.

Dion berdiri di depan gedung asrama pria. Dirinya mendesah kesal karena melihat tingkah Guntur yang menyebalkan. Apalagi mengingat saat Guntur tiba-tiba meminta cuti dari sekolah hanya untuk mencari wanita itu, dia tambah sebal.

Dion membuka ponselnya. Dia membuka sebuah aplikasi. Entah apa yang terjadi sehingga dia hampir membanting ponselnya saat itu juga.

"Dasar bodoh! Wanita itu mendekatinya hanya untuk memanfaatkannya. Tidakkah dia tahu? Dia benar-benar bodoh! Bagaimana dia bisa jatuh cinta kepada wanita seperti itu?"

***

"Zizi, apa kau tahu cara mengerjakan soal ini?"

Zizi Montana Ananda. Adalah wanita yang sebelumnya menabrak Guntur tanpa sengaja di kampus hari ini.

Zizi yang sedang mengeringkan rambut basahnya dengan handuk itu pun berjalan menghampiri sahabatnya. "Emangnya kau sedang mengerjakan apa?"

"Huh?!" Zizi mendelik. "Apa kau bercanda? Bagaimana bisa aku tahu ini?"

(Penyakit putus cinta dapat disembuhkan dengan cinta baru)

Itulah judul buku milik teman sekamar Zizi. Teman Zizi tersenyum menyindir.

"Tidakkah kau ingin mencobanya walau sekali saja?"

Pertanyaannya itu membuat Zizi bergidik ngeri.

Rumus itu ramai dalam kalangan mahasiswa. Tidak ada masalah yang tidak dapat terpecahkan. Cinta ada sebuah perhitungan, seperti rumus dalam keuangan. Semua terkesan seperti cinta itu begitu mudah dan mudah.

"Kau saja sana! Jangan bawa-bawa aku!" Zizi meletakkan handuk dan melemparkan dirinya ke atas ranjang.

"Apa kau sungguh tidak pernah memikirkannya walau hanya sekali?"

"Lufia! Jika kau berkata sedikit saja, aku akan keluar dari sini sekarang!" Zizi mengancam sambil melengos.

Lufia, sahabat Zizi pun diam sembari senyum-senyum tidak karuan. Zizi yang saat itu melirik menjadi malu-malu dan mukanya memerah.

"Memang aku pernah memikirkannya. Tapi cuman sekedar memikirkannya saja. Cuman itu..."

"Jadi... apakah ada pria yang kau suka?" Lufia membalas dengan tersenyum menyindir.

Zizi mengelak. "Tidak! Tidak ada! Mana mungkin..."

"Baiklah, aku mengerti."

"Huh?!" Zizi gagal paham apa yang dimengerti Lufia. Dari tingkah sahabatnya itu, kemungkinan Lufia sedang berpikir yang tidak-tidak. Entah apa yang sedang sahabatnya itu pikirkan sekarang.

"Lufia, jangan tersenyum seperti itu! Kau membuatku tidak nyaman."

"Baiklah. Aku mengerti."

"Sudahlah. Tidak ada ujungnya jika bicara denganmu." Zizi lalu tidur menyamping. "Aku tidak bisa memikirkan pria untuk saat ini. Kau yang paling tahu mengapa."

Lufia berwajah datar. "Ya. Kau benar sekali. Ibumu pasti sangat marah jika mendapatkanmu berhubungan dengan seorang pria. Apakah itu yang kau maksud?"

"Zizi, pernahkah kau bertanya pada ibumu mengapa dia tidak memperbolehkan kau menjalin sebuah hubungan?"

Zizi tidak menyahut. Kedua matanya terpejam. Dalam hatinya, 'Aku tidak berani bertanya pada ibu. Ada kalanya aku ingin bertanya pada ibu. Entah bagaimana... aku tidak bisa bertanya setelah melihat wajah ibu. Walau ibu selalu tersenyum padaku, ada kalanya aku melihat kesedihan yang dalam di matanya.'

'Kapan ibu akan terbuka padaku? Aku ingin ibu membagi bebannya denganku. Walau hanya sekali saja...'

Bersambung.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Apokat

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku