sssss
UDAH GANTI JUDUL YA
ISTRI KEDUA SUGAR DADY.
Nadia sedang berbaring di pelukan Adam sang suami. Adam sangat mencintai Nadia, walau pun mereka belum juga memiliki momongan.
"Mas! Kita harus bicara. Aku ingin bicara penting, tolong dengarkan aku!" Nadia memeluk erat tubuh sang suami.
"Bicaralah, selagi aku tidak melarang mu," sahut Adam seraya membelai lembut kepala sang istri.
"Aku ingin Mas menikah dengan dengan wanita pilihanku ...."
"Apa? Tidak! aku tidak ingin lagi membicarakan hal ini, kau sudah tahu'kan? Kenapa harus menikah sih? Sebaiknya kau adopsi saja anak dari sebuah Panti Asuhan, kita akan merawatnya seperti kita merawat anak kita sendiri, aku tidak ingin meninggalkanmu, apalagi sampai ada wanita lain di rumah ini," takut Adam protes dan kesal dengan rencana sang istri.
"Tapi Mas? Orang yang bisa mewarisi hartamu hanya anak yang terlahir dari darah dagingmu sendiri Mas!"
"Nadia, kenapa kau terus-terusan memikirkan warisan? Kita bisa menyumbangkannya ke panti asuhan kalau kita sudah sama-sama meninggal."
"Mas! Aku tidak ingin melihat Mas sering melamun, aku sering melihat Mas melamun sendirian, aku sudah dinyatakan dokter tidak bisa melahirkan anak, Mas."
"Tapi Nadia, usiaku sudah 45 tahun, mungkin saja aku juga tidak subur lagi karena usiaku yang sudah kadaluarsa," sahutnya lagi.
"Kita akan mencobanya Mas!"
"Nadia!"
"Mas! Aku mohon, aku juga menderita melihat Mas sering melamun seperti itu. Aku tahu perasaan Mas."
"Ah sudahlah, terserah kau saja! Aku memang selalu kalah kalau berdebat denganmu," sahutnya pasrah.
"Jadi Mas setuju?" Nadia tersenyum sumringah.
"Entahlah, kita lihat saja nanti."
Mendengar sahutan sang suami, akhirnya Nadia pun lega.
###
Bruk...
Seseorang mendobrak pintu rumahnya kasar. Hingga pintu rumah kayu itu pun jebol. Naima yang sedang masak di dapur pun kaget dan segera keluar.
"Naima! Mana Ayahmu!?" bentak seseorang bertubuh tinggi besar dan terlihat sangar.
"Pak Bagas? Sebentar, mungkin masih tidur," ucapnya.
Naima pun masuk ke kamar ayah dan ibunya. Namun, Dia tidak menemukan ayahnya. Sang ibu yang hanya bisa terbaring lemah pun menunjuk ke atas meja di pojokan kamar tersebut.
Naima berjalan mendekati meja, dan menemukan secarik kertas. Naima mulai membaca pesan tersebut.
"Naima... kau bayar semua utang-utangku pada mereka, setelah ini, aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi. Selamat tinggal."
Pesan singkat itu pun seakan mampu merobohkan langit ke tujuh dan menimpa dirinya. Sebutir air bening pun menetes di ujung matanya.
"Naima! Mana Ayahmu?" teriak Bagas lagi
Dia berdiri di depan pintu kamar. Menunggu jawaban Naima. Naima pun menjulurkan tangannya, dan menyerahkan secarik kertas tersebut. Bagas sang Bodyguard itu pun membacanya.
Krek krek krek
Bagas merobek kertas itu kasar.
"Heh, lelaki pengecut! kau sudah membacanya 'kan? Kau harus melunasi hutang Ayahmu! dalam satu bulan ke depan, hanya satu bulan!" ucap Bagas geram.
"Emang ..., berapa hutang ayahku?" tanyanya gugup.
"30 juta beserta bunganya!" ucap Bagas.
"30 juta? Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?" pekiknya kaget.
"Terserah, itu urusanmu, ingat! Satu bulan dari sekarang!" ketusnya lagi sambil menepuk pintu kamar keras.
Bagas pun meninggalkan rumah Naima dengan hati dongkol. Sementara Naima mendekati ibunya yang terbaring di atas ranjang lapuk. Naima pun memegangi tangan ibunya dan menciuminya. Air matanya pun menetes tanpa henti.
"Ma... af..kan... I...bu," lirih mama Naima sambil membelai kepala Naima yang bertumpu di sisi ranjangnya.
"Ibu, Ibu tidak salah, ini takdir kita Bu," ucap Naima sambil terisak.
"Naima... Maafkan Ibu," ucap Ibunya lagi terbata-bata.
"Hua...." Akhirnya tangis Naima pecah. Dia tidak bisa membendung kesedihannya.
Naima larut dalam kesedihannya. Hingga tak terasa Dia pun terlambat untuk masuk kerja di sebuah warung makan ternama.
"Bu... Ini makanlah! Aku harus bekerja, maaf, aku nggak bisa nyuapin ibu pagi ini, aku sudah sangat terlambat," ucapnya.
"Iya, Nak, nanti Ibu bisa makan sendiri," sahut Ibunya.
Ibu Naima sudah lama sakit, tubuhnya lemes dan hanya bisa berjalan ngesot. Sang Ayah yang slalu main judi, kadang membawa uang segepok, namun kadang membawa catatan hutang pada rantenir. Dia sangat malas bekerja. Untuk makan sehari-hari hanya mengandalkan gajih Naima yang bekerja di sebuah warung makan ternama di kota itu.
###
"Maaf, aku terlambat," ucap Naima saat datang ke tempat kerjanya.
Brak
"Emangnya warung makan ini punya Bapak Loe! Kau sangat sering terlambat, dan kau pun sering nge-Bon tiap bulan, mau mu apa sih? Kau sudah di izinkan bekerja di sini, namun Kau malah santai-santai saja," ucap Manager warung makan tersebut.
"Maaf Pak," ucap Naima sambil menunduk dalam.
"Besok kalau kau terlambat, maka tidak ada maaf bagimu," ucapnya lagi ketus.
"Baik Pak," sahut Naima. Supervisor itu pun pergi meninggalkan Naima.
Dari jarak yang lumayan dekat, ada sepasang mata, yang sedang memperhatikan Kiara, dan mendengar semua pembicaraan mereka.
"Bu..., Bagaimana kalau gadis itu?" ucap wanita terlihat berkelas dan glowing.
"Menurutku bagus juga, Dia tampak sopan, dan patuh, dan aku mendengar, Dia juga sering ngutang, bukankah itu cocok?" ucap wanita yang terlihat lebih tua.
"Kita akan menanyakan alamat rumahnya dan mendatanginya langsung nanti," ucap sang wanita.
"Iya, Adam sudah tau'kan rencanamu ini? Tapi? Apakah ini tidak jadi masalah di kemudian hari?" ucap sang wanita yang lebih tua.
"Tidak mungkin lah Bu, kita harus punya perjanjian. Ayo Bu, kita makan dulu! setelah ini kita ke kantor Mas Adam," ajak sang anak.
"Baik Nad," ucapnya.
Mereka menikmati hidangan yang ada di hadapan mereka dengan khusus. Hidangan yang sangat banyak dan mereka hanya makan separonya saja. Selesai makan, mereka pun membayar ke kasir.
###
Nadia dan Ibunya sudah sampai di kantor Adam suaminya. Dia pun masuk dan langsung menuju meja suaminya yang sedang duduk santai. Adam pun tersenyum ketika melihat istri yang dicintainya itu datang menemuinya.
"Sayang... ada apa mendadak ke mari?" tanya Adam.
"Nggak papa kok Mas, tadi habis shopping sama mama, aku mau mampir di sini dulu. Bagaimana pekerjaanmu?" tanyanya basa-basi.
"Oh udah selesai kok, apa kau mau pulang bareng aku? atau kita makan siang dulu?" tanya Adam.
"Maaf Mas, aku sudah makan siang sama mama, sehabis shopping laper soalnya," ucapnya.
"Oh baiklah, kalau begitu, bagaimana kalau kita pulang bareng, biar mobil kamu ditinggal di sini, nanti sopir yang ambil," ajak Adam
"Apa pekerjaan Mas Adam sudah selesai?" tanyanya lagi.
"Iya, aku sudah selesai," jawabnya.
"Besok kita makan siang bareng yuk! aku ada sebuah restoran yang recommended banget soalnya," ucap Nadia.
"Boleh, kita janjian di mana besok? Atau kamu ikut ke kantor dulu?" tanya Adam.
"Kita janjian di sana aja, nanti biar aku kasih Sherlock," ucapnya.
"Baiklah, sekarang Ayo kita pulang! aku udah pusing nih, mau dipijitin sama kamu," goda Adam.
Agam, tidak perduli kalau di depannya ada Mama mertua. Karena memang Agam ini sangat romantis dengan istrinya. Dia sangat mencintai istrinya, walau selama ini mereka belum diberi omongan oleh Yang Maha Kuasa.
"Ayo!" ajak Adam.
Adam pun menggandeng tangan istrinya, membukakan pintu dan keluar bersama. mereka melewati semua karyawan yang terlihat menunduk hormat kepada mereka.
Adam sangat romantis dan baik hati. Namun terlihat dingin kepada karyawan. Padahal dia bukan orang yang pemarah dan kasar. Mungkin dia hanya menjaga wibawanya saja sebagai atasan perusahaan tersebut.
"Sayang... besok kita pakai baju yang sama yuk!" ucap Nadia.
"Boleh... kamu pilihkan saja untukku," ucap suaminya.
Adam dan Nadia sudah sampai di parkiran. Mereka berdua memasuki mobil mewah. Tiba-tiba CLARA melihat wanita yang ada di restoran tadi sedang mengendarai motornya dan parkir di samping mobilnya.
"Bukankah ini wanita yang tadi ada di restoran di warung makan tadi? untuk apa dia kemari?" lirih hati Clara.
"Oh sebentar," ucap Adam.
Adam pun turun.
"Ada apa, Mas?" tanya Nadia.
"Aku lupa, tadi aku sudah memesan nasi untuk makan siang, dan mungkin itu orangnya," ucap Adam.
Adam pun turun dan menemui pengantar paket.
"Dia mengantarkan paket Mas Adam? Lihat Ma, bukankah ini sangat kebetulan?" ucap Nadia pada Mamanya. Nadia sambil tersenyum.
"Berapa Mbak?" tanya Adam pada Naima.
"Semuanya Rp.73.000 Pak," ucap Naima.
"Oh ini... kembaliannya ambil saja untukmu," ucap Adam.
"Terima kasih banyak Pak," ucap Naima sambil membungkuk.
Naima pun menunduk, sementara Adam berjalan mendekati mobilnya.
Sampai di mobil, Adam kembali menatap Naima yang menatap ke arahnya. Mereka sama-sama salah tingkah dengan tatapan ke dua mereka.
BERSAMBUNG...
Buku lain oleh Sukses
Selebihnya