Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Baru untuk Ayah Perjaka

Istri Baru untuk Ayah Perjaka

dreamypie

5.0
Komentar
15
Penayangan
2
Bab

Julia mencoba mengulangi nomor telepon yang ada di kontaknya, memastikan apakah rumah yang ia datangi adalah rumah yang benar. Jika tidak benar-benar membutuhkan uang karena ibu-nya sakit, Julia tidak akan hadir atau bahkan muncul di rumah besar yang terlihat tidak berpenghuni ini. Namun, sudah berulang kali nomor yang diberikan oleh ibu-nya itu belum bisa tersambung. Bahkan ia harus berjalan kaki untuk masuk dari ujung gerbang hingga ke rumah ini. Beruntung area perumahan super besar tersebut penuh dengan pepohonan yang sejuk. Dengan langkah pasti ia menekan bel dan masuk, setelah menunggu beberapa waktu pintu yang ada dihadapannya pun terbuka. "Halo.. cari siapa?" tanya-nya bingung. Julia mengejap sebentar, lalu kembali menyodorkan layar ponselnya. "Benar ini rumah Keluarga Adrian?? Aku Julia. Mrs. Adrian.... oh tidak.. tidak. Ibu-ku yang menjadi teman satu komunitas Mrs. Adrian menginfokan untuk datang ke alamat ini, Greece Cluster No 4. Benar kan?" Tanya Julia Kembali.. ia menengok sedikit ke arah gerbang, dan menuliskan angka yang sama. "Hm... aku ke sini untuk menjaga anak berusia 4 tahun selama beberapa waktu...." Jawabnya panjang. Pria itu tidak bergeming dan masih terdiam, ia kemnbali memandang Julia, dan melihat penampilan keseluruhan. Setelah itu Kembali memandangnya. Ya benar! Matanya ada di wajah, tidak ada di tempat lain. "Mmmm...salam kenal" ucapnya berusaha ramah. Namun yang Julia dapat hanya muka datar dan ekspresi yang sama. Tak lama pintu tersebut terbuka, lalu pria itupun masuk dengan santai. "Hm.. jadi kau yang dipilih Mrs. Adrian untuk jadi mama baru Sean..." sebutnya kembali ringan. Ha???? Ma..mama? Maksudnya bagaimana? Ibu-nya bahkan menyuruhnya datang ke sini untuk mengajar seorang anak!

Bab 1 Double Trouble

Julia's POV

Suasana lorong rumah sakit sudah cukup kosong, tidak lagi lalu lalang seperti bulan lalu yang penuh dengan berbagai pasien dan juga keluarga. Selain itu, udara juga sudah memanas dan bubuk dari bunga di musim semi sudah mulai hilang. Mungkin karena sudah memasuki musim panas, sehingga rumah sakit sudah mulai tenang.

Julia sudah menghabiskan waktunya selama hampir 2 bulan, menjaga ibu-nya yang tiba-tiba harus menjalankan operasi dan menyembunyikan bahwa ia sakit tumor ringan dibagian perutnya. Namun walaupun ringan, tetap mengejutkan dan menakutkan bagi Julia.

Jika dirunut, dunia ini berputar secara membosankan baginya. Ia dilahirkan disebuah keluarga sederhana dan tidak terlalu banyak masalah, hingga satuper satu masalah mulai berdatangan. Cocok dengan waktu Dimana dirinya mulai berkembang menjadi seseorang yang dewasa.

Dengan nama Juliana Evans, ayahnya meninggal karena sakit kanker di tahun lalu. Tahun ini tentu menjadi tahun berat lain karena ibu-nya yang tiba-tiba sakit tumor.

Untungnya, hal ini ditangani dengan cepat olehnya. Saat inipun Julia hanya tinggal bersama ibu, setelah kakak laki-lakinya, Aran memutuskan untuk bekerja dan tinggal di kota lain. Namun dengan kondisi ibu yang tiba-tiba masuk rumah sakit dan sakit, beruntung Kak Aran berhasil mendapat izin pindah ke kantor cabang di kotanya.

"Ibu.....sudah kubilang untuk tidak makan buah ini lagi. Kenapa dimakan? nanti batuknya muncul" Jelasnya panjang. Julia kembali mengambil piring buah di-meja berisi buah mangga, Setelah itu ia menukar buah tersebut dengan apel yang sudah dibawanya dari rumah.

"Jadi bagaimana Julia ....mau terima kan?" pertanyaan ini kembali lagi menyerang Julia setelah dua atau mungkin tiga hari tidak muncul.

Sejak kemarin ibunya terus menerus menerornya untuk bekerja di rumah Ibu Adrian. Entahlah ibu Adrian..Adora... entahlah itu siapa, ibu terus mengatakan bahwa itu teman baiknya dan bertemu di komunitas dansa.

Julia memang kekurangan uang karena ia telah mengeluarkan tabungannya untuk pengobatan ibunya. Namun ia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya sekarang sebagai pengisi suara di sebuah agency saat ini. Jadwalnya sangat padat dan saat ini ia sedang memiliki proyek penting yang telah ia tunggu selama 1 tahun lamanya.

Sekarang, ia harus mau untuk mengurus anak berusia 4 tahun secara tiba-tiba. Walaupun jika dilihat memang bayaran yang ditawarkan tidak main-main.

Julia kembali membereskan beberapa piring makan ibu-nya, "ibu... lagipula ibu siapa? Ibu Adrian? Kenapa dia tidak dapat mengurus anaknya? Dia kan ibunya!" Tambahnya pelan.

Tak lama ia merasakan pukulan di lengan atas kirinya, terlihat ibunya menunjukan wajah kesal padanya. "Itu cucunya! Mana mungkin seorang wanita seumur ibu memiliki anak lagi. Ayolah... ibu sudah terlanjur bilang bahwa anak ibu pintar, cantik, intinya berpengalaman dalam mendidik anak!!! Lagipula kau sudah berusia 26 tahun... kenapa harus merasa kikuk dengan anak-anak" Perjelasnya kembali.

Julia hanya menghela nafas panjang "Jadwal kerja-ku bagaimana?" tanya-nya kembali.

"Aih!!! Kau masih mengkhawatirkan jadwal kerjamu? Ibu akan menjelaskan pada Bu Adrian bahwa kau akan datang pada hari Sabtu untuk satu hari penuh, lalu hari selasa dan kamis di sore hari.. Bagaimana?" Tawar ibunya. Julia kembali menggeleng tegas, dan ibunya kembali memukul tangannya.

"Ibu! Kenapa aku harus lelah mengurus anak orang lain... aku saja belum punya anak" tambahnya kembali. Namun ibunya hanya diam tidak menanggapi ucapannya.

Trik lama yang selalu ibu-nya lakukan jika ada hal yang tidak bisa dipenuhi. Jangan ditanya bagaimana sikap ini didapatkan ibunya, bahkan Julia dan kakak laki-lakinya sampai tidak bisa berkata-kata lagi jika ibunya marah.

"Oke! Aku akan coba untuk atur jadwal, namun sejauh ini hanya bisa hari sabtu. Bagaimana?" Sebut nya ringan. Ibunya kembali membuka selimutnya dan bangun dari tempat tidurnya.

"Itu baru anak ibu.. Oke ibu akan kirimkan alamat yang diberikan ibu Adrian. Jadi... besok bisa langsung

dimulai kan?" Julia mencoba membantah, namun ia juga baru ingat bahwa hari ini adalah jumat malam, dan besok jelas hari sabtu.

Batal sudah waktu yang ia tunggu untuk istirahat. Setelah menjaga ibunya 1 minggu penuh dan mengharuskan bekerja di siang harinya, sabtu menjadi waktu yang ia tunggu untuk bisa pulang dan istirahat. Namun mimpi itu harus dikubur dalam-dalam.

Ibunya kembali duduk dengan baik "Selain itu... ehem..ehem.... Kau harus tahu bahwa dirumah ibu Adrian ada anak lelakinya yang istirahat dari pekerjaan, terkadang sabtu terkadang minggu. Jadi hati-hati" Julia kembali mengangguk dengan ringan.

"Selain itu... ajarkan renang dan belajar ya! Ibu tahu kau bisa mengajarkannya, kau kan hebat! Apalagi saat di sekolah dulu hingga ayah-mu sangat senang jika mengambil rapot di sekolah. Hhh jika diingat memang ibu tidak pernah merasakan jadi orang tua yang bangga... selalu ayah-mu yang punya kesempatan" keluhnya kembali.

Julia hanya tersenyum kecil, membiarkan ibunya merasakan perasaan senang dan ditanggapi.

"Iya... untuk itu aku akan mengabulkan permintaan ibu. Besok aku akan datang ke alamat ini, oke? Jadi jangan bawa-bawa ayah yang sudah lama tertidur." ucapnya dalam dan singkat.

Julia tahu bukan waktu dan hal yang tepat membawa ayahnya yang sudah meninggal, namun itu jalan satu-satunya untuk bisa menenangkan ibu-nya.

Setelah memastikan semua lampu mati, ibu-nya telah tidur dan beristirahat dengan baik, Julia meninggalkan ruangan tersebut. Ia memutuskan untuk pulang dan istirahat agar besok bisa mengajarkan anak yang tidak ia kenal dengan baik.

Ruang inap itu berisi dua orang dengan usia yang tidak berbeda jauh dengan ibunya, begitupun perawat yang cukup baik yang membantunya untuk menjaga pasien seperti ibunya yang cukup bawel. Dengan begitu

Julia bisa meninggalkan ibunya dengan tenang setiap harinya untuk bekerja.

Namun saat ini ia harus memikirkan dirinya sendiri, menghadapi hari esok secara tiba-tiba dan bertemu seorang konglomerat yang antah berantah. Sudah pasti Julia tidak boleh mempermalukan ibu-nya yang sudah dengan sembarang memamerkan anaknya sendiri.

Drew's POV

Drew kembali merapihkan beberapa dokumen sebelum memutuskan untuk kembali ke rumah. Sedangkan Mami tidak henti menelepon dan menjelaskan bahwa ia harus libur besok karena akan ada wanita yang datang dan menemani Sean seharian.

Hal yang tidak ia pahami, biasanya saat Nenek lampir itu memutuskan mencari guru, ia tidak pernah sekalipun menyuruh Drew ada dirumah.

Tak lama benar saja ponselnya berdering kembali, tertulis Mami Cantik yang tersimpan di ponselnya dan ia percaya pasti itu ulah Sean atau Mami-nya.

"Sayang.. Jadi bagaimana? Bisa atau tidak besok libur?" tanya-nya kembali.

Sembari melangkah ke lift, Drew memutuskan untuk menggotong beberapa berkas pekerjaanya yang belum selesai dan tentu saja data penting lain. Bahkan walaupun ia menjadi seorang wakil CEO membantu paman-nya, pekerjaannya tak kunjung usai setiap harinya.

"Mam...bahkan aku harus membawa semua pekerjaan ke-rumah karena Mami menyuruhku libur di hari yang seharusnya tidak libur." Keluhnya panjang.

Tak lama suara cekikikan ringan terdengar di telinga-nya. Ia yakin ada sebuah rencana yang sengaja disusun oleh Mami terutama mengenai hari esok.

Tak lama suara lain terdengar dari ponselnya, "Ikuti kata mami-mu. Nanti dia sakit lagi, papi yang repot dan pusing" suara yang dingin dan sayup terdengar dari balik ponselnya. Seperti yang sudah ia tebak, pasti papinya akan mengatakan hal tersebut. Melancarkan rencana yang dimiliki nenek lampir ini.

Nafas panjang keluar dari mulut Drew, namun ia tidak mencoba untuk membantah ibu yang telah membesarkannya itu. Karena hal tersebut tentu saja percuma!

Akan ada rencana dan juga cara-cara lain yang akan disusun oleh Mami, bahkan dengan cara ekstrim sekalipun. "Baiklah! aku akan mencoba untuk libur dan mengerjakan beberapa pekerjaan di rumah. Tidak perlu menggangguku lagi dengan telepon-telepon hantu mu ini." Keluhnya kembali sembari meletakkan beberapa dokumen di bagian belakang mobil.

Tanpa menunggu, Drew juga segera masuk kedalam mobil dan menyalakan mesin mobilnya. Dengan cara ini telepon akan segera ditutup dan Mami tidak akan membiarkan untuk menelepon sembari menyetir pulang ke rumah.

Tak lama suara renyah dan juga tertawa kembali terdengar dari seberang telepon "Baiklah, jika sudah seperti ini, maka kamu tidak bisa pergi kemana-mana lagi! Sudah saatnya kamu terlibat mengurus Sean, bukan Mami lagi. Oh...selain itu jika cocok hadiahnya kamu tidak perlu datang ke semua Blind date yang Mami rencanakan selama ini oke?"

Ha! Betul saja.

Tidak mungkin seorang Drew berhasil menjadi wakil direktur jika tidak mengetahui rencana baik dan buruk yang dimiliki oleh orang lain. "Jadi.. rencana apa yang Mami buat?" tanya-nya kembali singkat. Namun bukan jawaban yang didengar, justru suara telepon terputus secara singkat.

Hah....jelas saja hal ini terlalu mencurigakan. Mami jelas memaksa dirinya untuk libur di tengah pekerjaan yang menumpuk. Apalagi pasti pamannya melaporkan kondisi perusahaan saat ini.

Ditambah lagi jika Drew ingin bertemu dengan guru yang dimaksud, maka Mami berjanji tidak akan memberikan deretan foto dan juga rekomendasi perempuan yang selama ini selalu ia lakukan.

Bahkan penderitaan ini telah ia rasakan selama 4 tahun sejak usianya menginjak angka 26 tahun. Semua ini dilakukannya hanya untuk menceburkan anaknya sendiri ke dunia pernikahan.

"Halo... Sean.. papi akan pulang, tidurlah terlebih dahulu oke?" Tak lama jawaban setuju terdengar dari

Seberang ponselnya. Saat ini jam menunjuk pukul 9.30, jelas ia harus meminta Sean untuk tidak menunggunya. Hari sudah terlalu larut.

Jika dipikir, terlepas dari keinginan Mami untuk segera menikahkan dirinya. Sebenarnya tidak ada keinginan ataupun gejolak untuk bisa meminang seorang wanita dan juga memutuskan untuk memiliki hubungan serius dengan wanita.

Tak heran, bahkan beberapa kali ia mencoba menjalin beberapa kali hubungan dari blind date yang dipilih oleh Mami ataupun orang lain di sekitarnya. Rasanya sudah tidak ada lagi wanita yang membuat Drew tertarik. Ia mencoba untuk menjadi anak yang baik dan mengikuti segala rencana yang diberikan oleh keluarganya.

"Hhhhh lelah..." keluhnya pelan.

Ia mencoba menyetir pelan dan menikmati angin semilir yang masuk, sengaja membuka sedikit jendela mobilnya dan membiarkan angin malam menyapu wajahnya. Cuaca sudah tidak lagi dingin, bahkan cenderung hangat. Jalan saat pulang kantor, terutama sudah semalam ini tentu membantunya dalam berpikir lebih jernih.

Jika dipikirkan baik-baik, bahkan tidak jarang dalam beberapa pengalamannya para wanita yang menyatakan dengan gamblang bahwa ia tidak ingin lagi berhubungan dengan Drew akibat adanya Sean. Mereka hanya mau uang ataupun reputasi yang dimiliki olehnya.

Menginjak usia Drew yang sudah 30 tahun ini, tentu saja hasrat untuk menikah sudah tidak lagi ada bahkan menjalin hubungan atau kenal dengan seorang wanita.

Sesampainya dirumah ia langsung memutuskan untuk memarkir mobil dan juga membawa beberapa dokumen yang telah Ia bawa sebelumnya. Kemudian setelah itu ia langsung membiasakan diri untuk mandi agar bisa melihat Sean yang pasti sudah tertidur di jam yang telah larut seperti ini.

Entahlah menurutnya cukup tidak nyaman meninggalkan Sean setiap hari hingga larut malam. Namun hal ini bisa melakukan tentu saja untuk mendukung pendidikan dan juga yang terbaik untuk Sean. Dengan uang ia dapat memberikan Sean berbagai fasilitas yang ia butuhkan untuk tumbuh berkembang.

Setelah selesai mandi dan juga mengganti pakaian kemudian meletakkan beberapa dokumen di meja kerjanya. Drew memutuskan untuk melihat jagoan kecilnya anak tersebut tidur dengan manis dan tidak rewel, sambil memeluk boneka hiu kesayangannya.

"Benar-benar kau tidak rindu pada papi bukan?" sembari membenahi selimut dan juga beberapa bantal yang digunakan oleh anak tersebut. Sejak usia 2 tahun, Sean sudah bisa tidur dan juga berkegiatan sendiri.

Sembari mengusap rambutnya dan memutuskan untuk memberikan kecupan terakhir, sebelum Akhirnya ia kembali ke meja kerja dan mengurutkan beberapa dokumen yang masih tertunda sebelumnya,

"Selamat tidur jagoan! besok kita akan belajar dan bertemu dengan guru baru ...hmmm atau mungkin papi memiliki feeling bahwa itu ibu baru?!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

Romantis

5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku