/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Wanita berpenampilan sederhana namun tetap tak bisa menyembunyikan paras cantiknya terlihat menunggu lampu hijau berganti merah. Wanita itu dengan tak sabar ingin segera berlari menemui seseorang. Dengan amplop putih di tangannya. Wanita itu terus memandangnya dengan penuh kebahagiaan. Sebentar lagi ia akan mendapatkan impiannya. Ini seperti mimpi baginya. Sedikit lagi ia mampu menggenggamnya.
“Aku tidak sabar ingin memberitahunya.” Wanita itu berbicara dengan dirinya sendiri sambil menatap amplop putih di tangannya.
Waktu telah menghitung mundur. Lampu hijau kini berubah menjadi merah. Banyak pejalan kaki yang berdesakan untuk berebut berjalan di zona Zebra Cross. Tubuhnya yang kurus membuatnya terpontang-panting. Amplop putih yang dipegangnya tanpa sengaja terjatuh. Amplop putih yang sangat berarti untuknya. Wanita itu terlihat menunduk mencarinya. Desakan pejalan kaki membuat amplop putih terus berpindah tempat. Wanita itu terlihat kesulitan mengambilnya. Saat sudah tak terlalu banyak pejalan kaki. Wanita itu akhirnya mendapatkan amplop putihnya.
Amplop putih yang tadinya bersih menjadi kotor. Bukannya langsung menyeberang. Wanita itu terlihat membersihkan amplop putih miliknya dengan mimik sedih. Tanpa ia sadari lampu lalu lintas telah berubah hijau. Ia yang masih berdiri di tengah jalan membuat banyak kendaraan membunyikan klakson.
Setelah menyadari kesalahannya. Wanita itu segera menunduk meminta maaf sebelum akhirnya berjalan meninggalkan jalan raya.
Tanpa wanita itu sadari. Dari tadi terdapat pria misterius yang mengamatinya. Kaca mobilnya yang gelap membuatnya tak terlihat dari luar.
“Kau masih orang yang sama. Hatimu sangat lembut,” ucap pria itu dengan mata yang memandang kepergiannya.
Sudah sangat lama ia tidak tahu kabar wanita itu. Semenjak kematian saudaranya ia harus pindah ke luar negeri. Siapa yang akan mengira. Takdir mempertemukannya kembali meski ia tak yakin wanita itu masih mengenalinya.
“Jalan, Pak.”
*****
Mimik wajah wanita itu masih terlihat sedih saat melihat amplop putihnya yang tak bisa sebersih awal. Ia menyesali kecerobohannya. Untung saja lembaran di dalamnya masih baik-baik saja.
“Kenapa aku ceroboh sekali. Untung saja aku tidak kehilanganmu,” ungkapnya dengan penuh penyesalan.
Setelah memastikan amplop putihnya masih aman. Wanita itu melanjutkan kembali langkahnya. Dengan penuh keyakinan wanita itu memasuki sebuah Cafe. Baru ia membuka pintu Cafe. Ia langsung disambut lambaian tangan seorang pria yang sangat ia cintai. Semenjak kedua orang tuanya yang meninggal dalam kecelakaan. Wanita itu hidup sebatang kara. Saat ini ia hanya memiliki pria itu sebagai keluarganya.
“Vyora!” seru pria itu sambil melambaikan tangan ke arahnya.
Ya, wanita itu bernama Vyora Arabelle. Ia tersenyum dan membalas lambaian pria itu dengan ekspresi bahagianya.
“Apa kau sudah lama menungguku?” tanya Vyora.
“Tidak, aku baru saja datang,” ucapnya.
“Apa yang membuatmu tiba-tiba ingin bertemu denganku? Apa semua baik-baik saja, Vin?” tanya Vyora khawatir pada sosok kekasihnya yang sering dipanggilnya Kevin Diaskara.
Wajah Kevin terlihat murung. Semenjak kedatangannya. Kevin terus menekuk wajahnya.
Vyora memegang lengannya. “Vin, aku sedang bertanya padamu. Apa semuanya baik-baik saja?”
Kevin menghembuskan nafas berat sebelum akhirnya mengangkat wajahnya.
“Aku habis bertengkar dengan papa,” ucapnya.
Saat Kevin mengatakannya. Vyora merasa bersalah padanya. Ini pasti karenanya. Dari dulu orang tua Kevin tak pernah merestui hubungannya. Vyora sempat ingin menyerah. Vyora yang tak ingin memisahkan anak dan orang tuanya. Vyora mengalah. Namun, karena keyakinan dan keteguhan hati Kevin. Akhirnya Vyora tak menyerah begitu saja. Kevin memberinya keyakinan jika nantinya orang tuanya pasti merestuinya.
“Apa karena hubungan kita lagi?” tanya Vyora sedih.
Melihat kesedihan di mata Vyora membuatnya tak tega. Kevin yang sangat mencintainya. Tak mungkin ia ingin melepaskannya begitu saja. Tak ingin membuatnya sedih. Kevin mencoba mengelak. Melihat amplop putih yang dipegangnya. Kevin tampak penasaran.
“Amplop apa itu?” tanya Kevin.
Vyora yang tadinya penuh semangat ingin memberitahunya. Melihat situasi yang tidak baik-baik saja. Tiba-tiba ia ingin mengurungkannya. Ia pikir ini bukan waktu yang tepat memberitahunya. Mungkin ia bisa memberitahunya di lain waktu.
“Ah, ini. Tidak, ini bukan apa-apa. Itu tidak penting.” Vyora segera menyembunyikan amplop putih miliknya di dalam tasnya.
“Kamu tadi belum menjawabku. Apa benar kau bertengkar karena hubungan kita?” Kevin yang tak menjawab membuatnya harus bertanya lagi.
“Kau tidak perlu memikirkannya. Lebih baik kita pesan makanan. Aku sangat lapar.” Tak ingin Vyora yang ke pikiran. Kevin tak ingin membahas lagi permasalahannya.
Mereka memutuskan menyudahi pembicaraannya. Keduanya menikmati makanannya dengan penuh bahagia. Meski di wajah keduanya tak dapat menampik jika mereka masih memikirkannya.
*****
“Maaf, aku tidak bisa mengantarmu.” Kevin sangat menyesali tak bisa mengantar Vyora pulang. Karena dirinya yang tiba-tiba mendapat telepon dari sekretarisnya. Terpaksa ia harus kembali ke perusahaan.
“Tidak apa, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku bisa memesan Taksi,” ucap Vyora.
“Tetap saja aku merasa bersalah padamu. Aku yang mengajakmu bertemu. Tapi, aku harus segera pergi,” sesalnya.
Karena kesibukannya di perusahaan. Membuat Kevin jarang dapat bertemu dengan Vyora. Entah kenapa Kevin mencurigai ayahnya. Bisa saja ayahnya sengaja membuatnya sibuk agar tidak bisa menemui Vyora.
“Aku masih sangat merindukanmu,” ucap Kevin.
Mendengar itu Vyora tersenyum. Tidak hanya Kevin yang merindukannya. Begitu pula dengan dirinya. Ia juga sangat merindukannya. Namun, karena kesibukan sang kekasih. Vyora tak ingin menambah bebannya. Vyora harus bisa memahaminya.
“Beri aku pelukan.” Vyora merentangkan kedua tangannya. Tak lama Kevin datang memeluknya. Keduanya yang merasakan kenyamanan. Mereka terlihat saling tak ingin melepaskan pelukan.
“Kau harus segera pergi,” ucap Vyora meski keduanya masih saling berpelukan. Mereka tampak tak rela melepaskannya.
“Lima menit lagi,” ucap Kevin menenggelamkan pelukannya di leher Vyora.
“Tidak, nanti kau terlambat. Jangan buat papamu marah lagi padamu.”
Mendengar kata yang keluar dari mulut Vyora membuatnya melepaskan pelukannya.
“Baiklah.” Kevin melepaskan pelukannya dengan perasaan berat.
Seperti masih sulit melepaskannya. Perlahan Kevin melepaskan genggaman tangannya padanya.
“Aku pergi?!”
“Ya, hati-hati. Jangan ngebut,” ucap Vyora.
“Em.”
Kevin melambaikan tangannya. Setelah kepergian Kevin. Vyora tampak menekuk wajahnya menyesal. Ia yang tadinya ingin memberitahu kabar baik padanya. Karena waktunya yang tak tepat ia harus mengurungkannya.
Dengan memaksa dirinya tersenyum. “Masih banyak waktu. Aku masih bisa memberitahunya lain kali.”
/0/15487/coverorgin.jpg?v=8a13e1be8079fab7e08afaaa28dc8863&imageMogr2/format/webp)
/0/24665/coverorgin.jpg?v=a18e649a39800399143780954e35dbd1&imageMogr2/format/webp)
/0/30325/coverorgin.jpg?v=e6674cb1c8d1bd7fdda14072fb08a3ab&imageMogr2/format/webp)
/0/17119/coverorgin.jpg?v=73661def9a299c57658e64aedfbdf6f5&imageMogr2/format/webp)
/0/3905/coverorgin.jpg?v=80685fced6d4403a026d3d4bb7660cff&imageMogr2/format/webp)
/0/30628/coverorgin.jpg?v=dda731e13e8af975c20a6d366c2f4586&imageMogr2/format/webp)
/0/16559/coverorgin.jpg?v=e2071e6c7a02478e542e0f7ba23df599&imageMogr2/format/webp)
/0/28653/coverorgin.jpg?v=4f477156a4117dcd43622329613b127a&imageMogr2/format/webp)
/0/28977/coverorgin.jpg?v=02e25489647ffe1022de9426337f759a&imageMogr2/format/webp)
/0/18040/coverorgin.jpg?v=102fa469860503835501d205a0d6f199&imageMogr2/format/webp)
/0/19023/coverorgin.jpg?v=20240806090119&imageMogr2/format/webp)
/0/24216/coverorgin.jpg?v=2947d09921e477a3d573a773a8ae9132&imageMogr2/format/webp)
/0/4719/coverorgin.jpg?v=fc25b76c1d502f9d28df8a3d710735a0&imageMogr2/format/webp)
/0/13204/coverorgin.jpg?v=3affc6e83d29d46f1fb1f9f98f89a743&imageMogr2/format/webp)
/0/2924/coverorgin.jpg?v=e04338abf21ffe69c7f334fed521390c&imageMogr2/format/webp)
/0/5360/coverorgin.jpg?v=62bd91f4a9813a16945cda2b0151a6ec&imageMogr2/format/webp)
/0/14672/coverorgin.jpg?v=3a1589c2904e7cb10d4aa31536b5e4cb&imageMogr2/format/webp)
/0/27627/coverorgin.jpg?v=cceed6c9095742d7fde0699b0a5f3796&imageMogr2/format/webp)
/0/17472/coverorgin.jpg?v=0f8e7448c85466b72ec61a947bc22be7&imageMogr2/format/webp)