/0/28977/coverbig.jpg?v=20251204202450&imageMogr2/format/webp)
Ada banyak orang yang mencoba menarik perhatiannya, tapi tidak satu pun yang berhasil menembus dinding hatinya. Hingga suatu malam, di sebuah pesta megah yang dipenuhi lampu gemerlap dan musik berdentum, matanya tertumbuk pada seorang gadis yang menari dengan liar dan penuh semangat di tengah keramaian. Zayden Alaric Veyra, pemuda tampan yang namanya kini menjadi buah bibir di kalangan pebisnis dan investor. Meski masih muda, ia telah berhasil memperluas kerajaan bisnisnya hingga ke luar negeri, memikat semua orang dengan kepintaran dan ketajaman strateginya. Banyak yang mengagumi wajah tampan dan ketegasan sikapnya, namun tidak ada satu pun yang tahu bahwa di balik semua itu, Zayden adalah sosok yang ditakuti di dunia gelap-pemimpin sebuah organisasi kriminal internasional dengan julukan 'Raven'. Tubuhnya tinggi dan atletis, rahang tegasnya menandakan keteguhan, sementara sorot matanya yang dingin mampu menembus kebohongan siapapun. Wanita-wanita cantik telah ia rangkul dalam berbagai malam yang singkat, tapi hatinya tetap kosong. Hingga malam itu, di tengah musik yang memekakkan telinga dan lampu yang menari-nari di sekelilingnya, ia merasakan sesuatu yang berbeda ketika melihat gadis itu. Gadis itu, dengan rambut hitam panjang yang tergerai dan mata yang berkilau penuh misteri, tampak bebas, mengekspresikan dirinya di lantai dansa seakan dunia miliknya sendiri. Ia memiliki aura yang tak bisa dijelaskan, dan Zayden merasa hatinya ditarik tanpa bisa menolaknya. Namun kenyataannya, keduanya sama-sama menyembunyikan identitas asli mereka. Gadis itu, yang dikenal di lingkaran tertentu sebagai Kaela Seraphine, bukan sekadar pengunjung pesta biasa. Ia juga berasal dari dunia gelap yang sama dengan Zayden. Tidak ada yang tahu bahwa Kaela tengah menjalankan misi untuk memburu sosok yang selama ini dikenal sebagai 'Raven'-dan Zayden-lah targetnya. Takdir mempermainkan mereka ketika suatu misi membawa mereka bersua tanpa sengaja. Kejar-kejaran, konfrontasi, dan kebenaran yang perlahan terbuka membuat keduanya berada di persimpangan yang rumit: di satu sisi mereka sudah merasakan getaran perasaan yang nyata; di sisi lain, dunia mereka memaksa mereka untuk saling membunuh. Bagaimana jika rasa ketertarikan dan rahasia gelap ini bertabrakan? Akankah mereka menyerah pada perasaan ataukah identitas mereka akan menghancurkan segalanya sebelum sempat memulai?
Lampu kristal di aula pesta memantulkan cahaya keemasan yang berpendar, menimbulkan ilusi bahwa ruangan itu hampir melayang di udara. Musik elektronik berdentum, mengisi setiap sudut dengan getaran yang membuat lantai kayu bergoyang. Para tamu berpakaian mewah bergerak luwes, menikmati malam yang dipenuhi tawa, anggur mahal, dan bisik-bisik bisnis.
Di antara semua itu, Zayden Alaric Veyra berdiri di dekat bar, menyesap Scotch tua yang diambil dengan tangan tegasnya. Tubuhnya tinggi, tegap, dan aura yang mengelilinginya membuat orang-orang secara instingtif memberi ruang. Sorot matanya yang tajam mengamati sekeliling, tidak tertarik dengan percakapan kosong atau senyum yang hanya dibuat-buat. Semua orang mengagumi ketampanannya, namun tidak ada satu pun yang bisa menembus tembok yang ia bangun di hatinya.
"Zayden," sapa seorang pria dengan jas hitam rapi, wajahnya memancarkan kagum. "Kamu benar-benar membuat semua orang terkagum. Kontrak terbaru di Eropa... wow."
Zayden hanya mengangguk tipis, tanpa tersenyum. "Itu bisnis, bukan pameran seni. Fokus mereka pada angka lebih besar daripada saya." Suaranya rendah, tegas, namun tersimpan sesuatu yang sulit dijelaskan-ketenangan yang sekaligus menakutkan.
Pria itu tersenyum kikuk dan mundur, meninggalkan Zayden yang kembali menatap ruangan. Mata birunya menembus keramaian, tanpa sengaja berhenti pada seorang gadis yang bergerak di lantai dansa.
Dia berbeda.
Bukan karena pakaian atau kecantikan yang biasa dipuji dalam majalah, tapi karena aura yang ia pancarkan-bebas, liar, dan... mengundang rasa penasaran. Rambut hitamnya tergerai, berkilau di bawah sorot lampu, tubuhnya bergerak mengikuti musik seakan setiap gerakan memiliki ritme sendiri. Senyum tipisnya kadang muncul, seolah menyimpan rahasia yang hanya ia tahu.
Zayden menelan ludahnya tanpa sadar. Selama ini, banyak wanita datang dan pergi-senyum manis, kata-kata manja, malam-malam yang tak berkesudahan-namun tidak ada satu pun yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Kali ini berbeda.
Di sisi lain aula, Kaela Seraphine menari di tengah kerumunan. Tubuhnya lentur, langkahnya seirama dengan dentuman bass. Ia selalu menikmati momen seperti ini, menyusup di tengah dunia yang glamor, namun tetap menjadi dirinya sendiri. Tetapi malam ini, sesuatu membuatnya berhenti sejenak.
Matanya bertemu dengan pria di bar. Tinggi, tegap, dan wajahnya... berbeda. Ada sesuatu di matanya yang membuatnya ingin berhati-hati, tapi juga sulit untuk tidak terpesona. Ia mengangkat alis tipisnya, menantang, namun tidak sekaligus menyerah pada rasa penasaran yang muncul.
Tak ada yang tahu, Kaela dan Zayden sama-sama menyembunyikan identitas asli mereka. Di mata dunia, mereka hanya dua sosok muda yang sukses-satu pewaris bisnis internasional, satu gadis malam yang menari untuk melepas lelah. Namun di dunia gelap, mereka adalah predator yang saling mengincar: Zayden sebagai pemimpin kriminal 'Raven', Kaela sebagai pemburu yang telah lama mengejar sosok itu.
Seketika musik berubah, beat semakin cepat, dan Kaela bergerak lebih liar lagi. Zayden menegakkan punggungnya, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Setiap langkahnya, setiap ayunan rambutnya, seakan magnet yang menarik perhatian pria itu.
Tanpa sadar, ia melangkah ke arah lantai dansa. Tidak ada rencana, tidak ada niat, hanya rasa penasaran yang menguasai dirinya. Kaela menyadari pria itu datang, tapi alih-alih mundur, ia tersenyum tipis, menggoda, sambil menyesuaikan gerakan tarinya.
"Menari sendirian?" suara Zayden terdengar di dekatnya, rendah dan bergetar, membuat Kaela berhenti sejenak dan menoleh.
"Tidak," jawab Kaela, suaranya ringan tapi tegas. "Saya menikmati diri saya sendiri. Tapi kamu... tampaknya bosan di sana?" Ia menunjuk ke bar dengan kepala.
Zayden mengangkat sudut bibirnya tipis. "Mungkin. Tapi melihatmu menari, membuatku berpikir untuk ikut bergabung."
Kaela tertawa, suara yang lembut namun tajam seperti bel kaca pecah. "Berani mencoba?" tanyanya sambil menyingkirkan sedikit ruang, memberi Zayden tempat untuk menempelkan langkahnya ke ritme musik.
Dan malam itu, mereka menari.
Bukan tarian biasa-ini adalah permainan. Tarian mereka seolah berbicara tanpa kata: ketertarikan, rasa penasaran, dan sedikit tantangan. Zayden merasakan getaran di dadanya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Kaela, meski sadar setiap gerakannya diperhitungkan, tidak bisa menolak ketegangan yang muncul saat berdiri begitu dekat dengan pria itu.
Namun di balik semua itu, kedua hati mereka tahu bahwa rahasia mereka bisa menghancurkan segalanya. Zayden tidak tahu bahwa gadis yang kini membuatnya terpesona adalah pemburu yang selama ini mengejar 'Raven'. Kaela tidak menyadari bahwa pria di depannya adalah targetnya sendiri.
Tarian itu berhenti sejenak saat musik berganti, dan Zayden menatap mata Kaela lebih lama. "Kamu... berbeda," katanya, jujur tanpa disadari.
Kaela tersenyum, tetapi matanya menahan sesuatu yang lebih gelap. "Mungkin begitu," jawabnya. "Tapi berbeda tidak selalu berarti baik."
Zayden menelan ludahnya, menyadari ada kebenaran dalam kata-katanya, namun ia merasa tak bisa mundur. Malam itu, ada sesuatu yang menautkan mereka-tarikan magnetik yang berbahaya.
Waktu berjalan, pesta terus berlanjut, tapi bagi mereka, dunia di sekitar terasa lenyap. Hanya ada dentuman musik, cahaya lampu, dan keberadaan satu sama lain.
Ketika akhirnya mereka duduk di sudut balkon, jauh dari keramaian, Zayden menatap Kaela, menilai setiap ekspresi, setiap gerakan kecil. "Siapa namamu?" tanyanya akhirnya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya.
"Kaela," jawabnya singkat, sambil menatap jauh ke kota yang berpendar di bawah. "Dan kamu?"
"Zayden," jawabnya. Nama itu terasa ringan di lidah, namun memiliki bobot yang tak disadarinya.
Ada keheningan di antara mereka. Tidak canggung, tapi penuh dengan ketegangan yang sulit dijelaskan. Mata mereka saling menatap, seolah membaca rahasia satu sama lain, meski tidak ada yang diucapkan.
Kaela tahu, malam ini bisa menjadi awal atau akhir dari sesuatu yang berbahaya. Zayden tahu, hatinya tidak pernah secepat ini berdetak untuk siapapun sebelumnya.
Namun keduanya tidak menyadari satu hal: rahasia mereka terlalu besar untuk diabaikan. Satu kesalahan kecil, satu kata yang salah, bisa mengubah semua yang ada menjadi kehancuran.
Dan di balik kota yang berpendar itu, dunia gelap menunggu. Raven bergerak di bawah bayang-bayang, dan pemburu yang licik terus mencari mangsanya. Malam ini hanyalah permulaan.
Ketika mereka akhirnya berpisah di pintu keluar pesta, Zayden menatap Kaela pergi, merasa ada sesuatu yang hilang begitu ia meninggalkan pandangan gadis itu. Kaela menoleh sekejap, senyum tipis masih tersungging di bibirnya, tapi di matanya ada ketegangan yang tersembunyi.
Satu hal jelas bagi keduanya: mereka telah menemukan sesuatu yang tidak mereka sadari-satu sama lain. Dan tidak ada yang tahu ke mana garis takdir itu akan membawa mereka.
Kota malam itu terlihat seperti labirin cahaya dan bayangan. Lampu jalan memantulkan warna oranye keemasan di trotoar basah karena hujan ringan, sementara kendaraan berlalu-lalang meninggalkan jejak cahaya di udara. Kaela berdiri di atas atap gedung, mantel hitamnya menempel pada tubuh rampingnya, rambutnya yang basah tertiup angin. Ia mengamati jalanan di bawah, menunggu target berikutnya.
Ini bukan lagi pesta glamor dengan musik dan lampu kristal. Dunia yang ia geluti sekarang adalah bayangan gelap yang hanya diketahui sedikit orang-dunia penuh intrik, pengkhianatan, dan nyawa yang bisa terenggut dalam hitungan detik. Kaela menghela napas, menarik pistol kecil dari dalam mantel, dan memeriksa kembali senjatanya. Setiap detik berarti. Setiap gerakan salah bisa membahayakan misi.
Di sisi lain kota, Zayden berada di kantor penthouse-nya. Gedung itu menjorok ke langit seperti tombak kaca dan baja, seakan menantang awan. Ia menatap layar monitor besar, menelaah grafik dan laporan dari anak buahnya yang tersebar di berbagai negara. Namun pikirannya tidak fokus. Malam itu, wajah Kaela terus muncul di benaknya, membuatnya merasa tidak nyaman sekaligus penasaran.
Dia menutup laptop dengan sedikit frustrasi. "Fokus, Zayden," gumamnya sendiri. Tapi hatinya menolak menuruti perintah itu. Ada getaran yang aneh ketika memikirkan gadis itu-perasaan yang tidak pernah ia alami.
Sementara itu, Kaela bergerak lincah di antara gedung-gedung, melompat dari atap ke atap dengan cekatan. Ia memiliki informasi penting: seorang anggota baru dari kelompok kriminal 'Raven' akan melakukan transaksi di gudang tua dekat pelabuhan. Ini adalah kesempatan untuk mendapatkan petunjuk tentang pemimpin yang selama ini ia incar.
Ketika ia turun di lantai gudang, suara langkahnya nyaris tak terdengar. Lampu temaram menggantung di atas, memantulkan bayangan besar di dinding. Beberapa pria bersenjata sedang menunggu, tidak menyadari bahwa Kaela sudah berada di sana.
Ia mengatur napas, kemudian bergerak cepat. Tangan kanannya menahan pistol, tangan kiri siap menahan siapa pun yang mencoba menyerangnya. "Ini akan selesai malam ini," gumamnya dalam hati.
Sementara itu, Zayden menerima telepon mendadak dari salah satu bawahannya. "Pak, ada laporan mencurigakan di pelabuhan," suara itu terdengar terburu-buru. "Seorang wanita terlihat memantau anggota baru kami."
Zayden menegakkan punggungnya, jantungnya sedikit berdebar. Ada sesuatu yang familiar dalam cara laporan itu dikatakan. Tanpa berpikir panjang, ia mengambil jaket kulit hitam dan keluar dari penthouse, menuju mobil hitamnya yang menunggu di bawah.
Di gudang, Kaela sudah beraksi. Ia menunduk di balik kotak-kotak kayu, mengamati gerakan targetnya. Pria itu sedang menyiapkan paket, tidak menyadari bahwa seorang bayangan gelap lain sudah mendekat. Saat ia mengangkat pistol, seorang pria bertubuh tinggi muncul dari sisi lain gudang, dengan langkah mantap dan cepat.
Zayden.
Kaela tersentak sejenak, menahan napas. Rasanya seperti waktu berhenti. Pria itu berdiri di tengah gudang, mata tajam menelusuri setiap sudut. Aura yang ia rasakan dulu di pesta kini memancar lebih kuat, namun kini ada ancaman nyata di antara mereka.
"Siapa kamu?" suara Kaela terdengar tegas, tetapi ia menahan diri untuk tidak menembak. Instingnya mengatakan bahwa pria ini bukan sekadar orang biasa.
Zayden menatapnya, alisnya sedikit terangkat. "Sepertinya kita memiliki tujuan yang sama malam ini," katanya. Tapi nada suaranya... ada peringatan tersembunyi di balik ketenangan itu.
Kaela bergerak mundur, mencari posisi yang lebih aman. Ia harus tetap waspada, tapi hatinya menolak percaya pada perasaan yang muncul tiba-tiba. "Jangan ikut campur," kata Kaela, suaranya tegas. "Ini urusan saya."
Zayden melangkah maju, tubuhnya seperti magnet yang menekan ruang di sekitarnya. "Aku tidak bisa hanya menonton. Jika ada orang yang mengancam bisnisku... aku turun tangan." Suara itu rendah tapi mengandung kekuatan yang membuat Kaela hampir tersentak.
Detik berikutnya, suasana menjadi kacau. Anggota baru kelompok kriminal itu menyadari kehadiran mereka, menembakkan senjata. Kaela bergerak cepat, menghindar di balik kotak kayu, sambil menembakkan beberapa tembakan terkontrol. Zayden, dengan kecepatan dan ketepatan yang mematikan, menetralkan beberapa musuh. Gerakan mereka sinkron tanpa sadar, seperti dua sisi dari satu koin.
Dalam kekacauan itu, pandangan mereka bertemu beberapa kali. Ada sesuatu yang tidak bisa mereka jelaskan-getaran yang sama, rasa saling mengerti, bahkan di tengah tembakan dan ledakan adrenalin.
Ketika asap mereda, Kaela menatap Zayden. "Kamu... kenapa ada di sini?" tanyanya, hampir tidak percaya.
Zayden tersenyum tipis, sedikit menyeringai. "Aku juga bertanya hal yang sama. Sepertinya kita terlalu sering berada di tempat yang sama," katanya. Nada itu penuh sarkasme, tapi ada rasa penasaran yang jelas.
Kaela mengerutkan dahi. Ia harus tetap fokus. "Kalau kau menghalangi misiku... aku tidak akan menahan diri."
Zayden mendekat satu langkah, matanya tajam menilai setiap ekspresi Kaela. "Aku bukan orang yang bisa kau tangani begitu saja. Kau mungkin pemburu... tapi aku juga predator," katanya rendah, dan Kaela merasakan ada ancaman yang jelas dalam kata-kata itu.
Mereka berdua terdiam sejenak, napas mereka tersengal karena adrenalin. Di luar gudang, suara sirene polisi mulai terdengar. Sesuatu telah membocorkan lokasi mereka. Kaela menatap Zayden, ragu. "Kita harus pergi," katanya, setengah memerintah, setengah meminta.
Zayden menatapnya dalam-dalam. "Kita bisa keluar bersama... atau bertarung satu sama lain nanti," katanya. Ada senyum tipis di sudut bibirnya, tapi matanya serius.
Mereka memutuskan untuk bergerak bersamaan. Lompatan demi lompatan di atap gedung, masuk ke lorong gelap, menembus hujan yang semakin deras. Selama itu, Kaela tidak bisa menahan perasaan aneh yang terus muncul: ketertarikan, rasa penasaran, dan kekhawatiran yang tidak ia sadari. Zayden juga merasakan hal yang sama, tapi ia tahu terlalu banyak yang dipertaruhkan.
Ketika akhirnya mereka sampai di jalanan sepi, basah dan berkilau oleh hujan, Kaela menatap Zayden dengan hati-hati. "Kau... aneh," katanya singkat.
Zayden tersenyum tipis. "Dan kau lebih berbahaya daripada yang kukira."
Keduanya tertawa tipis, meskipun tegang. Ada ikatan baru yang muncul, sulit dijelaskan, meskipun masing-masing tahu bahwa rahasia mereka bisa menghancurkan semuanya.
Namun twist terbesar malam itu belum terungkap. Saat Zayden menoleh sebentar ke salah satu gang gelap untuk memastikan mereka aman, sebuah pesan terenkripsi muncul di ponselnya. Dengan satu kalimat:
"Kaela Seraphine adalah ancaman terbesar. Hancurkan atau kau akan kalah."
Zayden menatap layar, jantungnya berdetak lebih cepat daripada yang ia akui. Ia tahu satu hal: gadis yang selama ini membuatnya penasaran bukan sekadar target biasa. Dan Kaela, di sisi lain, sedang mengirimkan data dari sensor yang ia pasang di gudang-tanpa ia sadari, data itu sudah terekam oleh orang-orang yang selama ini mengincarnya.
Malam itu bukan hanya pertarungan fisik. Ini adalah awal dari permainan berbahaya, di mana perasaan dan rahasia akan saling bertabrakan. Dan yang paling menakutkan: mereka mungkin sudah terjebak dalam perang yang tidak bisa dimenangkan, karena satu dari mereka harus berkhianat-atau kehilangan nyawa.
Bab 1 menikmati malam yang dipenuhi tawa
24/10/2025
Bab 2 instingnya mengatakan sesuatu yang berbahaya
24/10/2025
Bab 3 meninggalkan gedung
24/10/2025
Bab 4 foto seorang anak perempuan kecil
24/10/2025
Bab 5 Kau datang tanpa memberitahu
24/10/2025
Bab 6 Dia baru saja lolos dari jebakan
24/10/2025
Bab 7 menangis di tengah ruangan
24/10/2025
Bab 8 ada sesuatu di aura pria itu yang membuat tubuh Callista merinding
24/10/2025
Bab 9 kepercayaan diri
24/10/2025
Bab 10 menahan rasa cemas
24/10/2025
Bab 11 Kau bukan manusia biasa
24/10/2025
Bab 12 memikirkan rencana
24/10/2025
Bab 13 Aura gelap yang semalam tampak samar
24/10/2025
Bab 14 Di ruang latihan
24/10/2025
Bab 15 Tahan energi kalian!
24/10/2025
Bab 16 Rasa takut
24/10/2025
Bab 17 Bagaimana jika aku gagal
24/10/2025
Bab 18 membuktikan sesuatu malam ini
24/10/2025
Bab 19 lebih licik
24/10/2025
Bab 20 membahayakan teman-teman
24/10/2025
Bab 21 rencana
24/10/2025
Bab 22 perasaan yang selalu hadi
24/10/2025
Bab 23 Apapun yang terjadi
24/10/2025
Buku lain oleh Yayat Supriyatna
Selebihnya