Mohon perhatikan umur sebelum membaca. Cerita mengandung adegan dewasa 21+ Kecerobohan Lily yang lupa mengunci pintu kamar, membuat teman baiknya, yakni Deron si laki-laki dingin itu justru berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan Deron tak ragu untuk menawarkan sesuatu yang menguntungkan. Namun, bagaimana jika yang ditawarkan Deron bukan seperti yang ada di pikiran Lily? Apakah Lily sanggup melakukannya?
Deron yang lelah setelah pulang kerja ingin cepat-cepat beristirahat. Ia juga tak berniat bersih-bersih badan, karena tak sabar merebahkan diri di ranjang.
Akan tetapi, ketika hendak masuk ke dalam kamar tidur, Deron mendapati pemandangan yang tak pernah dilihat secara langsung, yaitu seluruh tubuh wanita.
Pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat mampu mempertontonkan Lily tengah menggosok kain handuk ke seluruh tubuh. Ia bisa melihat dengan jelas lekuk dan bagian privasi tubuh sahabatnya.
"Jangan salahin aku kalau kakiku mendadak kaku," lirih Deron yang tak berkedip. Ia justru menelusuri tubuh polos Lily dengan tatapan kagumnya.
Tangan pun tak tinggal diam, entah mengapa ia ingin mengabaikan momen ini ke dalam rekaman video. Ya, diam-diam kamera ponselnya dinyalakan.
Beberapa saat mengeringkan tubuh dengan handuk, Lily yang hendak mengambil pakaian di dalam koper seketika terkejut begitu menyadari ada sosok yang berdiri di depan pintu.
"DERON ...! Tutup pintunya!" teriak Lily sambil menutupi tubuh bagian atas dan bawah dengan kedua tangan sebisanya.
"Tutup sendiri."
"Deron!"
Lily semakin melotot ketika Deron sama sekali tak mengindahkan ucapannya. Hal itu membuat Lily yang malu sekaligus kesal buru-buru melilitkan handuk di tubuh dan berlari ke arah pintu.
Dengan jantung berdebar-debar, Lily mengunci pintu kamar Deron. Sesudah itu barulah dia lanjut memakai gaun rumahan dan bergegas keluar menemui Deron.
Sampai di depan Deron, Lily dapat menangkap senyum jahil di wajah lelaki itu. Ekspresi itu membuat wajahnya makin memerah dan setengah gugup.
"Ternyata dadamu gak terlalu datar, ya, Ly?"
"Sekali lagi kamu bahas itu, aku tendang mulutmu sekalian itu-mu, Ron!" teriak Lily dengan dada kembang kempis.
"Kalau berani silakan, tapi kamu pergi dari rumahku sekarang," balas Deron dengan mimik wajah yang masih datar seperti biasanya.
"Te-tega banget kamu, Ron! Aku baru dapat masalah. Bukannya bantuin sahabat sendiri, ini malah ngusir!"
"Aku punya tawaran yang menggiurkan supaya kita sama-sama untung. Jujur, meskipun kita bersahabat aku merasa rugi kalau kamu cuma tinggal di rumahku, Ly."
"Oke-oke, kalau gitu apa tawarannya?"
"Jadi teman tidurku sampai aku bosan."
"Teman tidur?" Dilihatnya kepala Deron yang naik-turun itu.
Di dalam pikirannya, Lily mengira bahwa mereka hanya tidur satu kamar. Entah dirinya tidur beralaskan tikar atau Deron yang tidur di atas lantai, yang jelas Lily menduga bahwa maksud dari 'teman tidur' itu hanya ditemani tidur dalam satu ruangan.
"Tidur seranjang," sambung Deron yang sanggup membuat bola mata Lily hampir melompat keluar.
"Hei! Sejak kapan kamu paham hal-hal begituan?! Lagian kita sahabatan dari bocil! Sadar, Ron! Sadar!"
"Kalau gak mau, kamu bisa pergi sekarang."
"Iih ... Deron! Janganlah!" teriak Lily kala lengan kanannya tiba-tiba ditarik Deron.
Lily diseret agar keluar dari kediaman sahabat baiknya ini. Bahkan sekarang mereka sudah di depan pintu rumah.
Deron yang tangannya terulur ke kenop itu semakin menarik Lily.
Membuat Lily yang tak tahu harus pergi ke mana lagi itu pun berseru, "Oke-oke! Huh ... ya udah aku mau! Aku mau jadi teman tidurmu."
"Bagus. Jadi, biaya hidupmu mulai sekarang aku yang tanggung, tapi kamu wajib menuruti semua perintahku, Ly," ujar Deron sembari mengunci pintu rumahnya. Lalu menatap sang sahabat yang menatapnya dengan bibir sedikit terbuka. "Setuju?"
"Semua perintahmu? Maksudmu tugas bersih-bersih rumah?"
"Apa pun yang aku mau wajib kamu turuti. Inget, apa pun."
"Apa pun?"
"Kalau gak mau, kamu harus siap angkat kaki dari rumahku."
"Oke, aku setuju."
Keputusan Lily untuk tinggal di rumah Deron bukanlah hal yang mudah. Jika saja dirinya tidak ditipu oleh Bella yang kabur entah ke mana membawa seluruh uangnya, Lily tidak akan di sini sekarang.
Tak ada orang yang bisa diandalkan olehnya di dunia ini selain Deron dan Bella.
Deron adalah satu-satunya sahabat yang dia punya ketika dulu tinggal di panti asuhan. Sementara Bella adalah teman dekat selama di rumah makan tempatnya bekerja.
Sebelum menginjakkan kaki di rumah Deron, Lily dan Bella tinggal di tempat kos yang sama. Bahkan kamar kos dan kebutuhan sehari-hari ditanggung bersama-sama.
Kini Lily tidak menyangka kalau ternyata di belakangnya Bella menyebarkan rumor yang tidak benar tentangnya, baik di lingkungan kerja maupun tempat kos mereka. Sampai-sampai teman kos menjauhinya.
Sehingga berakhirlah Lily datang pada Deron, orang nomor satu di hidupnya yang selalu mendengar keluh kesahnya. Siang tadi Lily menghampiri Deron ke tempat kerja, dan menceritakan semua masalahnya. Hingga berakhirlah ia di sini, setelah membujuk Deron agar sahabatnya ini bersedia mengajaknya tinggal bersama.
"Lily Mahalia!"
"Eh, ya?" Lily yang melamun itu tersadar dan memandang ke arah Deron bingung. Ia tidak sadar kalau sedari tadi Deron memanggil namanya. "Kenapa?"
"Udah malam waktunya tidur."
Deron memutar tubuhnya. Sepasang tungkai berjalan menuju kamar tidur dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan sejak tiba di rumah.
Sebenarnya akibat kecerobohan Lily yang lupa mengunci pintu kamar, kedua netranya tak lagi mengantuk. Baik pikiran dan tubuh Deron justru tak ingin beristirahat, tapi malah tertarik untuk membahas hubungannya dengan Lily ke depan.
Melangkah masuk ke kamar Deron dengan ragu, Lily menunduk. Ia merasa gugup saat melihat Deron sudah berbaring dengan tangan kanan sepasang menutupi kelopak mata.
Sementara Deron yang masih terbayang-bayang dengan pemandangan tubuh sahabatnya itu belum juga bisa tertidur. Sialnya lagi, ia ingin sekali melihat lagi dan bahkan berharap bisa meraba setiap inci kulit Lily.
Merasa ada pergerakan di sisi kirinya, Deron meletakkan tangan kanannya ke perut. Ketika kelopak matanya terbuka, tampaklah punggung Lily yang berbalut gaun rumahan motif polkadot.
Ia mematikan lampu tidur di atas nakas samping ranjang, tepat di sebelah kanannya. Barulah menatap Lily lagi beberapa saat, hingga mulutnya kembali bersuara, "Hadap aku, Ly."
Mau tidak mau Lily membalikkan tubuh menjadi telentang. "Ka-kamu mau apa?" tanyanya tanpa melirik Deron. Tatapannya mengarah pada langit-langit kamar.
Tanpa menjawab, Deron ikut membungkus tubuhnya dengan selimut sampai dada. Lalu memindah tangan kanannya dari perut kencangnya ke perut rata Lily. Setelah itu ia mencoba tidur.
Bukan hanya Deron, Lily pun turut mencoba menutup mata dan masuk ke alam mimpi. Namun tidak bisa langsung, dan membutuhkan waktu sangat lama, karena saat ini ia tengah memikirkan tingkah Deron yang berubah.
Setelah bertahun-tahun mereka berteman, baru kali ini Lily merasakan pelukan seorang laki-laki, terlebih lagi pelukan seorang Deron yang pendiam. Karena sikap lelaki ini yang dari kecil tidak pernah cerewet dan selalu mendengarkan curahan hatinya, Lily sangat nyaman bersahabat dengan Deron.
Sayangnya, semua itu seolah-olah lenyap ketika mereka harus tidur seranjang seperti sekarang. Terlebih-lebih dengan jarak tubuh mereka yang sangat amat dekat. Baik Lily maupun Deron bisa merasakan deru napas satu sama lain.
Lambat laun pelukan Deron yang semula terasa asing, mulai membuat Lily merasa nyaman. Pelukan hangat ditambah deru napas Deron yang menggelitik lehernya kini mengundang rasa kantuk.
Lily yang tadinya susah tidur karena gugup dan heran dengan tingkah Deron kini benar-benar larut dalam kantuk. Berbeda jauh dengan lelaki yang mendekap pinggangnya.
Deron masih sadar, dan kelima jari yang semula diam mulai bergerak naik ke atas. Ia yang penasaran dengan daging kembar nan empuk milik sahabatnya itu pun menyentuh dengan lembut.
Pelan-pelan dibebaskannya beberapa kancing di daster polkadot Lily satu-persatu. Begitu berhasil, kelima jari sebelah kanannya pun masuk dan menyentuh salah satu dari bongkahan kenyal kembar itu.
"Gadis nakal," bisik Deron saat sadar bahwa Lily tidak memakai kain penampung buah dada. "Jangan-jangan ...." Sontak tangannya turun ke perut bagian bawah Lily. Mengecek bagian sela-sela paha yang membuatnya menelan saliva.
Buku lain oleh Kocakaja
Selebihnya