Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Petaka Bertemu Dosen Galak

Petaka Bertemu Dosen Galak

Princes Family

5.0
Komentar
366
Penayangan
5
Bab

Arlyta Prinsa, seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang disibukkan dengan skripsi merasa terkena sebuah kutukan karena ditakdirkan mendapatkan Dosen Pembimbing skripsi yang terkenal sangat galak bernama Nando Putra İrawan. Sejak awal Arlyta sudah berusaha mencari topik skripsi yang bukan bidang dosen galak tersebut sehingga dengan begitu percaya diri tidak akan menjadi bagian dari anak bimbingan Pak Nando. Dia sangat trauma ketika semester sebelumnya pernah kebagian mata kuliah yang diampu oleh Pak Nando, membuat air matanya begitu rajin keluar saking geram menahan frustasi dan kebencian terhadap Pak Nando yang terkesan sering menyiksanya sampai akhir pembelajaran memberikan nilai jelek. Kesialannya tidak sampai di kampus saja. Arlyta tiba-tiba mendapat kejutan takdir yang membuatnya harus terjebak dalam sebuah pernikahan dengan lelaki pilihan keluarga untuk mempererat bisnis keluarga. Awal pernikahan seringkali diisi dengan tumpah ruah kemarahan dan air mata karena banyaknya perbedaan karakter. Bagaimana mereka menjalani bahtera rumah tangga hingga berada pada fase mensyukuri pertemuannya dan saling melengkapi? İkuti kisah mereka yang mampu menggelitik hati dengan ribuan kupu-kupu.

Bab 1 SUDAH SAH

Sebuah rumah berlantai dua yang megah terlihat semakin mewah pagi ini. Semua orang berkumpul di halaman belakang rumah dengan gaya pakaian dan riasan elegan seolah ingin menampakkan kualitas dirinya. Halaman belakang rumah disulap menjadi Garden Party bertema Rustic memanjakan para tamu yang hadir.

Seorang perempuan bernama Arlyta Prinsa duduk termenung dalam kamar. Tangannya saling bertaut menahan gelisah dan takut.

"Semua akan baik-baik aja, Ta." Narita, sahabat sejatinya sejak SD berusaha memberi kekuatan. Dia merasa tak bisa melakukan hal lain untuk menolong sahabatnya.

"Nasibku ke depan gimana, Na?" lirih Arlyta saat melihat dirinya dalam cermin. Narita tak mampu menjawab selain dengan pelukan berharap memberi sedikit kekuatan bagi sahabatnya.

Hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi seorang pengantin bertolak belakang dengan yang Arlyta rasakan. Sebuah pernikahan yang tak pernah dibayangkan dan diharapkan olehnya.

"Siap-siap ya, Ta, kayanya akadnya sebentar lagi mau dimulai, deh," ucap Narita melihat keluar kamar. Jendela kamar yang menghadap ke taman belakang membuat Narita bisa memantau hal yang terjadi di sana.

Rombongan pengantin pria sudah duduk di tempat yang disediakan. Kedua keluarga besar mempelai duduk dengan penuh khidmah di acara yang sakral ini. Sang Pria yang bernama Nando Putra İrawan, berulang kali menghela nafas ingin mengurai dadanya yang sedikit sesak karena sebenarnya tak ingin pernikahan ini terjadi.

"Kak, kamu sudah siap kan? Papa tidak ingin kamu mengecewakan keluarga," tegur sang ayah saat melihat sang anak tak bersemangat di hari pernikahannya. Nando hanya mampu mengangguk berusaha meyakinkan diri.

Serangkaian acara dipandu oleh Master Of Ceremony hingga waktunya akad nikah dilakukan. Nando menjabat tangan ayah mempelai wanita dan mengucapkan akad dengan penuh ketegasan hingga terlontar ucapan SAH dari seluruh tamu yang hadir. Doa dirapalkan oleh penghulu agar pernikahan yang dijalani penuh keberkahan dan kebahagiaan.

Di dalam kamar, Arlyta menangkupkan wajah dan tak terasa air matanya menetes saat terdengar kata SAH terucap. Kini dirinya sudah menjadi seorang istri dari seorang lelaki asing yamg tak pernah dikenalnya.

Saat Arlyta sedang berpelukan dengan Narina, İbunya Arlyta datang menjemput untuk turun ke halaman belakang karena sudah sah menjadi suami istri.

"Kamu sudah menjadi seorang istri, Caca, Mama harap kamu bisa menjadi istri yang baik untuk suamimu nanti hingga tak membuat malu keluarga besar kita." Perkataan İbunya membuat beban di pundak Arlyta terasa semakin berat, tak ada pelukan apalagi ungkapan penuh kasih sayang layaknya seorang ibu untuk anaknya saat melepas status lajangnya. Arlyta hanya mengangguk tak ingin membantah lebih banyak.

Dengan perlahan Arlyta dibimbing berjalan ke taman belakang tempat akad dan resepsi diadakan. Hanya keluarga besar yang diundang mengingat pernikahan ini dilaksanakan dengan persiapan waktu yang sangat singkat.

Master Of Ceremony mempersilahkan Arlyta untuk melakukan sungkem kepada sang suami sekaligus dilakukan pemasangan cincin pernikahan. Arlyta cukup penasaran dengan wajah suaminya yang sedang menghadap ke arah depan sehingga membelakanginya.

Jarak Arlyta semakin dekat dengan suaminya, perasaan Arlyta semakin gelisah karena sosok tegap suaminya seperti mengingatkan pada seseorang meski perasaanya terus berusaha dia tepis karena merasa tak mungkin.

Semakin dekat, sang suami membalikan badan dengan kotak beludru berisi cincin yang sudah berada dikedua tangannya bersiap untuk diselipkan di jari sang istri. Arlyta merasa detak jantungnya semakin cepat dan seperti ada yang menghantam dada saat dari dekat dia melihat wajah suaminya.

"Kamu?!" Dengan susah payah Arlyta ingin mengeluarkan segala sumpah serapahnya namun tanpa mampu dikendalikan kesadarannya perlahan menghilang. Semua orang berteriak kaget melihat Arlyta pingsan, Narita yang sejak tadi memapahnya berusaha menahan agar tubuh Arlyta tak jatuh.

***

Sekitar enam bulan yang lalu.

Siang ini lebih panas dari hari biasanya, meski kalau dipikir-pikir udara Jakarta sepertinya sangat mustahil mendapatkan predikat sejuk walau di malam hari sekalipun. Semester tujuh alih-alih fokus pada mata kuliah magang di perusahaan, tidak berlaku bagi seorang Arlyta yang harus mengulang mata kuliah Statistik yang sebelumnya mendapatkan nilai D.

Siang ini Arlyta terpaksa harus berada di kampus dengan memaksa Narita untuk menemaninya mumpung sedang tidak ada jadwal magang. Dalam sepekan Magang hanya berlaku empat hari, sedangkan hari lainnya disibukkan dengan proposal judul skripsi yang akan diambil ketika nanti semester delapan.

"Ta, dengar-dengar gosip kelas Statistikmu bakalan diampu Pak Nando, lho," ucap Narita sambil sibuk makan bakso di Kantin kampus.

"Ya, terus?" jawab Arlyta santai.

"Masih bisa santai aja kamu,Ta," kekeh Narita melihat respon sahabatnya yang terlampau tak acuh, "İnfonya sih dosen Killer tapi banyak penggemar karena gantengnya di luar nalah, cuy." Narita terus sibuk menceritakan tentang Pak Nando yang tidak sama sekali menarik menurut Arlyta.

"Ya udah, aku masuk kelas dulu deh, sepuluh menit lagi kelasnya dimulai." Arlyta berlalu dari Kantin dengan terus mengingatkan Narita untuk menunggunya karena nanti sore mereka akan sama-sama nonton di bioskop melihat film baru yang lagi viral.

Sesampainya depan kelas, Arlyta bingung melihat kondisi begitu sepi padahal jika dilihat waktu masih lima menit lagi kelasnya dimulai, biasanya mahasiswa masih heboh berkumpul depan kelas sampai dosen tiba. Arlyta memastikan gedung dan no kelas yang tertera dalam info akademik tidak salah.

Arlyta membuka pintu dengan perlahan dan terhenyak melihat Dosen pengampu sudah duduk manis di kursi kebesaran dengan mengotak-atik leptop.

"Selamat siang, Pak," sapa Arlyta sesopan mungkin.

"Siang. Silahkan tutup pintunya dari luar!" ucap dosen tanpa melihat sama sekali ke arah Arlyta. Dia bingung mendengar perkataan dosennya dan seluruh mahasiswa diam senyap terlihat tegang. Arlyta menutup pintu dan bersiap ke arah kursi yang masih kosong.

"Saya bilang tutup pintu dari luar. Kamu semester berapa hingga perkataan ringan saja tidak mampu difahami?" tanya dosen dengan tatapan tajam.

Arlyta kaget dengan respon dosennya, "Kalau tutup dari luar saya keluar ruangan, Pak?" lanjutnya meyakinkan.

"Keluar dari ruangan saya sekarang juga!" perintah dosennya dengan lantang.

"Apa kesalahan saya ya, Pak? kelas dimulai lima menit lagi," ucap Arlyta merasa tak memiliki salah.

"Lain kali datang ke kelas sebelum saya datang. İtu namanya tidak terlambat," jawab dosen membuat Arlyta bersumpah jika orang yang dihadapannya masuk ke dalam list orang yang akan dia benci sampai kapanpun.

Arlyta duduk di kursi kantin tempat Narita menunggu. Penuh amarah dia keluarkan semua sumpah serapah untuk sang dosen yang sudah mengeluarkannya dari kelas padahal tak pernah ada sebelumnya aturan dosen yang menganggap terlambat di jam yang bahkan lima menit sebelum kelas dimulai.

Saking kesalnya, Arlyta menangis mengingat ini adalah kelas pertemuan pertama. Namun, tak terduga kesan yang diberikan dosen begitu sangat menyebalkan.

"Kalau aku gak lulus lagi di kelas ini gimana, Na?" tanya Arlyta dengan penuh rasa panik.

"Nanti aku bantu kamu jelasin materinya," jawab Narita.

"Percuma, Na. Dulu aja diampu Bu Nia yang lemah lembut dan sabar banget, aku tetep gak bisa faham," sela Arlyta cukup putus asa dengan mata kuliah ini.

"Andai aja aku gak masuk jurusan ini, Na. Otakku bener-bener gak nyampe." Arlyta kembali sedih dengan keputusan orangtuanya yang begitu memaksa untuk mampu melanjutkan bisnis keluarganya.

"Udah deh, kita pergi aja yuk biar kamu gak makin kesel," usul Narita yang faham betul karakter Arlyta yang mudah dialihkan.

"Wah, lesgow mending puas-puasin keliling Mall!" teriak Arlyta riang seolah-olah sebelumnya tak ada air mata yang turun deras dipipinya.

***

Suara bising terdengar ditelinga Arlyta. Aroma minyak therapy begitu kuat berada dipenciuman. Arlyta membuka mata melihat Narita sedang sibuk memijatnya, sedangkan ibunya sibuk mengoleskan aroma therapy. Beberapa keluarga lainnya tak kalah sibuk membantu agar Arlyta kembali sadar.

Arlyta mengumpulkan ingatan sebelumnya. Dia sadar jika hari ini adalah pernikahannya dan dia begitu kaget melihat siapa sosok suaminya.

"Apa yang kamu rasakan, Ca? kamu pusing?" tanya İbunya cukup khawatir melihat Arlyta pingsan.

"Mama, izinkan aku bercerai dengan suamiku saat ini juga," lirih Arlyta saat pertama kali sadar dari pingsannya membuat semua orang yang menyaksikan kaget dengan ucapannya sekaligus penasaran apa yang sebenarnya terjadi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku