Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Menantu Yang Selalu Ku Hina Ternyata Kaya Raya.

Menantu Yang Selalu Ku Hina Ternyata Kaya Raya.

D_Loveliqq

5.0
Komentar
311
Penayangan
8
Bab

Seumur hidup Alard tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta bahkan terkesan muak kepada gadis-gadis yang selama ini selalu mengejarnya. Bahkan sampai ada yang menawarkan tubuhnya demi mendapatkan hatinya. Tergiur? Tentu saja tidak. Alard tahu mereka tidak benar-benar tulus mencintainya. Melainkan hanya menginginkan harta dan kekayaan yang ia miliki semata. Sampai pada akhirnya tuhan mempertemukan dirinya dengan Liana, satu-satunya perempuan yang berhasil membuatnya jatuh cinta. Alard begitu mencintai Liana. Apa pun akan ia berikan demi Liana. Namun Alard harus mengalami patah hati setelah mengetahui bahwa Liana sudah memiliki kekasih Nichole dan akan melangsungkan pernikahan. Tepat di hari pernikahannya, Nichol kekasih Liana dengan tidak tau malunya mengakui bahwa dirinya sudah menghamili perempuan lain di hadapan keluarga Liana. Kedua orang tua Liana terlihat sangat murka pada saat itu. Bingung dan malu karena semua tamu undangan sudah berdatangan dan acara pun tidak mungkin dibatalkan. Alard yang begitu terobsesi dengan Liana memberanikan diri untuk menggantikan posisi Nichol. Kedua orang tua Liana pun tidak dapat menolak karena tidak ingin menanggung malu tetapi Alard sengaja menutupi identitasnya dan menyamar sebagai tukang sayur keliling. Dia tidak ingin membuat Liana jatuh cinta karena harta dan kekayaan yang ia miliki seperti perempuan lainnya. Dia ingin membuat Liana jatuh cinta kepadanya karena benar-benar tulus mencintainya. Meskipun pernikahan ini terjadi awalnya tanpa cinta tapi Alard akan berusaha meluluhkan hati Liana dan membuat Liana jatuh cinta kepadanya. Namun bagaimana bila yang terjadi justru sebaliknya? Liana menghianatinya dan diam-diam menjalin hubungan bersama sepupunya sendiri yang Alard benci selama ini. Belum lagi ibu mertuanya yang selalu memperlakukan dirinya seperti sampah, dicap sebagai menantu tidak berguna, selalu direndahkan dan dipandang sebelah mata hanya karena pekerjaan sehari-harinya sebagai penjual sayur keliling? Membuat Alard muak dan membongkar identitas aslinya.

Bab 1 Pengantin Pengganti

"Akhirnya kamu datang juga," Liana yang tadinya terlihat gelisah kini tersenyum dengan lebarnya. Gadis itu terlihat sangat cantik mengenakan gaun pengantin bewarna putih polos dan polesan make up yang tidak begitu tebal di wajahnya.

"Liana maaf, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."

"A-apa? Tapi kenapa?"

"Sebenarnya sebelum aku menjalin hubungan dengan kamu aku sudah memiliki kekasih dan sekarang dia sedang mengandung anakku. Aku tidak pernah mencintai kamu Liana. Saat aku menyatakan perasaan kepada kamu aku sedang bertengkar hebat dengan Sarah pada saat itu. Aku hanya menjadikan kamu sebagai pelarian."

"Kurang ajar. Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu," Malik yang sudah tersulut emosi menarik kerah baju Nichol dengan kasar dan memukul pipinya.

"Pergi kamu dari sini, pergi!"

"Tanpa om minta juga saya akan pergi," Nichol berdiri dari jatuhnya dan berlalu.

"Kenapa papa mengusir Nichol? Lalu bagaimana dengan pernikahan Liana? Liana tidak mau menanggung malu di hadapan semua tamu undangan bila pernikahan ini dibatalkan pa. Terlebih lagi teman-teman Liana. Mereka pasti akan mengejek Liana dan menjadi Liana bahan ledekan."

"Bukan hanya kamu yang malu Liana tetapi juga mama dan papa," sela Astrid. Pasti dia akan menjadi gibahan tamu undangan yang hadir. Tapi untungnya Astrid tidak mengundang teman-teman dekatnya ke acara pernikahan Liana karena mereka ada kesibukan masing-masing.

"Maaf pak, bu, bila kalian berkenan saya siap menikahi anak kalian dan menggantikan mempelai pengantin pria."

Mereka bertiga menolehkan wajah. Menatap pria mengenakan kaca mata hitam tebal yang duduk di atas kursi roda.

"Kamu serius?"

Alard menganggukan kepala.

"Baiklah, mari ikut saya sekarang. Sebentar lagi akad nikahnya dimulai," Malik menatap Alard.

"Pa, papa apa-apaan sih pa. Liana tidak mau menikah dengan pria lumpuh seperti dia pa. Coba lihat penampilannya, dekil, kusam dan tidak terawat. Sepertinya dia bukan orang kaya seperti Nichol. Tapi orang miskin," bisik Liana pada Malik.

"Kita sudah tidak punya pilihan lain Liana. Lihat dia, polos dan lugu. Sepertinya mudah dibodoh-bodohi. Kita bisa menjadikan dia sebagai pembantu di rumah kita setelah menjadi suami kamu. Lumayankan punya pembantu yang bisa disuruh-suruh. Gratis pula. Jadi kamu dan mama tidak perlu repot-repot lagi mengurus pekerjaan rumah."

"Papa benar juga."

"Apa yang mereka bicarakan," batin Alard. Kedua matanya terus memperhatikan Liana dan Malik sedari tadi.

"Ayo.."

Alard menganggukan kepala. Mengikuti Malik, Astrid serta Liana dari belakang untuk melakukan ijab kabul.

****

"Liana, malam ini adalah malam pertama kita," Alard memandangi Liana yang sedang menyisir rambutnya di depan kaca. Mereka memang telah resmi menjadi pasangan suami istri sekarang.

"Ya terus? Jangan harap aku mau disentuh sama pria cacat seperti kamu. Kamu sama sekali bukan tipeku. Kalau bukan karena terpaksa aku tidak mau tuh menikah dengan kamu. Sudah dekil, kotor, cumah pedagang sayur keliling pula. Sekarang cepat buatkan aku makanan. Aku lapar!"

"Baiklah," Alard mencoba mengalah dan menggerakan kursi rodanya keluar kamar. Selang beberapa menit kemudian ia datang kembali membawa nampan berisi sepiring nasi, semangkuk sup ayam dan segelas air putih di atasnya.

"Maaf lama, tidak ada makanan apa pun di meja makan yang membuat aku harus memasaknya terlebih dahulu."

"Kamu masak apa?"

"Hanya telur orak arik dan sup ayam. Maaf bila rasanya tidak enak."

Liana mengambil semangkuk sup ayam yang ada di atas nampan dan memakannya sedikit.

Byur.

Disiramkan sup ayam yang sudah tidak panas lagi itu ke wajah Alard.

"Liana, apa-apaan kamu ini," Alard terlihat marah. Menurutnya Liana sangatlah kurang ajar. Baru kali ini ada yang berani memperlakukan dirinya seperti ini.

"Kamu bisa masak tidak sih. Kenapa rasanya asin begini. Kamu pasti sengajakan memasukan banyak garam ke dalam sup ayam ini? Dasar suami tidak berguna. Memasak beginian saja tidak bisa."

Alard mengepalkan tangan. Kalau saja dirinya tidak mencintai Liana. Mungkin Alard akan menceraikan Liana saat ini juga.

"Ganti dengan makanan yang baru."

Alard menganggukan kepala dan berlalu keluar kamar.

"Enak juga punya pembantu gratis di rumah ini."

"Liana, Liana coba kamu lihat ini," Astrid datang membawa map cokelat kemudian duduk di pinggiran tempat tidur.

"Ada apasih ma?"

"Tadi ada kurir yang mengantarkan ini untuk kamu."

Liana mengambil map cokelat di tangan Astrid kemudian mengambil selembar kertas di dalamnya. Membaca isi surat tersebut.

"Liana diterima bekerja di perusahaan besar itu ma? Perusahaan Alexander. Liana benar-benar tidak menyangka akan diterima bekerja di perusahaan sebagus itu."

"Selamat ya."

"Kamu tenang saja Liana, apa pun akan aku lakukan untuk membuat kamu bahagia. Asal kamu tau, akulah pemilik perusahaan itu. Aku sengaja menyembunyikan identitasku karena aku tidak mau kamu mencintaiku karena kekayaan semata. Aku ingin kamu mencintaiku dengan tulus. Ya meskipun sekarang kamu belum mencintaiku tapi aku akan berusaha membuat kamu jatuh cinta padaku," batin Alard yang mengawasi Liana dan Astrid dari ambang pintu kamar.

"Liana, ini makanannya," Alard menggerakan kursi rodanya menghampiri mereka berdua.

Liana merampas sepiring nasi di tangan Alard.

"Cepat pijati kakiku."

Alard mengangguk patuh dan mulai memijati kedua kaki Liana.

"Setelah ini kamu pijati juga kaki saya."

"Iya bu."

****

"Ngapain kamu di sini?"

"Mau ikut sarapan bu."

"Kamu sarapan di kamar aja. Meja ini hanya boleh ditempati orang-orang normal bukan cacat seperti kamu," Astrid menatap Alard tidak suka.

"Nanti siang teman-teman saya mau datang. Kalau dia tanya kamu siapa bilang aja kamu pembantu di rumah ini bukan menantu saya."

"Tapi kenapa bu?"

"Pakai tanya lagi. Kamu punya kaca kan di kamar? Coba sekali-kali kamu ngaca atau paling tidak sadar diri. Lihat tubuh kamu, hitam, dekil, kotor, sudah itu lumpuh pula. Seumur hidup saya tidak pernah bermimpi punya menantu seperti kamu. Mau ditaruh mana muka saya di depan teman-teman saya punya menantu seperti gembel. Sana kamu makan di kamar, jijik saya lama-lama lihat kamu. Mau muntah rasanya."

"Sana buruan," usir Liana.

Alard menggerakan kursi rodanya menjauhi meja makan menuju kamarnya dan masuk ke kamarnya. Tida lupa menutup rapat pintunya.

Alard berdiri dari duduknya. Pegal juga lama-lama duduk di kursi roda dan berdiri menghadap kaca yang ada di kamar ini. Melepaskan kaca mata hitam tebal yang ia kenakan. Alard juga sengaja memoleskan pasir dan arang di tubuhnya supaya kelihatan dekil.

"Liana dan keluarganya benar-benar keterlaluan. Apakah begitu cara mereka memperlakukan orang lain yang mereka anggap rendah di mata mereka?"

****

Brak.

"Maaf, saya tidak sengaja."

"Tidak apa."

Liana setengah membungkuk dan hendak mengambil tas selempangnya yang terjatuh di lantai. Disaat bersamaan pula orang yang menabrak Liana hendak mengambil tas Liana juga membuat tangan keduanya bersentuhan. Lama keduanya saling bertatapan dalam diam.

Keduanya sama-sama tersadar. Liana dengan cepat mengambil tas selempangnya dari berdiri seperti semula.

"Sepertinya aku tidak pernah melihat kamu ada di perusahaan ini sebelumnya. Apa kamu pegawai baru di sini?"

"Ya, ini hari pertama aku bekerja di perusahaan ini."

"Semoga kamu betah ya bekerja di perusahaan ini. Oh iya namaku Samuel. Kamu bisa memanggilku Sam," Samuel menjulurkan telapak tangannya pada Liana. Liana membalas jabatan tangan Samuel.

"Liana."

"Nama yang cantik sama seperti orangnya. Senang bisa berkenalan dengan kamu," Samuel tersenyum manis.

Liana terpaku melihat senyuman itu. Darahnya berdesih hebat, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Menurutnya selain tampan Samuel juga memiliki senyum yang indah. Sama seperti Nichol.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh D_Loveliqq

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku