Demi keluarga dan balas budi, Lintang Amalthea akhirnya setuju menggantikan posisi saudara perempuannya. Menjadi mempelai wanita, dalam pernikahan politik yang saling menguntungkan. Namun, ternyata tidak hanya mempelai wanita yang mengalami pergantian, tetapi mempelai pria pun ikut berganti.Lantas, bagaimana keduanya menjalani pernikahan yang tidak terduga tersebut?
"Dia?" Safir merentangkan satu tangan, untuk menunjuk gadis yang tengah berbicara dengan kedua orang tuanya di tepi kolam renang. Sementara itu, Safir sendiri saat ini berada di dalam ruang dan juga tengah berbicara dengan seluruh anggota keluarganya.
Papa, mama, serta kakak laki-lakinya.
"Aku nggak mungkin maulah nikah sama cewek itu!" lanjut Safir menolak, sambil menahan amarah yang sedari tadi hendak ia lontarkan dengan kasar. Namun, sebisa mungkin Safir menahannya demi hubungan baik kedua keluarga. "Dia anak selingkuhan pak Anwar, kan?"
"Lintang itu anak istri kedua pak Anwar," ralat Ario meluruskan prasangka buruk putra bungsunya. "Pak Anwar itu sudah nikah siri sama almarhum mamanya Lintang, jadi-"
"Tapi awalnya tetap aja pak Anwar itu selingkuh," sambar Retno, istri Ario yang sebenarnya juga tidak setuju bila putra bungsunya menikah dengan Lintang. Namun, mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa. "Itu sudah jadi rahasia umum."
Satu jam lagi, pernikahan antara Safir Sailendra dan Sabiya Dewantara akan digelar. Namun, gadis yang akan dinikahi Safir tersebut ternyata kabur dan meninggalkan sebuah surat. Biya mengatakan, dirinya tidak ingin terikat dengan pernikahan politik yang dilakukan untuk kepentingan kedua keluarga. Biya ingin menikah atas dasar cinta, dengan pria pujaan hatinya. Untuk itulah, Biya kabur dan saat ini para orang suruhan kedua keluarga tengah mencari gadis itu.
"Yang selingkuh itu orangtuanya, yang salah juga orangtuanya, bukan Lintang," ujar Ario ingin kembali meluruskan pikiran istri dan putranya itu.
"Memangnya Papa mau punya menantu seperti Lintang?" tembak Safir kemudian berdiri lalu mendekat dengan jendela kaca. Tatapan Safir tertuju tegas nan teliti, menelisik wajah serta tubuh Lintang dari kejauhan. "Bodynya lumayanlah, tapi soal wajah dia kebanting sama Biya, dan aku nggak mau nikahin dia! Titik, dan nggak bisa diganggu gugat."
"Tapi ijab kabul mau dimulai satu jam lagi, Fir!" Meskipun tidak setuju, tapi Retno tidak bisa berbuat apa-apa. "Kita sudah undang banyak relasi bisnis, pejabat, terutama media. Mau ditaruh di mana muka keluarga Sailendra?"
"Salahkan keluarga Dewantara," sahut Safir sudah kembali lagi menghampiri keluarganya yang masih duduk di sofa. "Kita bisa bikin konferensi pers-"
"Kredibilitas dua keluarga akan jatuh, Fir." Raga yang sedari tadi hanya diam membisu, akhirnya membuka suara. Duda beranak satu, sekaligus kakak dari Safir itu, masih memikirkan jalan keluar yang harus diambil agar pernikahan tetap berjalan sebagaimana mestinya. "Yang benar aja kita mau batalin pernikahan yang satu jam lagi mau dimulai? Bahkan nggak sampai satu jam lagi acara akad nikah mau digelar. Pikirkan itu baik-baik."
"Mas tahu kenapa aku mau-mau aja dijodohkan dengan Biya?" Safir melempar pertanyaan yang akan dijawabnya sendiri. "Biya cantik, Mas! Walaupun nggak pake cinta, aku ikhlas-ikhlas aja nikah sama dia. Nggak akan bikin malu kalau dibawa ke mana-mana. Tapi coba lihat si ... Lintang itu! Sudah ... ya begitulah! Mas Raga bisa lihat sendirilah. Benar-benar nggak terawat!"
"Safir!" hardik Retno. "Jangan sampe orang-orang dengar omongan kamu!"
"Aku cuma bilang yang sebenarnya, Ma," balas Safir bersikukuh dengan pendapatnya. "Dan aku, nggak akan mau nikah sama Lintang!"
"Terus mau diapakan tamu undangan yang sebagian sudah datang dari luar kota?" tuntut Ario. "Papa nggak mau tahu, kamu harus nikah dengan Lintang!"
"Sorry, Pi." Safir melepas dasi kupu-kupunya dengan kasar. Ia menggeleng sambil melepas jas yang rencananya akan digunakan untuk prosesi ijab kabul. "Aku nggak mau."
"Safir!" hardik Retno. "Ini demi kepentingan keluarga! Kerja sama politik yang akan terus-"
"Mas Raga!" seru Safir sambil menunjuk satu-satunya saudara yang ia miliki. "Gimana kalau Mama nikahkan aja Mas Raga sama Lintang? Apa dia mau?"
"Saafir!" Giliran Raga yang membentak adik yang tidak tahu diuntung itu. "Aku-"
"Nggak mau juga, kan?" putus Safir memberi senyum miringnya pada Raga. "Kalau Mas Raga yang duda anak satu aja nggak mau sama Lintang, apalagi aku?"
"Maaf."
Satu kata yang terlontar dari bibir pintu penghubung kolam renang, membuat semua keluarga Sailendra menoleh. Sudah ada seorang pria paruh baya, yang sudah terlihat pasrah dengan keadaan.
"Kalau Safir memang menolak menikah dengan Lintang, saya akan hubungi beberapa media sekarang juga, dan dalam satu jam kita akan melakukan konferensi pers."
Pernyataan yang dimuntahkan oleh Anwar, seketika membuat Ario menggeleng. Sebagai ketua umum salah satu partai ternama, Ario tentu saja tidak ingin kesempatan berbesanan dengan Anwar lepas begitu saja. Terlebih-lebih, Anwar tidak memiliki anak laki-laki yang bisa diunggulkan, untuk mengurus perusahaan yang bergerak di industri media.
"Begini pak Anwar." Ario menghampiri calon besannya seraya menatap pada Lintang yang masih berbicara dengan ibu tirinya, Indri di luar sana. "Sebenarnya, Safir sudah jatuh cinta sama Biya, karena itulah, dia cuma mau Biya yang jadi istrinya."
"Baiklah kalau begitu." Anwar mengangguk paham dengan apa yang terjadi. "Biar saya tel-"
"Bukan, bukan begitu." Ario menghela lalu menoleh sebentar pada Safir, kemudian Raga. "Kita nggak bisa batalin pernikahan ini begitu saja, Pak. Ada banyak undangan, yang akan mencibir dan membuat reputasi keluarga kita jatuh. Karena itu, kita akan tetap melaksanakan pernikahan ini."
"Tetap Safir dan Lintang."
"Bukan." Ario menggeleng. "Raga dan Lintang."
Raga yang mendengar hal tersebut, hendak bangkit dan memuntahkan protesnya. Namun, Retno yang duduk di sebelahnya segera mencekal tangan putranya itu.
"Ma?" Raga membelalakkan matanya dengan suara pelan, dan nyaris berbisik. Ia tidak pernah menduga, Ario akan menyetujui usulan konyol dari Safir. "Aku nggak mau nikah sama Lintang, atau sama perempuan mana pun."
"Seperti katamu, kredibilitas dua keluarga akan jatuh," balas Retno membalik ucapan sang anak beberapa waktu lalu. Dan kita nggak mungkin batalin ijab kabul-"
"Nama yang tertera di undangan itu Safir, dan Biya," desis Raga masih berbisik dengan sang mama. Namun, tatapan Raga kali ini beralih pada Safir yang tampak menyematkan senyum sumringahnya. "Apa jadinya, kalau yang ada di pelaminan nanti aku sama Lintang? Nggak make sense, Ma."
"Kamu tinggal berdiri di pelaminan sama Lintang, dan salamin para tamu satu per satu," titah Retno sudah tidak lagi bisa dibantah dan diganggu gugat. "Urusan yang lainnya, serahkan sama Mama. Daripada tamu datang, terus melongo karena nggak ada pengantinnya, lebih baik kamu sama Lintang yang berdiri di sana."
"Raga!" Ario yang telah selesai membahas beberapa hal dengan Anwar, akhirnya kembali menghampiri keluarganya. Sementara Anwar sendiri, juga berbalik pergi untuk menghampiri istri dan putrinya. "Lintang Amalthea binti Anwar Dewantara. Hafalkan itu baik-baik. Untuk mas kawin, tanyakan ke Safir karena Papa nggak ngerti."
Alis Raga berkerut memikirkan nama belakang Lintang. Mengapa gadis itu tidak memakai nama keluarga seperti Biya?
Sabiya Dewantara.
"Lintang Amalthea? Nama belakangnya bukan Dewantara?" tanya Raga ingin memastikan lagi
Ario menggeleng tegas. "Bukan! Keluarga besar Dewantara nggak pernah mau Lintang memakai nama itu karena ... seperti yang kamu dengar tadi dari Mama, Lintang itu ... anak dari selingkuhan pak Anwar."
Bab 1 Anak Selingkuhan
21/09/2023
Bab 2 Turuti Perintahku
21/09/2023
Bab 3 Banyak Rahasia
21/09/2023
Bab 4 Tumbal
21/09/2023
Bab 5 Pemeran Utama
21/09/2023
Bab 6 Lima Tahun
21/09/2023
Bab 7 Terserah
21/09/2023
Bab 8 Jangan Berharap Lebih
21/09/2023
Bab 9 Jangan Dibantah
21/09/2023
Bab 10 Suami Istri Bohongan
21/09/2023
Bab 11 Seperti yang Rama Mau
21/09/2023
Bab 12 Jangan Ge'er
21/09/2023
Bab 13 Menjaga Nama Baik
21/09/2023
Bab 14 Tantangan Raga
21/09/2023
Bab 15 Sudah Keterlaluan
21/09/2023
Bab 16 Angkat Kaki
21/09/2023
Bab 17 Tunggu Saja
21/09/2023
Bab 18 I'm Out
21/09/2023
Bab 19 Anak Hilang
21/09/2023
Bab 20 Aku Benci
21/09/2023
Bab 21 21. Tujuan yang Sama
08/10/2023
Bab 22 Berpamitan
08/10/2023
Bab 23 Semakin Memanas
08/10/2023
Bab 24 Jangan Menyesal
08/10/2023
Bab 25 Bumerang
08/10/2023
Bab 26 Sebuah Saran
08/10/2023
Bab 27 Satu Alasan
08/10/2023
Bab 28 Aku Suka
08/10/2023
Bab 29 Rasa Gundah
08/10/2023
Bab 30 Hati-hati
08/10/2023
Bab 31 Cerai
11/10/2023
Bab 32 Lihat Saja
11/10/2023
Bab 33 Kewajiban
11/10/2023
Bab 34 Jangan Pernah Lagi
11/10/2023
Bab 35 Biya
11/10/2023
Bab 36 UW~36
13/10/2023
Bab 37 UW~37
13/10/2023
Bab 38 UW~38
13/10/2023
Bab 39 UW~39
13/10/2023
Bab 40 UW~40
13/10/2023