Ayana tak pernah membayangkan kalau pernikahan ini hanya permainan untuk Wijin. Semuanya berubah setelah Kakek Doni meninggal, dunianya berubah yang menamparnya dalam kenyataannya yang harus ia hadapi. Harapan itu sirna saat Wijin lebih menuruti ibunya Vira dari pada harus mempertahankannya. Ayana tak pernah dianggap sebagai seorang istri, sampai hidupnya hancur akankah Ayana akan membalas perlakuan suaminya atau hanya pasrah dengan keadaanya saat ini. Akankah Wijin menyesal dengan keputusannya atau malah membiarkan Ayana benar-benar pergi dari kehidupannya
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ayana Putri Binti Hartono dengan mas kawin satu set perhiasan berlian seberat 20 gram dengan uang tunai satu milyar dibayar tunai," ucap Wijaya Langit dengan lantang saat menikahi gadis pilihan kakeknya.
"Bagaimana syah saudara-saudara?" tanya penghulu di depan Wijaya Langit saat menjabat tangan Hartono ayah Ayana.
"Syah," ucap serentak dari semua tamu undangan termasuk kakek Dony yang meneteskan air matanya terharu karena ia bisa melaksanakan amanat sahabatnya.
Semua orang bersorak-sorai atas pernikahan ini semua terlihat bahagia kecuali Vina Ranti yang terlihat kesal dengan pernikahan putranya.
Setelah acara akad nikah sang pengantin wanita pun datang ke hadapan Wijaya Langit dan itu pertama kalinya laki-laki ini melihat istrinya sendiri.
Sesaat Wijaya Langit sempat terpukau saat melihat istrinya sendiri namun, ia buru-buru berpaling dan melihat sekitar tamu undangan yang hadir.
"Terima kasih karena memenuhi amanat dari kakekku," ucap Ayana membuka pembicaraan begitu duduk di samping Wijaya.
Wijaya hanya menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa-apa.
Ayana menundukkan kepalanya rasanya ia gugup tak berani melihat wajah suaminya.
"Jangan menunduk terus, kamu ratu di pernikahan ini," gumam Wijaya pelan memperhatikan istrinya secara diam-diam.
"Aku merasa malu karena tak kenal dengan semua tamu undangan," jawab Ayana lagi.
"Mereka semua tamu kakek."
Acara pernikahan pun berlangsung meriah walau hanya beberapa saja tamu undangan yang datang. Selesai acara pernikahan Ayana pun langsung di bawa ke kamar pengantin.
"Ya ampun, besar sekali kamar ini," gumam Ayana begitu masuk ke kamar pengantin itu.
"Nona muda, ini kamar Anda bersama Tuan Wijaya, saya permisi dahulu," ucap Maid setelah membawakan beberapa barang Ayana.
Ayana menoleh sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. Wanita muda ini pun melihat seluruh ruangan kamar ini sangat sempurna dan juga mewah.
"Orang kaya menang beda," gumam Ayana lagi.
Tanpa membuka pintu seseorang masuk begitu saja membuat wanita ini pun terkejut sambil menoleh ke arah orang tersebut.
"Kenapa Anda masuk ke kamar ini?" tanya Ayana masih terkejut.
"Ini kamarku," jawab Wijaya singkat.
Ayana mengerutkan keningnya ia lupa kalau sekarang sudah menikah.
Wijaya langsung duduk di kursi sofa dekat tempat tidurnya memperhatikan istrinya yang masih ke bingungan.
Ayana menepuk kepalanya sendiri baru sadar kalau ia sudah menikah.
"Maafkan saya Tuan yang lancang masuk kamar ini," ucap Ayana sembari menundukkan kepalanya.
"Aku bukan majikanmu!" hardik Wijaya lagi.
Ayana terlihat bingung harus memanggil Wijaya apa.
"Aku tau Anda menolak pernikahan ini," ucap Ayana tiba-tiba masih berdiri di depan Wijaya.
Laki-laki itu tumpang kaki dan hanya mendengarkan tanpa mengatakan apa-apa.
"Aku harap Anda bisa memperlakukan saya sebagai istri Anda," tambah Ayana lagi.
Wijaya tersenyum kecut. "Jangan mimpi jadi Cinderella," balas Wijaya.
Ayana menatap Wijaya dengan tatapan bingung karena suaminya ini begitu dingin.
"Aku sudah menjadi istrimu dihadapan agama dan negara," ungkap Ayana lagi.
"Kamu benar tapi tidak bagiku!"
Tatapan Wijaya begitu tajam membuat Ayana sedikit takut tapi, ia mencoba untuk menatapnya karena bagaimanapun Wijaya Langit sudah menjadi suaminya.
"Aku lelah, terserah kamu mau tidur di mana?" tanyanya beranjak bangun dan masuk ke kamar mandi.
Ayana menoleh ke arah Wijaya pergi begitu saja meninggalkannya dalam kebingungan.
"Memangnya aku harus tidur di mana?" tanyanya sendiri.
Ayana melihat sekitar rasanya ia ingin segera menempati tempat tidur besar di depannya dan mulai meloncat masih mengunakan pakaian pengantin.
"Rasanya nyaman sekali, tempat tidur orang kaya beda," gumamnya lagi sambil tersenyum malu.
Ayana guling-guling karena tempat tidur ini begitu luas dan sangat empuk dan nyaman.
Wijaya keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuhnya dengan air hangat rasanya segar sekali. Ia pun keluar dengan hanya menggunakan kimono handuk.
Wijaya menggelengkan kepalanya saat melihat Ayana di tempat tidurnya.
"Kampungan," gumamnya sambil tersenyum lucu.
Seketika Ayana beranjak bangun saat melihat dada bidang Wijaya yang kekar dan berotot berjalan ke arahnya hanya mengunakan kimono handuk.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ayana sembari menutup wajahnya karena malu melihat tubuh laki-laki yang memperlihatkan dada bidangnya.
Wijaya tak mempedulikan Ayana dan tetap berganti pakaian di hadapan Ayana yang begitu malu karena ini pertama kalinya ia melihat tubuh laki-laki.
Lama Ayana menutup wajahnya sampai Wijaya pun duduk dihadapannya.
"Kamu kenapa menutup wajahmu?" tanya Wijaya menoleh ke arah Ayana.
Secara perlahan Ayana pun membuka kedua tangannya mengintip sedikit berharap Wijaya sudah memakai pakaiannya.
Ayana pun menghembus napas panjang merasa lega karena Wijaya sudah berpakaian lengkap.
"Kamu tak risih memakai pakaian pengantin?" tanya Wijaya tanpa melihat ke arah Ayana.
"Risih sih tapi, aku bingung harus ganti pakai apa?"
"Di lemari ada pakaian wanita kamu bisa memilih semua yang kamu mau!" seru Wijaya menunjuk ke arah lemari tanpa melihat Ayana.
Ayana menghembuskan napasnya lagi dan berjalan ke arah lemari membuka lemari pakaian yang begitu panjang berjejer.
"Pakaianmu sebelah kiri," ucap Wijaya lagi.
Ayana mengangguk karena ia malah membuka pakaian sebelah kanan isinya semua pakaian Wijaya. Setelah membuka lemari sebelah kiri semuanya pakaian wanita.
Lama Ayana terdiam bingung harus memilih yang mana. Wijaya beranjak bangun karena Ayana hanya berdiri mematung di depan lemari.
"Pakai ini saja," ucap Wijin tiba-tiba sembari mengambil lingerie terbuka untuk Ayana.
Ayana menggeleng-gelengkan kepalanya karena lingerie yang dipilihkan Wijaya terbuka dan menerawang.
"Kenapa, bukankah wanita biasa mengunakan ini kalau tidur?" tanya Wijaya sembari mengerutkan keningnya.
Ayana buru-buru mengambil piama dan berjalan cepat ke kamar mandi walau pun ia agak kesulitan karena masih mengunakan gaun pengantin.
Wijaya menggelengkan kepalanya lagi menyimpan lingerie yang tadi ia pilihkan untuk Ayana.
Ayana menghembuskan napas panjang. "Dia mesum sekali kenapa memilihkan lingerie itu?" tanya Ayana sendiri merasa malu sendiri.
"Aku kan belum siap untuk itu ...."
Wajah Ayana memerah memikirkan hal dewasa dan segera sadar.
"Ayana, apa yang kamu pikirkan?" tanyanya sendiri sembari menepuk kedua pipinya.
Ayana melihat cermin di kamar mandi melihat dirinya sendiri yang kini sudah menjadi istri Wijaya Langit.
"Kakek, aku harap kakek tenang, karena aku sudah memenuhi amanat terakhir kakek," gumamnya sembari meneteskan air matanya.
Ayana menangis tersedu-sedu mengingat kenangan bersama kakeknya karena ini permintaan terakhirnya tapi kakeknya sudah berpulang kepadaNya.
Setelah lama menangis Ayana pun menghapus air matanya.
"Aku tak boleh menangis lagi, sekarang aku sudah memenuhi keinginan kakek." Ayana menghapus air matanya dan mulai menyalakan air untuk mandi.
Saat akan mandi tiba-tiba saja Ayana pun menjerit sangat kencang membuat Wijaya pun meloncat kaget dan berlari ke kamar mandi untuk melihat keadaan Ayana.
Buku lain oleh Novia Avianti
Selebihnya