Suamiku yang Lumpuh Adalah Taipan Misterius
Penulis:ASHLEY AMARI
GenreRomantis
Suamiku yang Lumpuh Adalah Taipan Misterius
Lana berbalik dan melihat sosok yang dikenalnya. Jehan sedang duduk di kursi rodanya, tampak mulia dan terhormat. Suaranya langsung menenangkan mereka.
"Sayang, serahkan sisanya padaku." Dia memutar kursi rodanya ke arah Lana dan menggenggam tangannya yang lembut.
Lana gemetar. Namun, mengingat mereka harus bersikap layaknya sepasang kekasih, dia tidak menarik tangannya.
"Aku bisa mengatasinya sendiri," ucapnya dengan keras kepala.
Pernikahan mereka hanya sebatas hitam di atas putih. Dia merasa lebih baik jika mereka tidak perlu berhubungan satu sama lain.
Jehan mengerutkan kening melihat sikapnya yang keras kepala. Wanita ini sudah sangat marah pada pengasuh itu sehingga air matanya menggenang, tetapi tetap menolak bantuannya agar bisa menjauhkan diri darinya.
Memikirkan hal itu, Jehan menjadi frustrasi. Dia sengaja mencium punggung tangannya, berpura-pura mesra. "Kamu adalah istriku. Bagaimana mungkin aku bisa membiarkanmu menderita?" Suaranya terdengar memabukkan.
Entah kenapa, hati Lana terasa hangat. Tepat ketika Lana membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, Jehan langsung memperingatkan, "Kamu adalah istriku, jadi kamu harus bersikap seperti itu."
Mengikuti pandangannya, Lana melihat dua pria berbaju hitam yang bersembunyi di kejauhan, berpura-pura berbicara. Dia mengedipkan matanya dan mengangguk mengerti, "Baiklah."
"Ini semua tentang uang, bukan? Kenapa kamu tidak membayarnya saja?" Jehan tersenyum lebar.
"Kamu pikir kamu itu siapa?" ucap pengasuh itu sambil mencibir. "Bagaimana mungkin orang cacat dengan pakaian lusuh sepertimu mampu membayarku? Jangan membual."
Jehan mengenakan pakaian sederhana, sehingga pengasuh itu tidak dapat memperkirakan latar belakang atau situasi keuangannya. Mengingat dia adalah suami Lana, wajar saja pengasuh itu menganggapnya miskin.
"Beraninya kamu menghina suamiku!" Lana mengepalkan tangannya dan memelototi wanita paruh baya di depannya itu.
Namun, anehnya Jehan tampak tenang. "Berapa banyak yang kamu mau?"
"Enam ratus ribu sehari, delapan belas juta sebulan. Apa kamu mampu?" ejek wanita itu.
"Hanya delapan belas juta?" tanya Jehan sambil mengerutkan hidungnya dengan jijik.
"Kalau begitu, berikan padaku sekarang!" pinta wanita itu dengan serakah.
"Sebelum itu, aku ingin kamu membuktikan bahwa kamu sudah bekerja sepanjang hari dan istriku hanya membayar gaji setengah hari," ucap Jehan.
Pengasuh itu menelan ludah, keringat membanjiri keningnya. Riwayat gajinya akan mengungkap kebohongannya, jadi dia segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak, sebenarnya dia belum membayarku sepeser pun."
"Kalau begitu buktikan saja. Jika istriku tidak membayarmu, kenapa kamu bekerja untuknya? Jika kamu tidak punya bukti, aku akan menuntutmu."
Pengasuh itu langsung tertegun. Dia menyadari bahwa dirinya berada dalam masalah. Dia memelototi Lana dan berbalik untuk pergi.
"Apa aku mengizinkanmu pergi?"
Semua orang terkesiap kaget. Pengasuh itu memandang Jehan dengan ragu sementara Jehan menggenggam tangan Lana untuk mendukungnya.
"Kamu sudah merusak reputasi istriku. Oleh karena itu, kamu harus minta maaf padanya." Jehan mendongak dan menatap mata pengasuh itu dengan dingin, "Kamu harus berlutut dan meminta maaf padanya. Jika tidak, kamu harus masuk penjara."
Mendengar keributan di lantai bawah, kepala rumah sakit datang menemui Jehan.
"Tuan Jehan, kami sudah menyediakan bangsal VIP dan dua orang pengasuh. Kami akan segera memindahkan pasien ke sana."
Keluarga Sahid begitu berkuasa dan kaya raya. Meskipun ada desas-desus bahwa mereka akan segera bangkrut, kepala rumah sakit itu tetap menghormati Jehan.
Kedua mata pengasuh itu melebar dan rahangnya menganga, lalu dia menatap Jehan dengan tak percaya. Dia tidak paham kenapa kepala rumah sakit mereka bersikap sopan dan hormat pada seorang pria cacat dan wanita dari pedesaan.
Mendengar keseluruhan cerita, kepala rumah sakit melontarkan pandangan mencemooh pada pengasuh. "Kamu dipecat! Pergi ke departemen keuangan untuk menyelesaikan gajimu."
Merasa sedih, pengasuh itu meninggalkan tempat tersebut dengan kepala tertunduk. Jehan berbalik dan menatap orang-orang yang menonton mereka. "Siapa yang bilang istriku tidak punya uang dan berutang gaji pada pengasuh?"
Mendengar ancaman itu, orang-orang pun membubarkan diri.
"Kenapa kamu melakukan itu? Bukannya kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan satu sama lain?" ucap Lana dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.
"Apa kamu pikir aku akan diam saja melihat orang lain menindas istriku?" balasnya.
"Tapi, biaya untuk bangsal VIP dan menyewa dua pengasuh sangat mahal. Sebentar lagi kamu bangkrut. Kamu bisa menggunakan uang itu untuk menyelamatkan perusahaanmu."
"Itu urusanku sendiri!" dengus Jehan. "Tapi, kenapa kamu, putri Keluarga Rahayu tidak mampu membayar pengasuh yang lebih baik?"
"Itu juga urusanku sendiri!" Lana menirunya.
Hilang sudah suasana hati Jehan yang baik. Bersandar di kursi roda, Jehan mengamati wajah Lana sejenak dan mengajukan pertanyaan yang telah mengganggunya untuk sementara waktu. "Apa hubunganmu dan pasien itu?"