icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Bab 8
Mengusir Mereka dari Vila
Jumlah Kata:702    |    Dirilis Pada: 15/12/2022

Pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Lana merinding. Matanya melebar saat dia menatap Jehan. Tahu-tahu terlintas di benaknya bahwa dia bukanlah Lana bagi Jehan. Identitasnya saat ini tidak ada hubungannya dengan neneknya yang terbaring di rumah sakit.

Mulut Lana menjadi kering. Dia tidak tahu bagaimana dia harus menjelaskan pada Jehan kenapa dia ingin membantu wanita tua itu.

Jehan mengamati wajahnya sejenak dan bertanya, "Ada apa? Jawab pertanyaanku."

Lana tersipu dan mengalihkan pandangannya, "Aku akan mengambil sebotol air untukmu." Jantungnya seakan hampir melompat keluar dari dadanya.

Dia tergagap dan menunjuk mesin penjual otomatis dengan canggung.

Saat itu, ponsel Jehan berbunyi. Dia membuka ponselnya dan melihat pesan yang berbunyi, "Mereka sudah bertindak!"

Jehan meletakkan ponselnya dan memperhatikan punggung Lana. Perlahan dia tersenyum.

Permainan ini akan segera dimulai. Dia bertanya-tanya bagaimana wanita ini akan memilih.

Lana segera berlari ke toilet wanita dan memercikkan air ke wajahnya berkali-kali, seolah berusaha menenangkan hatinya yang gelisah.

Dia tidak bisa memahami pikiran serta perasaannya. Jantungnya berdegup kencang di balik dadanya. Dia mulai gelisah sejak Jehan muncul di rumah sakit. Sepertinya dunia telah menjadi sunyi. Satu-satunya yang bisa dia dengar adalah suara Jehan yang bergaung.

Akan tetapi, dia tidak menyukai pria itu.

Ini semua karena wajahnya yang tampan. Setiap kali tatapan Jehan yang dalam bertemu dengannya, dia akan salah paham bahwa pria itu menunjukkan rasa kasih sayang.

Lana memercikkan segenggam air lagi ke wajahnya dan menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Kemudian, dia keluar dari toilet wanita dan kembali ke tempat Jehan berada sambil membawa sebotol air.

"Yah, aku mengenal wanita tua itu ketika aku bekerja sebagai sukarelawan ...." Dia berbohong.

Namun, Jehan melambaikan tangannya untuk menghentikannya. "Kita ini bukan pasangan sungguhan. Kamu tidak perlu memberitahuku semua ini."

Lana mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Pria inilah yang bertanya sebelumnya.

Lana begitu marah sehingga tidak ingin berbicara dengannya. Dia langsung berjalan mengitari kursi roda, mencengkeram pegangannya, dan mendorongnya ke depan.

Dia tidak tahu bahwa ketika dia berbalik, Jehan tersenyum.

Keduanya tetap diam dalam perjalanan kembali menuju vila. Akan tetapi, saat mereka tiba di vila, terdengar suara kencang yang menarik perhatian Lana.

"Cepat buang ini semua."

Lana berlari ke dalam dan melihat seorang pria memerintahkan para pelayan untuk membuang barang-barang itu. Pria itu agak mirip dengan Jehan dan seorang wanita berdiri di sampingnya. Mereka adalah ibu tiri Jehan, Susi Cendana, dan adik tirinya, Kiran Sahid.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" bentak Jehan.

"Hei, Kakak!" Kiran berbalik, berpura-pura tersenyum seolah baru saja menyadari kedatangan mereka. "Apa itu Kakak Ipar?" tanyanya sambil memandang Lana dari atas ke bawah. "Astaga, dia sungguh cantik!"

Lana merasa jijik dengan tatapan mesum pria itu. Dia memandang wanita yang mengenakan banyak perhiasan dan pria jelek yang berdiri di sampingnya. Keningnya berkerut dengan bingung.

"Keluar!" teriak Jehan.

"Jehan, ini bukan lagi rumahmu." Susi hanya tersenyum. "Perusahaan sangat membutuhkan uang tunai. Ayahmu sudah setuju untuk menjual rumah ini. Kamu tidak akan mempersulit kami, bukan?"

Jehan mencengkeram sandaran tangan kursi rodanya dan memelototi wanita jahat itu. Meskipun marah, dia tak dapat menghentikannya.

Lana merasa kasihan padanya. Dia mengerti bahwa selama ini Jehan pasti mengalami masa-masa sulit.

Lana tidak tahan dengan Susi yang masih terus mengoceh. Kehadiran wanita itu membuatnya geram.

"Kalau untuk perusahaan, kenapa kalian tidak menjual rumah kalian sendiri?" ucapnya sambil menatap jijik pada perhiasan-perhiasan berat yang menempel di tubuh Susi. "Kamu terlihat seperti pohon Natal dengan sekian banyak perhiasan yang berkilau. Kamu bisa menjualnya untuk menyelamatkan perusahaan. Apa kamu pernah memikirkannya?"

Mendengar itu, para pelayan yang memindahkan perabotan keluar dari rumah menggigit bibir mereka untuk menahan tawa.

"Usir mereka berdua!" teriak Susi sambil memerintah.

"Tidak perlu, kami bisa pergi sendiri."

Lana mengepak beberapa pakaian dan mendorong Jehan keluar dari vila besar milik Keluarga Sahid. Dia memutuskan untuk mencari apartemen dengan harga sewa murah.

Senyum tersungging di sudut bibir Jehan saat melihat Lana membelanya. "Bukannya kita berjanji untuk tidak mencampuri urusan masing-masing? Kamu bisa meninggalkanku sendiri dan kembali ke rumah orang tuamu. Kenapa kamu tetap bersamaku?"

"Tidak mencampuri urusan masing-masing juga tergantung pada situasi. Kamu adalah suamiku dan kita berhubungan erat satu sama lain. Apa menurutmu aku akan membiarkan orang lain menindas suamiku?"

Lana tersenyum licik. Meskipun Jehan tahu bahwa wanita ini hanya meniru ucapannya, dia tetap terkesan.

Jantungnya berdetak dengan kencang. "Bukankah dia sudah sepakat bahwa dia tidak akan merayuku?" gumamnya pelan.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Pengantin Pengganti2 Bab 2 Jehan Sahid3 Bab 3 Kalung Misterius4 Bab 4 Ciuman Pertama yang Dramatis5 Bab 5 Sarapan6 Bab 6 Pengasuh yang Arogan7 Bab 7 Menyelamatkan Situasi8 Bab 8 Mengusir Mereka dari Vila9 Bab 9 Seperti Anak Kecil yang Merepotkan10 Bab 10 Keluarga yang Kejam11 Bab 11 Kalung12 Bab 12 Menghadiri Perjamuan13 Bab 13 Perselisihan di Perjamuan14 Bab 14 Kebenaran15 Bab 15 Tante yang Serakah16 Bab 16 Aku Membantu Istrimu17 Bab 17 Saras yang Jahat18 Bab 18 Kompromi19 Bab 19 Bersalah20 Bab 20 Kerja Bagus21 Bab 21 Ibu yang Pilih Kasih22 Bab 22 Membantu Lana23 Bab 23 Berusaha Terlihat Marah24 Bab 24 Pertengkaran25 Bab 25 Sepupunya26 Bab 26 Surat Penerimaan27 Bab 27 Keluarga Sahid Menyatakan Bangkrut28 Bab 28 Saras yang Gila29 Bab 29 Motif Tersembunyi30 Bab 30 Menjadikannya Sebagai Sasaran31 Bab 31 Proposal32 Bab 32 Berhasil Mendapat Sponsor33 Bab 33 Memikirkan Cara untuk Mencari Uang34 Bab 34 Selera Aneh Jehan35 Bab 35 Provokasi Mirna36 Bab 36 Wanita yang Menyebalkan37 Bab 37 Jehan yang Protektif38 Bab 38 Makan Malam Mewah39 Bab 39 Pria Idiot40 Bab 40 Rumor Tentang Lana41 Bab 41 Penangkapan Polisi42 Bab 42 Aku Memercayaimu43 Bab 43 Berbagi Tempat Tidur44 Bab 44 Kesehatan Jehan Tidak Baik45 Bab 45 Pembunuh yang Sebenarnya46 Bab 46 Undangan47 Bab 47 Saran Wisnu48 Bab 48 Kristina yang Ceroboh49 Bab 49 Lana dalam Masalah50 Bab 50 Amarah Jehan51 Bab 51 Terpikat52 Bab 52 Menciumnya53 Bab 53 Gosip54 Bab 54 Klarifikasi Rumor55 Bab 55 Sudah Menikah56 Bab 56 Cincin Kawin57 Bab 57 Kembali ke Kota Elok58 Bab 58 Tak Sengaja Bertemu Arini59 Bab 59 Kebencian60 Bab 60 Hadiah61 Bab 61 Kembali ke Kampung Halamannya62 Bab 62 Meminta Uang63 Bab 63 Menangis dalam Pelukannya64 Bab 64 Insomnia65 Bab 65 Oki yang Menyebalkan66 Bab 66 Kegelisahan67 Bab 67 Kalung68 Bab 68 Rencana Dika69 Bab 69 Bertemu dengan Vina70 Bab 70 Pekerjaan Baru71 Bab 71 Serangan Balik Lana72 Bab 72 Levi Agustinus73 Bab 73 Luka Tembak74 Bab 74 Berbohong75 Bab 75 Malu76 Bab 76 Rencana Oki77 Bab 77 Insiden di Bandara78 Bab 78 Mabuk79 Bab 79 Malam Pertama Mereka80 Bab 80 Bangun81 Bab 81 Aku Tidak Ingin Melihatmu lagi82 Bab 82 Siapa Pria Itu83 Bab 83 Merasa Bersalah84 Bab 84 Jehan Khawatir85 Bab 85 Semua Ini Karena Saras86 Bab 86 Jehan yang Keras Kepala87 Bab 87 Menabrak Levi88 Bab 88 Rencana A Gagal89 Bab 89 Masalah Oki90 Bab 90 Lagi-Lagi Levi91 Bab 91 Provokasi Feni92 Bab 92 Mengenal Levi93 Bab 93 Mencurigakan94 Bab 94 Datang ke Kampus untuk Menemuiku95 Bab 95 Diawasi96 Bab 96 Konfrontasi97 Bab 97 Pertimbangkan untuk Bersamaku98 Bab 98 Tidak Ada Ciuman atau Pelukan 99 Bab 99 Seperti Apa Wajah Levi100 Bab 100 Tiket Pameran