Dandelion, Wish, and Wind
n tempat mereka biasa berpisah jalan, Izumi dan Yuki mengambil arah yang berbeda. Izumi tetap lurus, sedangkan Yuki mengambil jalan berbelok yang mengarah langsung menuju tempat tinggalnya. Izumi
, sampai beso
nada riang seperti biasanya. Gadis itu melambaikan
sok itu tak terlihat lagi, Izumi beranjak dari tempatnya. Selagi berjalan, sesekali Izumi mendongak menatap langit malam. Bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya berserakan di atas sana meramaikan malam. Namun sayangn
di tempat biasanya. Setelah melepas sepatunya di genkan dan menyimpannya di rak, Izumi melangkah masuk. Ketika melewati ruang tengah dia melihat Nakagawa Makoto-Ayah Ryu-ada di sana. Pria empat puluh s
ghentikan langkah Izumi. Pria itu member
diri pada salah satu kursi yang ada di sana. "Bagaimana sekolahmu?" tanya Makoto. D
t ini, Makoto adalah orang yang paling jarang berbicara dengan Izumi. Obrolan mereka bisa dibilang dapat dihitung dengan jari. Makoto yang sela
ub juga?" tanya Makoto, sedikit penasaran k
ah. Lagi pula siswa kelas tiga disibukkan dengan ujian,
k mengerti. "Ah,
buka dari arah depan, disusul dengan ucapan 'tadaima' dari Ryu. Pemuda itu
akoto. "Nii-san sudah sampai duluan rupanya," lanjut Ryu pada Izumi
uba
a dari satu-satunya wanita yang ada di rumah itu. "Gomen ne Makoto-san, antrian di supermarket tadi sangat ramai. Apa Izumi-
. Makoto tersenyum menyambut kedatang
it terlambat. Mama baru saja pulang berbelanja," ujar T
aku habis makan ramen di luar
an belanjaannya sembarang lalu ikut bergabung
ulan bertemu di s
emu dengan Nii-san bersama Fujiha
nama perempuan, ka
an antusias. Segera saja keduanya menghujani Izumi dengan berbagai pertanya
dak sedekat itu
ian berdua pulang bersama," ujar Ryu ikut-ikutan. Se
menemukan kalimat yang tepat untuk menyanggah ucapan Izumi, pemuda beriris hazel itu menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. "Jangan-jangan tadi it
pacar? Kenapa tidak bilang
chan tidak punya hubungan sep
eratan memberitahu kami siapa 'Nana-chan' yan
an ketika berbicara dengan Makoto perlahan berkurang. "Misumi Nana, dia teman sekelask
an dengan kakak kelas, ya?"
bali menyanggah hubungannya dengan Nana. "Mou,
ri pemuda itu. Sedangkan Ryu hanya bisa mendelik sebal. Padahal awalnya dia hanya berniat menjahili Izumi, tetapi ujung-ujungnya malah dia yang d
Tsubaki yang sedari tadi terlihat begitu men
aik-baik. Sainganmu pasti banyak karena kau mengencani gadis
ti Izumi dan ayahnya. Sementara Izumi yang mendengar hal itu terbatuk kecil untuk menyamarkan
menerta
elak Izumi membela diri sambil berusaha
ya. "Aku mau naik ke kamar," ujarnya melangkah
ga ikut permisi," pam
Tsubaki," komentar Makoto ses
antara Izumi dengan Makoto dan Ryu. Meskipun Izumi masih bersikap kaku jika berbicara dengan dirinya, tapi s
lan-pelan dia akan menerima kita sebagai keluarganya,
menatapnya dengan hangat dari balik kacamatanya. "Un, arigatou M
zaki
aranya terdengar ketus, tetapi ekspresi pemuda itu malah sebalikn
yang tadi,
ku hanya untuk menjahili Kakak. Tapi ujung-ujung
tu bena
apa
an Nana, kalian berdua
alau aku punya perasaan padanya, meskipun hanya sepihak," tambah Ryu dengan suara yang amat sangat pelan sampai
Kalau tidak salah tadi ia mendengar sebagian ucapan Ryu meskipun pemuda itu mengatakannya dengan san