Darah Sang Mafia
m hati, ia marah, kesal, tapi apa yang bisa ia lakukan selanjutnya selain menjalani sisa hidup dengan satu ginjal yang ada di tubuhnya. Hidupnya tak semulus yang
tu tempat yang nantinya, akan menjadi tempat dirinya tinggal hingga ayah dan kakaknya i
at untuk memarkirkan sepuluh mobil, bagaimana dalamnya. Dara berjalan sembari membawa tas pakaiannya. Pintu bercat coklat itu terbuka lebar setelah dibukakan dua pria bertubuh tinggi besar dengan pakaian serba
anya. Wanita itu masuk ke dalam rumah, ketiga orang itu duduk. Tak berselang lama, seorang pria bertubuh tinggi besar dengan rambut sudaht tangan yang menandakan tak perlu melakukan hal itu. Ia meletakkan satu kertas yang dari
kasih atas segalanya, Tuan," ucap ayah kandung D
k... apa maksudnya!" teriak Dar
r, Dara begitu lemas, sudah jelas dan pasti jika ia dijual ke pria tua di dekatnya itu. Air mata Dara luruh, ia m
, Dara," lanjut pria itu sambil pamit berlalu. Azyar memanggil wanita yang tad
etus. "Ayo, Nak," lanjut wanita itu. Dara semakin bingung, ia lalu beranjak pelan sambil menghapus air
tan, Tina. Saya t
aham," jawab wanit
zyar masih terus beradu tatap hingga Azyar berjalan ke arah pintu dan berlalu cepat masuk ke dalam mobil. D
"Sudah, lupakan, yang pasti, ingat apa kata Tuan Azyar tadi, Bibi akan menjauhkanmu dari Dastan sebisa
, kamar itu besar, bersih dan wangi. Ada vas bunga be
ya, panggil Bibi kalau butuh sesuatu." Tina m
ra tampak khawatir. Bibi menggelengkan kepala. Ia se
tau di pavilion tempat Bibi tinggal. Makan malam jam tujuh, Bibi masak selalu mendadak, karena Dastan maunya m
u, terasa sakit di jahitan bekas operasi pengangkatan satu ginjalnya. Ia membuka tas selempang kecil miliknya, mengambil sebutir obat penghilang rasa sakit yang seharusnya ia sudah minum dua jam
kakinya ia tapaki pelan di lantai marmer dingin itu menuju ke ranjang. Napas D
umah itu. Ia tak tau, akan berapa lama berada di rumah itu dan apa fungsinya, bahkan, sang a
arena luka operasi masih tertutup perban yang belum ia lepas jahitannya juga. Dres
dengan satu ginjal? Ini menyiksa Dara?" Kedua bahunya merosot saat sedan
ari luar. Dara beranjak perlah
abnya setelah
kamar itu bersama Tina, menuruni anak tangga perlahan. Tina melirik sekilas, karen
, tau ka
karena tampaknya begitu tak nyaman. Dara hanya menjawab dengan anggukan. Langkah kaki keduanya ti
yang mendadak tubuhnya gemetar saking takutnya melihat pria itu. "Siapa dia! Papa bawa pelacurnya lagi ke rumah ini!
indah tubuh wanita itu juga. "Boleh juga kali ini selera tua Bangka itu," ucapnya da Dastan dengan suara b
melotot tajam saat tangan Dastan berada di tu
as, hingga membuat Dara terpejam takut dan mencoba me
an? Ssshh... harus dicoba dulu, s
dorong Dastan hingga terjerembab di lantai, Dara meringis, hingga menekuk tubuhnya. Tina menirik dingin lalu melihat darah merembes dari pakaian yang dikenakan
karena melihat Dara meringis m
arah tangga, untuk menuju ke kamarnya sambil melepaskan jas, menyisakan k
alu merebahkan tubuh Dara. Tina mengambil gunting, dengan cepat merobek dres itu, dan terkejut saat melihat
tai dua. Tina dan Asri sibuk mengambil baskom berisi air dan waslap kecil, Asri juga menutupi pinggang ke bawah Dara yang
s aktingnya.' ucap Dastan dalam