Darah Sang Mafia
–Dara tersenyum sambil memakan kue yang baru selesai dipanggang, bolu pisang. Dari wanginya Dara sud
o bikin kue ini," ucap Asri yang beru
pintar bikin kuenya, terima kasih, Bi," ucap Dara sopan den
makan malam untuk den Dastan, dia bil
i menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak Ibunya untuk tuan
memasukan sepotong kue ke dalam mulutnya. "Semalam, Da
Dastan." Tina menggenggam jemari Dara. "Tuan besar punya anak laki-laki, namanya Dastan, usianya lebih tua dari Dara, dia memang jarang pulang. Kalau pun pulang paling cuma untuk
Tina diam, ia bingung harus menjawab apa, lalu beranjak dan menuju ke dapur kotor, sedangkan Dara
na mengerjakan pekerjaan rumah, tak diperbolehkan. Beberapa kali ia mendengkus, terasa bosan. Tangannya mengusap perut yang mas
yu mahal, menunjukkan angka delapan. Ia menoleh saat derap langkah tegap pria itu berjalan masuk ke dalam rumah. I
elacur ini masih di sini!" lanjutny
n kamu," tegur Tina sembari mengambil ja
i makan atau pergi dari sini. Terserah kamu mau kelaparan atau kehausan. Sekali kamu keluar kamar–" Dastan mengeluarkan glock dari sarung senjata yang melingkar di pinggangnya. Ia todongkan ke leher Dara yang panik lalu kedua matanya sudah berkaca-kaca. "Peluru ini akan mudah bersarang di kepala kamu. Murahan." Ia menghina Dara, sedetik kemudian mendorong tubuh mungil
Tina. Dastan tak acuh, ia menikmati masakan Tina yang sesuai dengan seleranya.
Dara maksud Bibi? Ck, bagus lah. Suruh Samuel ba
an lebih lanjut, takut ada infeksi dan–" Tina menghentikan ucapannya. Dastan menoleh, menunggu kelanjutan kalimat Tina. "Mau periksa apa
pun. Pelacur tetaplah pelacur. Papa tolol banget punya pelacur sakit-s
inya. Dastan mendongak, teringat bagaimana ia beberapa jam lalu baru menghabisi orang-orang yang mengusik kegiatan bisnis ilegalnya. Tangan Dastan terangkat, ia bersihkan dengan air juga sabun, ada sedikit bercak darah setelah ia menusuk dua orang tanpa ampun di tempat persembun
okok juga pemantik, ia membakar rokok kemudian dihisapnya dalam. Asap tebal mengepul ke udara dari bibir merah dengan bagian bawah yang tebal. Jemari tangan kirinya menekan satu tombol di kibor komputer, serentak lima layar komputer menyala. Das
entil ujung rokok supaya abu jatuh ke asbak terbuat dari kaca di sebelah kirinya. "Hm. Sudah kalian pantau,
n, apa anda yakin akan menghabisi dia?" terdengar ragu anak b
habisi. Mudah bagi say
an melanjutkan bicara, jika ia meminta anak buah lainnya, menjaga di pela
mbarangan earphone wireless itu, dihisapnya rokok begitu
el, sahabat yang juga seorang dokter bedah, masuk perlahan ke dalam kamar yang juga ruang kerja Dastan. "O
o masuk ke sini!" Dastan beranj
minta Dara jauh dari lo. Dia manusia, Das, perempuan. Lo bajingan, tapi lihat-lihat siapa yang lo saki
ni. Ajak kita berdua ke t
yang legal atau ilegal
mau yang mana, ka
ruangannya. Muel..
di dekat kursi yang diduduki Dastan, kedua
sok gue mau keluar kota
kayak gini. Bokap lo udah capek lihat l
erus ada disekeliling gue. Ayah juga nggak peduli gue mau hidup atau nggak, kan?" jaw
nyakitin perempuan, jangan lo lampiaskan ke cewek sakit kayak Dara. Lo bebas main cewek di mana-mana, tapi di rumah ini, udah jelas peraturannya, 'kan? Gue bakal ingetin lo terus kalau lo lupa. Atau, Igo yang bakal ingetin lo." ancam Samuel. Dastan tak menjawab, ia diam seribu bahasa. Samuel berjalan kelu