Darah Sang Mafia
serah, Dastan tak peduli, yang ia pedulikan hanya bagaimana, ia tiba di lokasi tempat barang selundupannya tiba dengan selamat tanpa ada kendala. Lokasi yang ia pilih adalah satu bangunan tua, terben
uka pagar begitu lebar. Mobil mengarah ke samping rumah, ia biasa memarkirkan di sana. Langkah kakinya begitu tegas, ia berjalan sambil merapikan jas hitam sli
giatan bisnis gelapnya. Dua orang berjalan menghampiri, memberikan map hitam
n satu laptop yang dinyalakan hanya dengan satu sentuhan pada lay
kita." Kalimat anak buahnya membuat Dastan menganggukan kepala. Bisnis apa yang ia jalankan selain menyelundupkan barang Impor, pembunuh bayaran, mata-mata bawah tan
tan terdengar begitu membuat berdebar, tak
jauh dari sini. Mereka lelah hidup sengsara, dan bahkan, ada be
k. Ia anak sebatang kara yang tak tau siapa keluarganya, terlantar di jalanan semenjak kabur dari dinas sosial. Dastan merawatnya, tidak di rumah, melainkan ia bawa ke panti asuhan remaja yang ada di luar kota, yayasan yang bernaung di bawahnya, Dastan men
erawan?" tany
erpaksa, tapi mau melakukan peke
upkan adalah minuman keras berbagai merk terkenal, elektronik berbagai jenis, tembakau, bahkan hingga alat keamanan canggih, ponsel, laptop, kamera, tekstil, dan terkadang narkoba. Dastan sudah tidak waras, pantas saja aya
kir mengapa ada gadis perawan yang mau menyerahkan tubuhnya yang masih utuh sekedar untuk mencari
buah lainnya menghampiri. "Tuan
ak. "Cari tau apa tujuannya, kalau memang dia mau mencari jatah di lokas
s. Dastan meminta anak buahnya pergi meninggalkannya di ruangan itu. Saat ia membuka kertas yang diber
gan cepat mengirimkan pesan kepada tim di lapangan, lalu mematikan laptop, ia berjalan cepat, tujuan
ah dan semua akan aman. Lalu, mengapa ia terlihat begitu terburu-buru. Hal itu mendadak muncul di
kmati bir dingin saling melempar tawa. "Kenapa lo," tanya Samuel yang asik menikmati keripik kentang. Taman samping rumah Igo sangat nyaman, terdapat empat kur
Samuel. Dokter bedah ibu membacanya, lalu tertawa geli. Ia meng
Igo. Ia meneguk bir dingin
ir. Lo tau Steve, 'kan? Dara bukan le
at tendangan pada tulang keringnya dari Dastan. Marlon yang kesa
dan kayaknya dia bakal pakai Dara
dangan. Bukan bosan lagi, rasanya muak. Entah bagaim
berapa nyawa lo ambil dengan tan
nti total sebelum terl
a pun wanita itu, bisa bikin lo putih bersih, lo taubat dan dosa lo diampuni pencipta. Sebelum terl
nggak–" ponselnya bergetar di saku celana, ia menghentikan kalimatnya u
lagi. Ketiga pasang mata saha
Dastan memasukan ponsel ke saku celananya lagi. "Muel, Bi Tina bi
andi atas. Lengkap di sana, segala obat ada, kecuali obat gila buat lo. Nggak ada.
okter!" om
cepat. Mengeplak kepala Samuel lalu pergi meninggalkan ketiga sahabatnya untuk pulang ke rumah.
utupi terus. Lo berdua harus jeli perhatiin sorot mata Dastan
s, "mirip Mama Jel
sambung
Marlon mena
enggelengkan kepala. Marlon hanya bisa tergelak. "Gue sengaja bi
fek ginjalnya?" Ig
gi. Bi Tina bilang ke gue, dan badan Dara, gampang biru kalau terpukul atau terbentur, belum lagi bibir
ng gemesin?" Marlon meletakkan dua tangan ke wa
lau Dara diperlakukan kas
orang service plus-plus." Samuel melirik sinis. Marlon tertawa. Pengacara spesialis kasus perceraian dan sengketa harta w
g biasa gue pake, aman, 'kan?" Samuel beran
uel berjalan masuk ke dalam rumah. D
t demam namanya apa. Dia nggak mau tanya Samuel, D
Ditta mencoba menebak dari melihat raut wajah Igo. "Ah... Dara, ya... oke, aku paham." lalu Igo memeluk erat istrin
t lampu kamar Dara menyala. Setelah tiba tepat di depan kamar, ia sempat ragu membuka pintu, namun
tan sambil ber
a, yuk," ajaknya. Dastan mendekat, memegang kening D
i saya nggak tau yang mana." Dastan masih berdiri
astan menatap Dara yang tak berdaya. Ia menarik kursi meja rias, duduk sambil terus m
rlalu dingin, segera ia menurunkan suhunya. Ia juga melepas jas, menarik lengan kemeja hingga siku. Dastan duduk di tepi ranjang, membangunkan Dara perlahan untuk minum obat. Gadis itu membuka ked
n sepatah kata pun. Ia membantu Dara berbaring. Dara berbalik badan, ia takut dengan tatapan Dasta
Dastan tunjukkan. Dara terus memejamkan kedua mata, hingga tertidur. Tetapi, tak lama Dastan justru mendengar Dara mengingau, memanggil bundanya dan meminta ikut diajak
Bibi tidur, suda
n?" Tina bersorak dalam hati, tapi ia p
p pintu, senyumnya sumringah, Asri yang menunggu ibunya di deka
tu. "Menyusahkan, bikin khawatir orang." gumamnya, tangannya memegang