RAHASIA KELUARGA TERLARANG
ap gelapnya langit yang tanpa satu pun bintang menghiasi. Gemuruh angin seakan-akan hendak me
ah. Inikah balasan atas dosa-dosaku? Kenapa Engkau sekejam itu, Tuhan?" Waluyo menjambak rambu
, tumbang dalam sekejap ketika mendapat kabar dari ayah mertuany
Balai Desa sontak berbisik-bisik mend
tempo. Segera membawa Waluyo menuju rumah sakit ya
tri dan anaknya baik-baik saja. Keresa
a bisa berdiri nanar. Tidak percaya ketika mel
mi selamatkan." Ucapan Dokter bagai palu godam yang dipukulkan ke kepalanya. Tel
n, ia masih menyempatkan diri menjenguk keponakannya yang terbarin
rus diterima oleh Waluyo?" Mata
k bisa menerima kenyataan pahit tersebut. Masih terbayang-bayang bagaimana istrinya sore itu masi
ng gila, berteriak dan menangis sepanjang jalan menu
annya ke tanah. Berkali-kali juga ia coba untuk bangkit. Namun, kekuatan alam memang tidak bi
bakar rumah Hamidah. Terdengar kencang jerit
n bayi itu sendirian?" Waluyo membiarkan pikirannya menerawang tak tentu arah. Membiarkan hujan terus mencucukkan hawa dingin ke tubuhnya. Gigil dalam sekejap men
uteriakkan agar ia tidak menyakiti ibunya? Awas saja! Aku akan buat dia menderita karena telah membunuh wanita yang kusayang!" Berpikir sampai
*
penanganan dokter. Wanita itu kehilangan banyak darah. Namun, Dokter berusaha sekuat tenaga. Apalagi stok darah sesuai golongan darah Hamidah cuku
alui masa kritisnya. Namun, kondisinya masih belum sta
ok. Saya suaminya, tolon
stri anda juga kuat. Dalam situasi seperti ini, dia masih bertahan. Untunglah, bayinya juga bisa ki
ter tersebut berlalu dari hadapannya. Arif menatap Hamidah melalui kaca
ar membuat tubuhnya lemas, kehilangan banyak cairan. Setelah dia rasa ama
dengan cepat menyembunyikan diri, mengintai dari rimbunny
er itu. Dia telah membunuh istriku! Aku a
amparan keras membuat lelaki itu
n menyalahkan orang atas apa yang terjadi. Seharusnya, kamu koreksi
kata-kata abangnya. Ia p
! Aku tidak rela. Aku sangat mencintai d
ngkat tangan Waluyo,
ndalikan dirimu! Ada anakmu
sanggup menemuinya." Ia berbalik, kemudian mengambil langkah se
luyo! Bukankah sudah pernah kukatakan dulu, kalau Sanira tidak akan bisa kau milik
jalan mendekati Kepala Kampung yang
dro! Apa
ketika seseorang menyebut nama aslinya. Ia lebih te
ung atau Andro mengucek matanya beberapa kali. Memast
rkan tangan. "Sudah lama kita ti
juga uluran tangan Arif. Dia s
urusan apa di rumah sakit?"
tidak menahan diri, ingin sekali ia m
etulan ia habis melahirkan. Bang
a. Istrinya Waluyo, melahirkan. Ta
Tepatnya pura
Raut wajah Arif terlihat bersedih. Walau dalam hati ia mensyukuri apa yang terjadi. 'Mampus dan mem
dulu, ya, Bang. Maaf tida
lu, tapi terdenga
jenguklah kubu
k dan menata
h kenangan pahit dan hitam. Percayal
ingin membunuh kalian semua
mbung
Masih pe
seru, dong. Biar kita semakin sehati. Jangan pe