icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Pupus

Bab 8 Delapan

Jumlah Kata:1035    |    Dirilis Pada: 01/04/2022

tak bisa melihat Jali, tapi ia utarakan juga ma

es potong! Berapa sudah cangkir dan piring yang kau pecah

api pelit!" Hafiz tertawa sambil

api hemat!" ujar Pak B

t," Hafiz mengembuskan asap tembaka

ar dari warung, entah mencari apa, tapi sempat ia berpesan kepada Jali untuk menjaga kedai dan melayani orang-orang yang hendak minum di kedainya itu. S

rempuan yang kem

i. Berbeda kalau hari pekan, banyak pedagang dari jauh datang ke tempat ini. Menggelar barang dagangannya-dari pakaian sampai alat dapur

uan. Tak mungkin kalau peremp

n semangatku, Jal

semangat Tuan, tapi lihatlah

tiannya siang ini. Angin kering bertiup memasuki kedai membawa debu yang berputar-putar bagai puting beliung. Hafiz memicingkan mata sambil menutup mulut dan hidung dengan telapak tangan, agar terhindar dari debu yang m

eriaknya

sahutan dari balik dindi

pat ini juga?" Hafiz bertanya seperti itu hanya untuk meringankan beban

li. Hafiz bertanya sekali

ta kau,

h kaki Jali, keluar da

ambah air untuk

ngerutka

ertanyaanku tadi? Sambil

kembali duduk berha

puan itu bukan berasal dari kampung ini. Bukanka

ana kau

anya saja aku sudah yakin kalau

rtanya pada diri sendiri-dan bingung memikirkan ada keperluan apa per

Tuaaan ... Untuk apalag

keningnya-tanda ia heran-m

rempuan itu orang dari kota, untuk apa ia berbelanja ke

sul. Hanya tersengih saja yang ia bisa. Kemu

u melihat air yang dijerang

tu," ujar Hafiz melepa

bil kertas dan pena dari dalam saku celana yang selalu saja dibawa ke mana pun ia pergi. Kemudian daripada itu, Hafiz tenggelam di dunia khayali. Berbait-bait kata ya

k yang mem

h rindu-de

mpuan berwa

encim co

gi kan kuc

ai,

a pada la

arus

'kan kuc

ilang seb

asmara in

kita sa

an pertama? Entahlah, Hafiz menjadi pening sendiri. Ke mana ia akan mencari perempuan yang telah menambat hatinya itu. Bisakah mereka bersua kembali, atau selamanyakah ia akan selalu merindu bagai seekor pungguk? Kopi ia reguk lagi meskipun sudah agak dingin, kemudia

an, Tuan?" Jali pul

iba. Siapa yang tak geram? Meradang pun bisa, tapi untunglah Hafiz bisa menyabarka

?" Jali senyum-senyum. Sukalah ia men

gkut-pautnya dengan engka

ut sekali ini. Memang ia tak suka kalau dipanggil

kupanggil saj

u Jali

air panas ke dalam cangkir kopiku ini," Haf

glah duduk di kedai," Jali merepet sa

harus kubayarkan!" gerutu Hafiz mendeng

ah air hangat, lima sen!" terdengar suar

rupiah pun aku bayarkan!

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka