Dicintai Adik Ketemu Gede
t berubah. Rasa penasaran itu kian mencuat, sebab mendadak Fadlan berubah sikap dal
gahan yang tak masuk di akal. Namun, aku meng
kita belum makan siang." Aku menawarkan diri untuk membeli ma
i rumah Nyak Marni. Seperti biasa, Mpok Latifah-pemilik
asi. Mpok Latifah yang sudah hafal dengan pesananku pu
berikan satu kantong plastik
Biasanya, tanpa dijelaskan lagi, Mpok Latifa
ma pesen satu. Bentar, deh. Aye bungkusin lagi," sahutnya,
gah. Pikiranku kini berke
up ini aja. Kirain Fad
h?" Mpok Latifah berhe
..." Aku pun pamit setelah menyerahkan
dengan Fadlan yang berbohong pa
Fadlan ngambek gara-gara tad
lama. Sudah hampir setengah hari dia mendiamkanku seperti ini, bahkan berbohong den
mbil memainkan ponsel. Sesekali dia tertawa. Saat menyadari
tinya kamu salah paham padaku," kataku
elantur," sahutnya ta
-kanakan, deh, Lan. Cemburu berlebihan
. Wajahnya tampak kesal. F
h. Kamu suka V
-ada. Bagaimana mungkin dia bisa sembarang menyimpulkan hal sema
ggap adik sendiri. Kamu juga tahu, kan? Kejadian ngobrol tadi itu
menatapku, "
ir jernih, bukan main tuding aja. Otakmu itu udah penuh
unduk seperti anak kecil yang
lari pagi. Terus, kamu juga nggak ngasih tahu. Malah kalian asyik ngobrol," jelasnya.
gak ngasih tahu. Soalnya dia langsung ngomongin tentang
mudar. Terlihat tanda-tanda Fadlan memaafkanku dari sorot mata itu. Kin
, lalu membawa nasi bungkus tersebut ke dalam. Aku mengekor di bali
ndok dalam rak d
ah makan. Ck! Gara-gara cewek doang sampe tega bohongin temen sen
an, tadi. Sekarang udah laper lagi. Bagian mana bohongnya?" Fadlan t
suap aja!" gerutuku yang segera men
ah tak mempermasalahkan kejadian tadi pagi. Namun, sebagai gantinya a
ku mengatakannya
gkat sendokny
Fadlan saking geli dengan perkat
*
meja yang mengarah ke jendela. Mentari yang sudah hampi
Fadlan mencatat tahap dan rencana untuk pendekatan dengan Vivi. Ada-ada saja kela
belakangnya. Kurasa dia tidak menyadari bahwa s
rus mencatat sambil menggerutu, "Alah, a
iri di kasur. "Mustahil. Aku bu
ok teman yang sangat penting dalam hidupku. Satu-satunya yang rela mengarungi lautan suka duka bersamaku.
am saku celana. Aku tercengang dan langsung mengenali nomor itu karena
n menoleh padaku, "Gam, si
menyerang kala menatap lekat layar ponsel. Jantungku kian
ngamati nomor tanpa nama itu, lalu menerima
angit-langit kamar dengan perasaan kacau. Apa yang harus kulakukan? Kecemasan ini kian menjadi kala mende
bagaimana? Tidak mungkin aku terus menghindar seperti ini. Se
berusaha menormalkan deta
menautkan alis seolah sedang mengatakan 'Kamu yakin?'. Aku mengangguk. Fadlan mengac
ualaikum