Dear Ex and Mistakes
n sudah terjaga hingga dini hari demi menemukan rumah baru yang bisa kusewa dengan harga yang setidaknya sama dengan harga sewa rumahku s
depan pagar rumahku. Memakai kaus kerah dengan celana jins
rku bisa keluar rumah. Aku harus bekerja keras demi masa depan. Masa depan cera
m pagar rumahku. "Aku mau pergi! Pergi kamu!" Aku mengunci pintu rumahku, mengunci kaitan helmk
but dan tertangkap telingaku penuh penyesalan. "Aku cari kamu dan kupikir kamu-" ma
sudut hatiku terasa nyeri. Ini tidak benar. Ia adalah sosok ya
Keberuntunganku yang akhirnya
rumah. Samar aku menghela napas lirih dari balik helmku. Istri. Segitu mudahnya ia melanjutkan hidup, sedang aku sebegini berjuangnya ha
unci pagar rumah. Aku membuka kaca helm, lalu menatapnya sesaat sebelum bicara, "Kalaupun aku sudah menikah lagi, itu bukan urusanmu. Yang perl
Terpaksa aku membuka kaca itu dan membiarkan angin bebas m
s ini. Sejak tadi, bukannya mengerjakan tugas dari Bu Rahma, ia mal
a-tanya ke orang produksi tentang rumah kontrakan dan-mata Mbak sembab kaya habis nangis atau gak tidur
juh hari tujuh malam." Mataku menerawang pada logo butik yang bertuliskan Rahmantika Label, tempatku melanjut
a gadis itu. Kini, ia sudah berada di hadapanku, duduk di kursi yang bias
A sepertiku yang memiliki sertifikat keahlian menjahit dan menggambar pola busana. Ia datang ke tempat ini dan berkembang dengan kemampuan merancang busana atas arahan Bu Rahma. Sepertiku, ia mengawali karirnya di butik ini da
seperti itu di mataku. Sudah dua tahun ia melanjutkan pendidikan management di fakultas ekonomi dan bermimp
au hidupku gak seperti o
la tanpak ringan, ki
baru. Entah di kota lain atau kawasan l
antu?" tanya M
harapan. "Ada masa laluku yang datang dan mengancam menghantui hid
ia jelas terperanjat dengan
h punya istri dan kehidupan yang jauh lebih baik dariku. Aku gak masalah, sih, dengan apa yang
rasa sama dia,"
au laporan soal rancangan busana yang tamunya pesan semalam. Setelah itu, kalau kamu
jam makan siang kita cari sa
tetapi sikapnya tak pernah terlihat kekanakan. Meski pembawaannya ceria d
a yang mereka tawarkan rata-rata di atas kemampuanku membayar. Aku tidak bisa tinggal di rumah kos karena saat libur, aku akan bising dengan suara mesin j
terdengar penuh sesal. "Aku yakin pemiliknya kasih harga murah kare
paling dibangun unit
agak aneh. Satu area, hanya berdiri dua rumah dan belakangnya sudah sungai besar. Aku ga
t tinggalku rencanakan pada area aneh tempat rumah kontrakanku berdiri. Yang saat ini mengganggu pikiranku hany
tahu, Mbak. Cari rumah itu seperti jodoh. Susah-susah gampang. Kalau sekarang belum ada, ya berarti harus coba
l bertetangga dengan mantan suami yang su
au rasa di hati Mbak memang
ahma dan meminta ijin beliau
decakan. "Dua puluh empa
sungguhan gila karena dipaksa hidup
tu lewat dan aku harus kembali bekerja. Bagiku mengelola waktu harus bisa seefisien mungki