Dear Ex and Mistakes
apa
an. Seharusnya, selarut malam ini ia tidur saja dengan istrinya dan menghangatkan ranjang mereka. Ta
ntung plastik berlogo restauran cepat saji kesukaa
an soda itu. "Aku sudah makan. Terima kasih. Bawa pulang lagi saja makanan itu." Tanpa permisi, aku melajuka
suk rumah terhenti. Aku mengangkat wajah dan membalas tatapannya yang masih mengangsurkan
ngi dinginnnya angin malam ini. "Pulang atau tidak dan a
m makan. Ak
u kenyang pun,
enam tahun memberikan kamu pelaj
tu. Percaya kepadamu d
r. Baguslah. Aku ingin memasak mie instan dan lanjut merancang busana anak yang akan aku jahit besok. Selama dua hari kedepan aku memiliki libur dan berencana untuk tetap berada di dalam rumah dengan stok sard
a gaun pink pesanan dari Solo itu. Yang jelas, saat ini tubuhku terasa lelah. Aku beranjak dari ranjang dan berjalan gontai menuju kamar mand
ya menjadi keset atau tatakan panci. Untuk limbah kain, biasanya aku memberi gratis pada pembeli gaun anak-anak
ama tangan dan pikiran dan konsentrasi penuh pada hasil jahitan. Senyumku mengembang sempurna saat satu per satu gau
a tak terasa perutku berbunyi dan sore sudah datang. Seharian ini, aku hanya memasukkan roti dan susu ke da
iap detik seorang diri dengan kondisi sesederhana ini. Tak apa, aku sudah biasa. Keluargaku bukan orang kaya dan itu membuatku tak merasa merana dengan hidupku yang begini-
uatku lemah seperti ini. Hallo, Ratih, kamu sudah bebas darinya enam tahun lalu dan kini hidupmu sudah tak memiliki beban l
alipun benar serunyam itu, kamu harus yakin bahwa kamu bisa menghadapi fase baru hidupmu. Terma
karena setelah ini aku harus lanjut mengolah perca-perca itu menjadi kain lap untuk tanga
ang. Hari sudah petang. Aku bahkan lupa menyalakan lampu depan saking sibuknya membuat tatakan panci yang
nting pola, terpaksa berhenti demi melihat siapa yang menggangguku petang begini. Wajahku mas
riak kepadaku dengan terus menggerak-g
ak dan menyuruhnya pulang. Saat aku sudah berdiri tepat di depannya, senyum pria itu semakin tampak m
an makan d
mendapati wanita rambut panjang yang tampak memperhatikan interaksiku dengan suaminya. Aku membalas tatapannya
n ajak kamu makan bersama di rumahku. Aku beli ayam gore
satu wanita. Kamu tidak tahu rasanya ketika-" tanpa sadar napasku sudah naik turun dengan intinasi nada yang tinggi. Seja
an rendah. "Sejak dulu, hingga saat ini masi
peduli bagaimana wajahnya padaku saat ini. Mungkin menegang karena marah? Aku tak