Dear Ex and Mistakes
et, Mbak. S
uk perempuan ini. "Pakai jepitan mutiara, Mbak, bagus nanti. Rambut Mbak Si
nghilang berganti senyum sendu dan tatapan mata yang terlihat sedih. "Nahas banget, Mba
ta menghadapi kepahitan hidup mereka. Hidupku sudah pahit, dan ak
mencoba bertahan tahunan dengan Dimas saja, nyatanya menikah hanya dalam hitunga
sesan si duda setelah cerai dari istri pertamanya, membuat ibu saya jadi mau menerima perjodohan ini. Ibu tidak memikirkan say
cara tentang hati, apalagi dari hati ke hati. Aku lebih suka memendam apap
Entahlah, aku berharap pria itu tak tertarik k
itu. Saat Sita selesai melakukan transaksi di meja kasir dan meninggalkan butik ini, pikiranku ter
erasaanku bersambut. Kami mulai menjalin hubungan saat kelas dua SMA dan melakukannya diam-diam. Saat kelulusan, Dimas berkata ia akan kuliah teknik i
a perlu menunggu empat tahun hingga Dimas lulus dan itu bukanlah waktu yang lama. Aku mengumpulkan sedikit demi sedikit hasil kerjaku dair konveksi, karena yakin bahwa hubungan kami
jadi istrinya. Bapak tahu, Ratih pasti memilihmu, tetapi Bapak harus memastikan kepastian
npa bertanya kepadaku dulu. Memang bukan perjodohan, tetapi cara Bapak mengingatkanku pada Siti Nurbaya ya
Aku mencintai Dimas dan setia kepadanya hingga pria itu mendapat kerja di sebuah perusahaan IT nasional. Aku
a yang Bapak katakan kepada kami. Ia terdiam dan menunduk. Membuatku terasa seperti berada di batas tipis antara hidu
lan lagi untuk menikahi Ratih. Dua minggu lagi, saya a
lamarku dengan sederhana, karena Dimas mengatakan kepada mereka secara mendadak. Tak mengapa bagiku,
u empat kali gajian dan gajiku belum besar. Aku masih juni
merasa bersalah. Tidak seharusnya Bapak menekan Dimas agar segera menikahiku. Usia kami masih dua puluh tiga dan pernikahan bukan hal nomor sat
kahan, pakai uangku saja. kita buat acara
k ada katering apalagi organ tunggal. Ibuku dibantu para tetangga memasak banyak menu untuk hidangan para tamu. Bapak pun
mberiku pengalaman menakjubkan itu. Bibir kami saling bertemu dengan ragu, lalu tawa lirih dan senyum ma
lai milikku dengan lembut dan penuh perasaan. Membuatku yakin jika Dimas benar mencintaiku sepenuh hati. Takut-
h kubayangkan akan kudapat bersama Dimas, pria yang kucintai sepenuh hat
hangat kulit tubuhnya memberiku sengatan asing yang membuatku merasa ringan dan m
apati kami bisa berada di titik ini. "Aku cinta juga sama kamu," ucapnya saat melepas ciuman kami, sebelum kemb
ya harus menerima kenyataan pahit yang menghancurkan hidupku. Pernikahanku terasa indah
kah cepat menuju kamar mandi demi menyelesaikan kepedihan yang membuat pandangaun nyatanya, semua itu tak bisa hilang meski aku sudah pergi menjauh selama enam tahun. Bahkan, s