Ketika Suami Tak Lagi Peduli
anggilku
g terdapat cermin besar. Mas Yoga hanya menanggapi panggilanku dengan deheman singkat, lalu berjalan menuju ranjang dan me
uang untuk membayar iuran RT, kebutuhan Zidan, dan kebutuhan sehari-hari. Tadi Bu
eralih, terus menatap Mas Yog
langsung menciut, tetapi mau bagaimana lagi? Terus terang aku malu kepada Bu RT yang sudah tiga kali menagihku. L
nda," balas Mas Yoga dengan nada tak senang. Entah mengapa, aku malah ragu mendengar alasannya. Sudah empat
kantoran. Tidak mungkin ada karyawan yang mau haknya disepelekan oleh perusahaan. Apalagi sampai telat
ang ditatap sedemikian langsung memundurkan langkah. Zidan dalam gendonganku ikut terkejut dan menangis. Dengan lembut aku menepuk punggungnya seperti bias
aku. Kalau aku sendirian yang ngotot minta gaji, bisa-bisa aku dipecat. Kamu b
h Zidan sebentar lalu k
al uang susu formula sangat mahal jika direkap ulang! U
elihat jika kondisi tubuhku sangat memprihatinkan? Orang-orang berkata aku sangat kurus. Penyebab ASIku tidak lancar ka
kami. Aku sudah biasa dibentak setiap kali kami membicarakan masalah uang. Sakit hati itu sudah pa
ntuan darinya. Mas Yoga seolah melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan ayah. Bahkan saat aku ker
pandangan nanar. Tanganku memegang sebuah botol dot yang tengah diresap isi
iliki sedikit waktu untuk pergi membersihkan diri. Penampilanku jauh dari kata ra
memberishkan dapur sebentar saat Zidan tidur. Namun Mas Yoga tak menghiraukan permintaanku. Dia malah beranjak untuk sekadar menuntaskan makan
n game online di ruang tamu sepanjang malam tanpa mengetahui kalau aku me
ekian banyak pria, aku memilih Mas Yoga. Alasan terbesarku adalah karena Mas Yoga pria yang begitu perhatian. Aku melupakan fakta bahwa tampangnya biasa-biasa saja dan berasal d
embuat Mas Yoga menjadi pilihan akhirku. Dahulu, ayahku sangat tampan dan ga
p cantik, ayah gemar berselingkuh. Saat aku beranjak remaja, ia pergi tanpa jejak meninggalkan
Terlebih Mas Yoga sangat perhatian dan selalu bersikap lembut saat kami belum terik
pekerjaan di salah satu perusahaan finance di Jakarta. Dengan setia, aku menunggunya berbulan-bulan. Kami bahkan sempat lost contact, tapi aku melanj
kami mengadakan pesta cukup besar untuk merayakan ikatan halal kami. Jika dikenang,
iap kali meratapi nasibku sekarang, mataku selalu berlinang. Aku bahkan merelakan pekerjaan mapanku sebagai seorang akuntan untuk menik
minggu oleh bidan di Pukesmas, sikap Mas Yoga perlahan berubah. Dia memperlihatkan
u mengingatkanku pada ayah. Aku seperti sosok ibu yang hanya bisa membisu sembari meratap. Nasib pernikahan kami sama-sama tidak ses