TULPA (Permainan Cinta)
U
Lil
ini berdiri di depanku seraya membawa sebuah roti ulang tahun.
belum itu mintalah per
ang bertepuk tangan senang. Bukan seperti ulang tahun pada anak-anak lainnya yang ramai akan kehadiran sosok teman, kado, lalu perhiasan di mana-mana. Ulang tahunku sederhana, hanya satu buah roti ulang tahun dan lilin. Selebihnya tidak ada. Teman? Ya, aku m
*
mama akan pulang terlambat. Kamu
lima tahun ditinggal pergi almarhum ayah, mama begitu sibuk mengurusi perusahaan mendiang sang
anya tersenyum. Lalu, kembali sibuk mengole
menikmati menu sarapan kami. Beberapa menit kemudian
" Aku hanya mengangguk dan m
i indah yang tengah kudengarkan. Menoleh, mendapati mama yang mulai menyalakan mesin mobil. Tidak ada obrolan yang kami lakukan. Aku sendiiri, tidak tahu harus memulai obrolan dari mana. Sehingga akhirnya, aku memilih menatap keluar j
ti di ja
rumah, lebih baik aku berada di rumah. Membaca novel atau bahkan menonton film. Daripada harus meladeni beribu tatapan yang selalu dia dapatkan. Dan yah, semua itu kini mulai terja
nginjakkan kaki di sini. Kenapa pihak sekolah t
ulut Diana yang notabenenya adalah teman sekelasku. Aku hanya memasa
u
ger di sana. Suara tawa seketika menggema ketika melihat tubuhku terjerembab mencium lantai koridor kelas. Rendy–kekasih Dia
" ucapnya tanpa
sekali aku membalas perbuatan kalian, tetapi mengingat bahwa catatanku di dalam buku BK sudah banyak, aku memilih melengga
e bangku. Terdiam sejenak, mencoba menelisik bangkuku. Aku tidak mau kejadian beberapa hari yang lalu, di mana aku terjatuh dengan mengenaskah karena ulah teman-teman sekelasku
dengus lalu kembali ke aktivitas mereka masing-masing. Aku tidak peduli, kupilih mengam
gan monster gurita. Terdengar mengerikan, tetapi itu memang cukup seru bagiku. Ketenanganku hilang, saat
ambil mengangkat tinggi-tinggi bukuku. Selanjutnya, dia berlar
ada monster
laut memiliki kekuatan? P
ri, makin men
bukuku lalu duduk dengan kasar. Tidak memperdulikan tawa dan ejekan teman-temanku. Aku memilih memasang earphones kembali
. Memangnya salah? Awas saja jika suatu hari nanti aku menjad
mbung
ka. Ini tentang aku, bukan mereka. In
ora