TULPA (Permainan Cinta)
U
ersa
A yang sama denganku. Bahkan, dia dengan semangatnya berujar 'hai' saat pertama kali kumembuka mata. Tentu
lajaranku. Tidak tahu pasti apakah dia benar-benar membacanya atau hanya membolak-balikkannya saja. Aku mendekat, mengajaknya untuk turun ke bawah. Beberapa
apkan roti selai untuknya dan untuk diriku sendiri. Sepertinya mam
berkedut, tak tahan untuk melengkung–tersenyum. Aku tidak peduli dengan kunyahanku yang semakin melambat karena asik menat
nya mengangguk dan mengambil tas
ulalui menatapku aneh atau semacamnya. Hanya dengan adanya Kelabu, aku merasa bahagia dan berwarna. Tidak terasa, gedung sekolahku sudah terlihat. S
asakan tangan kananku digenggam. Kelabu, menggandengku. Bahkan, dia menepuk pelan tangan kananku yang dia genggam, t
ontaran ketidaksukaan secara terang-terangan aku dengar. Dapat kurasakan genggaman Kelabu semakin mengerat. Kami terus melan
kamu bakal pindah dari sini?" t
ang kekasih itu. Aku tersenyum miring, saat melihat tan
apa tadi?!
ah!" t
ak
an kesakitan membuatku kembali menoleh. Di depan sana, Diana tersungkur dengan tidak elitnya. Kutatap Kelabu yang kini memasang ekspresi seram nan dingin. Bahkan, gen
menggelegar. Membuat para murid yang menonton keributan yang kami ciptakan s
kut bapak!
enapa harus dipapah segala? Aku tersadar ketika Kelabu memanggil namaku. Wajahnya tidak seseram tadi, kini dia sudah
*
dapatkan hukuman. Uang benar-benar segalanya. Hukum dan keadilan sudah tidak mempan dan berguna lagi jika dibandingkan dengan uang. Me
um. Sejak tadi genggaman tangan kami tidak pernah lepas. Kugembu
rpustakaan," ujarnya yang ma
uman buat mereka coup
dak terima dengan perbuatannya barusan. Tetapi melihat ekspresinya yang
ra kasar, Canti
i menjalar ke pipi hingga telingaku. Ah sialan, jangan bilang aku merona?! Tida
merah, ka
a bahkan tidak menyadari itu. Tanpa menjawab, aku melenggang pergi. Genggaman tangan kami kulepas, tidak peduli
anku sudah terdapat salah satu rak buku yang sangat kotor
u saja. Ayo, kita bersihkan bersama-sa
n bertanya apakah aku baik-baik saja? Lagi-lagi aku harus menahan salah tingkahku karena perbuatannya. Karena aku terus-menerus bersin, Kelabu berinisiatif untuk mengambil alih membersihkan debu
bas, siap menghantam kerasnya lantai. Di posisi ini, wajah kami sangat dekat. Kutatap manik mata hijaunya yang mengkilap. Waktu seakan berhenti, ka
capku gugup setelah
daan. Dia kini menggaruk pipinya. Aku berdehem pelan, melanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda. Mengingat kejadian barusan membuatku ingin menjerit sekeras mungkin. Astag
h menunjuk pukul tiga sore. Kulirik Kelabu yang tengah duduk di sampingku seraya melamun. Tidak sepertiku yang su
kku. Dia menoleh
anya tersisakan anak-anak yang memiliki jadwal e
ku, memastikan Kelabu akan datang ke
ku akan menjagamu? Dan sekarang adalah waktunya
jinasi akan datangnya sosok pangeran untuk menemaniku akh