WINIH TRESNA
an pingsan. Mereka segera menolong Nai
..
taghfir
i! Kenapa s
ni, Us
-hati
eristi
ua bagian tubuh yang terkena butiran-butiran kecil berwarna hitam itu dengan air ruqyah. Setelah itu dengan cepat Hakim merapikan sprei, selimut dan bed cover milik Alika, d
ir semua orang melihat noda darah itu. Faza buru-buru meminta Hakim
a pakaian dan sprei darah manusia atau hewan. Pastikan kamu mendapatkan jawabannya secepat mungkin!" desis Faza. Hakim mengangguk paham dan
*
li dan itu pun pingsan karena pertandingan karate atau pencak silat, bukan karena hal yang m
dunia ruqyah sama sekali, ya, semua berkat Maya dan Yasna yang terlalu khawatir karena terlalu banyak anggota keluarga mereka yang menjadi peruqyah, terutama keluarga Salma dan Fiki, yang semuanya belajar ruqyah, kecuali Salma.
kenapa tidak ada sprei di atas ranjang anaknya? Apa yang terjadi? Dan kenapa tadi Faza dan Hakim mengatakan sesuatu hal yang belum pernah didengar Naim sebelumnya. Atau mungk
i secara bahasa winih tresna adalah benih cinta. Apakah butiran-butiran hita
. Untunglah Naim merasa baik-baik saja, dia berjalan perlahan dan melihat lemari baju
perlahan. Hatinya terluka dan sangat sedih. Dia tadi melihat begitu banyak pakaian dalam Alika yang bernoda darah. Oh, ya, Naim yakin sekali! Naim yakin yang di
uat Naim begitu marah, sedih dan kecewa pada dirinya sendiri, karena tidak menjadi orang tua yang baik.
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Ternyata begini rasanya menjadi keluarga yang dibicarakannya dulu dengan Naimah. Ternyata rasanya penuh dengan kedukaan. Penu
awan. Naim mencoba beristighfar untuk menenangkan hatinya. Oh, dia tidak bisa. Dia membutuhkan orang lain untuk menenan
*
kilas melihat Hafidz seperti menarik Warni menjauh dan mereka berkelahi. Benarkah? Bukankah Warni itu wanita tua. Fiki hendak melarang Hafi
luas dan begitu terang. Sangat menyilaukan dan membuat Fiki ingin meminta agar lampunya dimatikan. Kadang Fiki seperti mendengar suara Salma yang membujuk Hamzah agar tidak minta mimik ASI, hei, bukankah Hamzah su
anita
a Fiki setelah mereka menikah dulu. Sal
yang aneh-aneh pada anak-anak mereka
rang tua," kata Fiki pada Salma.
satu dari sekian banyak orang yang dirindukannya. Nurul Islam dan Bambang. Dua orang beda generasi dengan k
halusinasi Nurul Islam di dekatnya, dia seperti hendak meraih Nurul Islam dan mengatakan agar ja
*
dengan penjelasan Hafidz yang masih
Fiki ke rumah Warni," jawab Hafidz dan kemudian di
idak tahu menahu tentang
iau marah-marah seperti itu saya tinggalkan saja, dan biasanya beliau juga akan pergi dari rumah. Biasanya memang ke rumah Ustadz Hafid
ambil mengelus pipi Fiki. Oh, pipi itu sekarang sudah agak hangat. Kemarin ketika
h. Alhamdulillah tadi langsung dib
apa,
sebentar. Dia nampa
h?" tanya dokter itu lagi. Salma dan Hafidz berpandang
ian toksikologi, Ustadz Fiki terpatuk ular jenis ular sunga
dengan Fiki. Kalau memang benar begitu apa yang akan terjadi nantinya? Dia masih memiliki tiga ana
Fiki. Dia berbisik di
ik?" Tidak ada respon. Hening d
kamu tidak pernah merepotkanku, kenapa? Kamu malu padaku? Jangan sungkan, Fik! Bangunlah! Beritahu apa maumu padaku," bisi
Islam mengembuskan napas panjang dan perlahan mundur. Tiba-tiba
ul Islam segera meng
ik
.. oohh ..." Fiki mengeluh panjang. Dia menggeliat dan wajahnya memucat
U, membuat ruangan rawat Fiki sepi seketika. Salma langsung luruh dalam air mata. Anak-anak Salma memeluk Salma, membuat Nurul Islam ditin
hat Hakim yang memandang Nurul Islam
ati Hakim perlahan. Hakim mundur perlahan dan gerak
berusaha menahan air matanya. Dia berniat mendekati Hakim dan mem
dari Nur
*
sudah kosong. Tidak ada teman sekerjanya yang bernama Listia
na di balkon itu terasa begit
ada orang di balkon," kata waiter yang dipa
sendirian. Adrian berjalan melintasi balkon luas dan kosong itu. Tidak ada tempat bersembunyi di tempat kosong itu, dan Adrian la
ingga harus mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Tetapi ... tetapi lalu ke mana? Apa mereka berdua keluar dari kafe sebelum Adrian kembali ke ba
di dua. Sungai itu nampak bergelombang besar dalam kegelapan malam. Adrian menelan ludah. Dia
r suara kemerisik daun yang terkena angin. Adrian men
nnya dan tangan kirinya bergantungan di pohon bambu itu. Listia memekik-mekik keras, selayak monyet atau kera. Dia seperti memanggil-manggil Adrian atau mungkin entah s
di pagar pembatas balkon itu. Kepala Listia muncul dari
! Kita arungi Pan
memandang Listia den
an enak. Kamu suka makan manusia, Adriaaan? Aku suka. Enak sekali. Apalagi manusia yang suka berbohong sepertimu ... o
rikan. Listia yang dilihatnya sekarang bukan Listia yang dikenalnya sehari-hari. Listia yang diliha
ndur perlahan. Tetapi Adrian terlambat. Dari balik pagar besi pembatas balkon itu, Listia segera m
rrgg
ak akan mendengar teriakanmu! Hujannya sangat de
Listia yang sepertinya sudah dikuasai mahluk halus, menjadi sangat kuat dan perkasa. Lis
arah pagar besi pembatas balkon itu. Tubuhnya menghantam pagar besi itu de
ntah retak, entah pecah, yang pasti darah mengalir deras di wajahnya. Kulit pada bahu, lengan kanan dan kaki kanannya seperti terkelupas dan menimbulkan r
ang sangat dahsyat, Listia melompati pagar pembatas itu dan melahap tubuh Adrian yang berserakan.
*
AGIAN FORENSIK. Hakim sudah mengenali wanita itu. Dia tahu wanita itu. Namanya Sartika.
ng kamu bawa ke sini," kata Sartika sambil setengah menarik tangan Hakim. Hakim pasra
tika. Dia menggelar celana dalam, bra dan sprei bernoda arah di depan Hakim dan dengan cepat mengeluarkan perlengkapannya. Dia m
pun. Noda-noda darah itu terlihat dipaksakan diletakkan pada celana dan branya. Agak sedikit tidak p
kamu alami. Aku butuh waktu beberapa jam ke depan untuk menentukan apakah darah yang ada pada semua ma
sendiri. Hakim buru-buru minta maaf dan keluar ruangan berbau form
gugup. Dengan gemetar di
ari ujung telepon. Hakim hanya mendengar sepatah dua patah kata yang dikatakan adiknya. Pulang, abi, ummi ... oh, semuanyasnya dan memandang ke arah Hakim dengan heran. Dan hal itu membuat Hakim luruh dalam air mata dan dengan terbata dia
bawakan ke pesantren dengan semua material ini dan hasil labnya. Insya Allah nanti malam sudah ad
pkan terima kasih dengan sua
uanya baik-
*
ir matanya lagi. Dia memeluk bapaknya yang sudah sangat sepuh itu. Naim terisak tak terkendali. Dia menangis sejadi-jadinya. Naim tidak tahu apa yang harus dilakukan
lama. Naim segera menuntun Fadli untuk duduk dan Naim langsung bersujud di depan Fadli, tanpa kata, hanya air mata
puk-menepu
as," bisik Fadli. Dia melepas kacamatanya dan menyeka air matanya. Dia tidak tahu bagaimana ca
lika dirudapaksa, Pak. Apa yang harus Naim lakukan kalau memang Alika dirudapaksa, Pak?" t
h emosi. Naim tidak menyalahkan bapaknya. Fadli sebenarnya juga tidak tahu apa yang har
dan dalam sekejap hidup Fadli dan juga Naim jungkir balik setelah mendenga
*
ruang ICU. Mereka berdua menunggu hal yang terburuk yang akan terjadi. Mereka mengintip dari jendela
eluar dan menemu
adz Fiki hanya perlu beristirahat," k
ter dan perawat yang keluar dari ICU. Nurul Ikhlash kemudian menceritakan semua yang terjadi K
, Mas?" tanya Nurul Islam. Nuru
ah berkoordinasi dengan kep
khlash mengangguk. Mereka berpandangan
ang wanita muda bermata heterokromia. Nurul Isl
itu, Nurul Islam lupa namanya. Nurul Islam dan Nurul Ik
saling berpelukan lama dalam diam. Air mata ada
anya Nurul Islam pelan. Fi
ntuan kalian
ash tidak terima kalau Fiki langsung memikirkan pekerjaannya dan
khlash dan kamu, Rul, membantu Faza melakukan eksped
k .
membantuku, aku sendiri y
*