Wanita Pilihan Mafia
dengan gugup, wajahnya masih menengadah karena tanga
ya justru terhalang oleh pantry dapur membuatnya hanya bisa menundukkan kepala. Sejenak ia terpaku di tempat, wajahny
ng menempel di tangannya membuat perempua
da-d
buru melihat darah seg
ng terdengar santai itu membu
a itu begitu ingatan tentang pria malang yang dipukuli di belakang bangunan gedung waktu itu terlintas kembali dalam ingatannya. Ya, tidak sala
g tanpa ampun. Apakah majikannya ini adalah seorang pembunuh bayaran? Ataukah psikopat gila yang haus darah? Sej
tan Salwa, lelaki itu melangkah menuju wast
ngan menguar ambu anyir, membuat Salwa bergidi
lah selesai mencuci tangan bekas darah. Kepalany
di depan Salwa, dia berkata, "Bersihka
da di tangan setelah mengusapnya. Ia menelan ludah, tubuhnya gemetar.
cari tahu, Salwa
k memedulikan yang ada di sekitarnya karena tujuan
a menoleh dan menjawab panggilan Salwa, lelaki itu bergeming di tempat. "Apakah And
lelaki itu berkata, "Hemm." Ia pergi begitu saja, menjawa
*
nya, perempuan itu bergegas melanjutkan pekerjaannya, membuat menu
engan panjang dengan apron kecil berenda yang diikat di bagian pinggang,
ai dan cekatan dalam mengoperasikan peralatan kebersihan. Meskipun peralatan tersebut baru
idesain tanpa sekat, lalu berpindah ke ruang tungah hingga ke dapur. Sampa
majikan, dirinya dikejutkan dengan suara l
kamu!
e
yang berlumuran darah semalam masih jelas terpatri dalam ingatannya. Ia menghela napas panj
elap dengan sedikit pencahayaan. Hanya secercah sinar mentari masuk di balik panel kaca yang tirainya tak tertutup sempurna. Sampai pandang
r ternodai melihat tubuh atletis deng
mar
rah ke bawah di mana lantai marmer telah tertutup o
bertanya dengan kikuk, sungguh situasi sep
ini." Singkat dan padat, tetapi harus
, Tu
a tahu malu, ia berjalan melewati Salwa yang masih menunduk, men
yang semula gelap gulita, kini berubah menjadi terang benderang. Ia membuka jendela lebar-lebar, membiarkan udara pagi menggantikan pengapnya udara
dengan metode tertentu, tentunya akan memberikan sensasi gurih dan lumer di mulut. Tak lupa juga beef steak yang dibuat dengan daging ta
urang suatu apa pun. Standart makanan mewah yang dijadikan menu hidangan itu t
endarat sempurna di meja yang ada di sudut ruangan. Namun, tepat di saat Salwa hampir sam
ngibas-ibaskan rambut yang basah dengan beberapa bulir air menetes di ujungnya. Ia segera menunduk, menpa um
, hingga tak mendengar
gulang pertany
k. "Saya akan membersihkan kamar ini
g menyuruh
dengar majikannya menegur. Ia berbalik, terpaksa menatap ta
ikan memang tampak indah, tetapi Salwa tentu tahu jika mengagumi hal tersebut adalah sal
alah memasukkan bahan dan meracik makanan dengan baik. Ak
hilang. Salwa yang merupakan gadis polos hanya bisa menundukkan kepala tanpa berani mengintip sedikit p
ampilan penyajian yang pembantu barunya itu lakukan. Akan tetapi, hal penting yang harus ia nilai selanjutnya adalah cita rasa dari masakan
ru melihat tata cara makan dengan begitu indah seperti yang baru saja dilakukan oleh majikanny
n bumbu-bumbu yang terasa asing di lidahnya. Ia masih mengu
gunyah. Ini adalah penilaian pertamanya, dan tentu akan mempengaruh
itu mendorong piringnya menjauh. "Rasany
sangat berhati-hati ketika memasak tadi, tetapi apa yang telah dia
!" Matanya tampak berkaca-kaca. Dia tidak ingin sia-sia perjalanan jauhnya sampai ke sini.
eperti ini! Kau bisa bek
i. "Jangan pecat saya, Tuan! Apakah rasanya tidak enak? Saya akan membu
gan kecil yang belum dimakan tuannya untuk kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. D
kan bibirnya saat mengunyah tak luput dari perhatian lelaki itu. Bibir yang di atasnya ditumbuhi ramb
mengambil
Tuan. Maafkan saya!"
kan bekas orang l
p sang majikan, memohon belas kasihan. Ia tidak ingin dipecat, har
uh di bawah kakinya. Ia keluar dari kamar dengan membanting pint
pas agar pelayan bisa lolos untuk menjadi pelayan sesungguhnya di tahap satu minggu pertama. Dan apa yang ia rasakan tadi berbeda, bukan tidak enak, tetapi sedikit asin
am kotak makan! Aku ... a
segera menyeka air matanya, lalu
ama. Ini hanya hari keberuntunganmu karena aku sedang berbai
an. Teri
rgegas keluar dari kamar sang majikan. Harapannya masih ada.
edikit terangkat, meskipun tipis dan nyaris tak terlIhat, tetapi ia sadar bah