Wanita Pilihan Mafia
engigil, seolah-olah tiada kain yang melindungi tubuh kurusnya dari hawa dingin ruangan ber-AC itu. Dia terkesiap di saat matanya terbuka s
aki yang telah mengganggu tidur lelap Salwa. Dia melepas
merangkap tubuh Salwa, menindih dengan memosisikan tubuh mungil itu di bawahn
wanita yang sedang tertidur. Kau harus tet
aksetujuannya, tetapi mulut itu telah dibungkam den
Salwa. Dia ingin berteriak, melawan sikap seenaknya lelaki i
*
on, Ho
in jalan raya di salah satu kota besar di Hong Kong. Lekuk body mobil itu terlihat begitu exotica lurus ke depan terfokus ke jalanan, dengan kacamata hitam bert
uh di sana yang kini sedang terhubung dengan lelaki itu
mentara tangannya sedang fokus mengenda
patan kesal keluar dari mulut lelaki i
pun mengeras bersamaan kening yang berkerut dalam. "Bunuh saja
muaskan. Lelaki itu menambah laju kendaraanny
lahan kosong dengan bangunan tua yang tampak menyeramkan. Tanaman rambat liar ter
-kilat, melangkah ringan tanpa beban seolah-olah apa yang akan dia hadapi saat in
Begitu gelap, hingga dia harus mengaktifkan kacamata sensornya y
arpiece tersemat di telinga yang menghubungkan antara satu orang dengan yang lain segera menepi memberi jalan, membiarkan seseorang be
ga ketika kakinya sudah sangat dekat dengan seonggok tubuh, hampir menye
a memosisikan tangan kanan di atas lututnya yang ditekuk, sedangkan tangan kirin
ang meny
a seseorang yang telah menyiksanya. Dia mencoba memantik kemarahan sang singa, yang kini tampak mulai tidak sabar untuk
lkan
n, dan dengan cepat seseorang telah data
yang sedang meringkuk kesakitan. Sepatunya menginjak dada manusia yang tak berdaya itu
h daya tekan kakinya di atas dada lelaki malang itu. "Car
a siapa yang sedang dihadapinya, sosok iblis yang tak berperikemanusiaan juga tak memiliki empati serta belas
a bersuara, seseorang yang telah menyuruhnya akan berbuat sama dengan keluarganya. Dua manusia kejam yang berdiri mengel
ng dia bisa, menggigitnya dengan kuat hingga d
rwujud dan disaksikan langsung oleh lelaki
han amarah yang bergemuruh di dada. Bahkan, tawanan rela memilih m
olah-olah tubuh yang baru saja mengakhiri kehidupa
*
t jelas di wajah gadis berkerudung putih itu. Dengan semangat dia berlari sembari mencangklong tas sekolah di bahunya. Ijazah dengan nilai terbaik sudah berada di tangan kanannya. Dia ingin menunjukkan kepada
hari keberuntungan bagi
uki pelataran rumahnya. Rumah berbahan dasar bambu yang dianyam sebagai dinding, beralas semen yang tampak tidak rata perm
an pintu rumah. Dia mengatur napas sejenak, sebelum pada akhir
ng terdengar dari dalam rumah. Dia terus melangkah, masuk ke d
lwa segera meletakkan tas dan ijazah yang sedari tadi dia g
a, Sa
. Pandangannya bersirobok dengan seorang wanita berbadan
t." Wanita itu berbicara tanp
terima. Patutlah tak ada seorang pun yang berada di ru
ke sana? Saya ... tidak memiliki uang
h. Sepeda roda dua satu-satunya digunakan oleh kedua adik laki-laki Salwa yang masih mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama. Ya, Salwa adal
kondisi keluarga Salwa sehingga dia memilih untuk mengant
Tan! Saya akan b
kaian. Tidak menunggu lama, gadis itu telah siap dengan pakaian rumahan juga kerudu
alu lama menunggu kedatangannya. Dia mengangguk kemudian,
a ibunya pasti harus bekerja lebih untuk mencukupi segala kebutuhan keluarga. Apakah dia akan te
ah sudah sepatutnya Salwa harus membantu kehidupan keluarga, meringankan beban sang Ibu agar tidak terlalu berat m
wanya ke rumah sakit. Pikirannya saling bertentangan, beradu,
anya. Merelakan mimpi yang sudah hampir dia raih, atau merelakan mimpi itu pergi setelah perjuangan berat yang dia lakukan selama ini untuk mend