Tiga Puluh Nasi Bungkus
h lihat. Namun, kini ucapan Bu Retno seolah telah meyakinkanku. Coba aku t
belanja sayur pada pedagang sayuran keliling yang biasa lewat di depan rumah. Mang Didin sudah s
uk di bangku sekolah dasar kelas empat, sedangkan si bungsu Nurmi duduk di bangku sekolah dasar kelas dua. Setiap pulang sekolah mereka selalu pulang bersama. Nurmi selalu menunggu Delia di sekolah karena
tu aku perkirakan cukup untuk makan siang dan makan malam. Jika siang, Mas Edi tidak makan di rumah. Palingan Mas Edi makan di warung. Bisa pula
makan buat besok. Aku memasak sayuran itu sebelum azan subuh da
Antara baju dan celana dalam aku pisahkan terlebih dulu. Aku rendam saja dulu pakaian kotor itu karena terbesit di pikiranku akan menyapu halaman belakang
sung masuk ke dalam rumah karena setiap harinya pintu utama tidak pernah kututup dengan rapat. Mereka sudah m
rumah. Semakin cepat langkahku, semakin
sebentar
pula ketukan
Namun, tidak sama sekali kulihat ada seseorang di depan pintu utama rumahku. Jalan
nah mengajakku untuk bercanda seperti ini. Lagi pula saat ini masih pagi. Tidak mungkin jika Delia dan Nurmi sudah pulang dari sekolah. M
arulah gang ini ramai karena anak-anak pada bermain, ibu-ibu pada keluar dari rumah ada yang menyapu halaman, ada yang mengajak anak-anak merek
il ini pun hanya bisa dihitung dengan jari. Semua pintu rumah pada di tutup. Para ibu-ibu ada yang berdagang di
an segera berjalan untuk menuju ke halaman rumahku. Namun, tak lama kemudian terdengar lagi bunyi ketukan
ngkahku semakin cepat mengarah ke pintu utama rumah. Dengan segera kubuka perlahan lagi pintu utama rumah yang memang tidak kututup dengan rapat. Lagi dan lagi tidak ada s
ku lalu kulihat pula tetanggaku yang di seberang rumahku membu
etuk pintu rumah, tetapi setelah kubuka pin
a salah dengar saja,"
mungki
i sekolah Taman Kanak-Kanak. Anak-anak yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak itu pula
pamit teta
ya dengan ter
pot bungaku yang berada di samping rumah ada sebuah surat. Dengan gemetar aku me
lop ini. Pada sampul amplop itu tertulis nama suamiku "Untuk Mas Edi" hanya itu saja ya
hasia-rahasiaan dariku, begitu pula denganku juga akan bermain rahasia-rahasiaan dengannya. Jadi, mulai hari ini tidak ad
pulang dari sekolah lebih baik aku membaca isi surat itu. Niatku untuk menyapu halaman belakang