Tiga Puluh Nasi Bungkus
an membuat hatiku teriris berkeping-keping. Tulisan itu seperti tulisan yang sama pada sebuah amplop dengan selembar kertas di dalamnya yang kutemukan tempo hari. Namun, hanya waktu
s Edi. Di
da kehamilan ketigaku ini cobaan terus datang silih berganti untuk menghampiriku. Rasanya aku ingin pulang saja ke rumah orang tuaku. Aku merindukan mereka. Aku rindu dengan ayah dan ibuku. Aku juga rindu dengan saudara-s
lang ke rumah orang tuaku. Jika sekarang ini memang usia kandunganku masih muda. Jadi, tidak terlihat bahwa aku sedang hamil, tetapi suatu ketika pastilah perutku
ku segera melangkah ke rumah dan kudengar suara sepeda moto
otor Mas Edi terlihat terang benderang. Dengan senyum melebar, Mas Edi memandang ke arahku la
uga, aku selalu mencium punggung tangan kanannya. I
lum terlihat membuncit. Laki-laki beralis tebal itu mengajak bicara sang buah hatinya yang berada di dalam perutku. "Kamu harus sehat,
yakin jika aku tidak salah dengar dengan apa yang dikataka
as Edi mengajakku untuk masuk ke dalam rumah. "Mari kita masuk. Udara di luar tidak b
engan
___
istrimu itu harus bisa hamil lagi sampai mendapatkan bayi laki-laki sebagai orang yang mewarisi semua yang kamu punya
," jawab
di dalam rumah ini. Aku mengintip dari balik dinding yang membatasi antara dapur dan ruang makan di dalam rumah ini. Rumah yang Mas Edi se
da kamar kedua sebagai kamar anak-anak. Ibu mertua
dari mimpi indahnya, kamu suruh dia
," jawab
gerak-gerik mereka hingga akhirnya Bu Ratih menyelesaikan tiga puluh nasi bungkus. Aku
iasa?" tan
i biasa," ja
isikan uang. Terlihat tebal sekali amplop itu. Berulang kali aku mengucek mataku dan berharap semua ini ha
kan tiga puluh nasi bungkus itu ke dalam kantong plastik besar. Mas Edi
tidur dengan nyenyak. Seolah tidak mengetahui
aja Mas Edi memberikan uang yang telah di masukkannya ke dalam amplop kepada Bu R
Dari mana pula Mas Edi mendapatkan uang untuk membuat tiga puluh nasi bungkus dalam setiap hari dan sebuah amp
Edi sepertinya mencari pakaiannya. Aku berpura-pura j
ku. "Rupanya kamu su
ters
as Edi mengajakku untuk segera makan
a-sama dengan Ibu
yang mau aku bi
tanya M
u. Gumpalan kertas yang telah kutemukan kemarin malam pada hal
. Namun, lecek pada bagian kertasnya masih terlihat. Kedua bola mata
an rumah,
i ini. Bisa saja ada seseorang yang tidak menyukai keharmonisan rumah tangga kita lalu dengan sen
kertas itu dengan sengaja di lempar oleh seseorang padaku, terlebih dulu aku pernah di telepon oleh seseoran
g penelepon itu
uk a
pon balik padany
Jadi, tidak terlihat nomornya pada layar utam
n denganku dan semacamnya. Semua itu bohong. Mulai hari ini aku tidak mau lagi mendengar apa pun tentang semua itu. Jika ada lagi yang seperti itu, lebih baik abaikan saja. Aku sudah terlalu pusing untuk mencari rezeki di luar sana. Apa kamu
lalu bagaimana dengan tiga puluh nasi bungkus dan amplop yang diberi Mas Edi pada Bu Ratih? Apa mungkin Mas Edi sering memberikan amplop itu pada Bu Ratih sebagai tanda baktinya pada ibu kandungnya sendiri? Jika berkaitan dengan hal itu aku tida