Godaan Cinta Sejati
Penulis:GED WHITEHEAD
GenreRomantis
Godaan Cinta Sejati
Pada awanya, Yulia sama sekali tidak bisa memercayai apa yang dia lihat. Dia duduk di tempat tidur dan menggosok kedua matanya. Setelah itu, dia kembali membaca berita itu lagi dan memastikan bahwa itu memang barang mendiang ibunya.
Tak perlu dikatakan dia yakin bahwa, ibu tirinya, Triana yang berada di belakang semua ini.
Kalung yang akan dijual itu merupakan bagian dari set perhiasan lengkap. Setiap perhiasan dalam set itu sangat indah dan tak ternilai harganya. Kalung satu ini bertatahkan ruby yang langka.
Hati Yulia sakit saat dia menatapnya di foto itu.
Sebelum ibunya meninggal, dia menyerahkan seluruh set perhiasan miliknya dan menyuruh Yulia memakainya di hari pernikahannya.
Namun, Triana tidak hanya menyita perhiasan itu, tetapi juga menjual kalung itu.
Air mata menggenang di mata Yulia. Ada kemungkinan besar bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan kembali kalung itu, tetapi dia bersumpah untuk memulihkan sisa barang milik ibunya yang lain.
Yulia mengira dia punya banyak waktu untuk melakukan itu. Akan tetapi, sekarang, sepertinya Triana akan menjual semuanya jika dia tidak bergerak cepat.
Dia memutuskan saat fajar menyingsing besok, dia akan pergi ke rumah Keluarga Pujiono untuk mengeklaim apa yang sudah menjadi haknya.
Namun, sebuah pikiran tiba-tiba menyerangnya, makin memperburuk suasana hatinya.
Triana adalah wanita jahat. Dia tidak akan membiarkan Yulia masuk ke dalam rumah, apalagi dengan sukarela menyerahkan barang-barang itu.
Mungkin dia akan melakukannya jika Billy ikut pergi bersamanya.
Triana selalu siap menyanjung hati orang yang lebih kaya dibandingkan dirinya. Dia selalu mengubur kesombongannya ketika berhadapan dengan orang yang memiliki posisi lebih kuat darinya. Tak perlu dikatakan bahwa dia tidak akan menolak pewaris Keluarga Jayendra.
Kini, Yulia dihadapkan pada masalah lain. Bagaimana dia meyakinkan Billy agar bersedia pergi bersamanya? Pria itu telah mengatakan padanya untuk tidak muncul di depannya lagi. Tidak mungkin Billy akan setuju untuk membantu ketika dia membencinya. Lantas, apa yang akan dia lakukan?
Yulia berguling-guling di tempat tidur dengan gelisah. Setelah menghabiskan sepanjang malam untuk memeras otak, akhirnya dia memberanikan diri untuk meminta bantuan suaminya. Dia berharap bisa membuat kesepakatan dengannya.
Pengusaha tidak bisa menolak kesepakatan selama mereka bisa mendapat untung dari kesepakatan itu.
Sebagai putri pertama ayahnya, Yulia berhak mendapatkan bagian dari harta Keluarga Pujiono. Jika pria itu bersedia membantu, dia berpikir bahwa dia bisa memberikan warisannya kepada Billy, kecuali barang-barang milik mendiang ibunya.
Sekarang adalah akhir November dan malam menjadi lebih panjang. Sepanjang malam hujan terus turun, jadi awan pagi berkabut, dan di mana-mana berkabut walau jam sudah menujukkan pukul tujuh.
Begitu alarm Yulia berbunyi, dia bangun dari tempat tidur. Ada lingkaran hitam di bawah matanya dan kepalanya terasa sakit. Dia berjalan keluar dan berdiri di depan pintu ruangan milik Billy. Setelah mengumpulkan keberanian, dia dengan lembut mengetuk pintu di hadapannya.
Aroma dupa yang menyenangkan menghantam hidung Yulia begitu dia masuk. Karpet wol tebal terasa begitu lembut di bawah kakinya saat dia perlahan berjalan masuk.
Billy sedang duduk di kursi roda dan melihat ke luar jendela dengan secangkir kopi panas di tangannya. Meskipun dia mendengar seseorang masuk, dia tidak berbalik untuk melihat siapa yang datang. Dia hanya duduk diam seperti sebuah patung dingin.
"Ehem! Selamat ... selamat pagi, Billy ...." Yulia berdeham dan pendiriannya goyah.
Billy tidak menanggapi, atau bergerak sedikit pun setelah mendengar suaranya.
Ketakutan yang dirasakan Yulia tumbuh saat dia menjadi sedikit malu. Dia menjilat bibirnya yang kering dan melanjutkan kalimatnya dengan hati-hati, "Aku tahu kamu tidak ingin melihatku. Tapi aku datang ke sini untuk membuat kesepakatan denganmu. Bisakah kamu menemaniku untuk pergi ke rumah ayahku hari ini? Aku ingin—"
"Enyahlah!" sela Billy dengan dingin.
Yulia tersentak penuh rasa takut. Dia menundukkan kepalanya dan berkata perlahan, "Tolong luangkan saja sebagian dari waktu—"
"Bos." Rudi mengetuk pintu dan masuk, menyela ucapan Yulia lagi.
Dia berjalan menuju ke Billy dan memberikannya sebuah dokumen.
Tepat ketika Billy hendak membuka dokumen itu, dia melirik ke arah Yulia dengan dingin dan berteriak, "Kenapa kamu masih di sini? Apa kamu ingin aku menendangmu keluar?"
Ini hampir membuat Yulia menangis. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia berbalik dan berlari keluar dari sana.
Menatap sosok Yulia yang semakin menjauh, Rudi mendorong kacamatanya dan bertanya, "Bos, apakah saya datang pada waktu yang tidak tepat?"
Billy tidak menjawab. Dia hanya membolak-balik isi dokumen itu.
Rudi menghela napas dan menceritakan, "Saya telah mencari tahu latar belakang Nona Pujiono seperti yang Anda minta. Saya harus mengatakan bahwa dia benar-benar menjalani kehidupan yang sangat menyedihkan. Ketika dia baru berusia tiga belas tahun, ibunya meninggal. Tak lama kemudian, datang ibu tiri dan adik tiri yang lebih muda darinya setahun. Keberadaan mereka membuktikan bahwa ayahnya telah berselingkuh di belakang almarhum ibunya selama belasan tahun. Ini tidak bisa diterima Nona Pujiono. Begitu dia dewasa, dia pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Bertahun-tahun kemudian, ayahnya meninggal dan dia tidak bisa bertemu dengannya lagi. Ibu tirinya mengambil alih segala hal yang dia miliki, termasuk harta mendiang ibunya. Sekarang ibu tirinya bahkan menjual barang-barang milik mendiang ibunya satu per satu. Sungguh menyedihkan."
"Aku tahu bagaimana caranya membaca, Rudi!" Billy mengernyit.
"Oh, maaf, saya telah berbuat salah!" Rudi terdiam. Namun, setelah dua menit berlalu, dia tidak dapat menahan diri untuk berkata, "Bos, jika boleh, menurut saya pengalaman masa kecil Nona Pujiono sangat mirip dengan pengalaman Anda. Kalian berdua sama-sama memiliki ibu tiri dan saudara tiri yang—"
"Tutup mulutmu, Rudi! Apakah aku harus memotong lidahmu agar kamu diam?" Mata Billy bagai menembakkan laser saat dia menatap asistennya.
Rudi melangkah mundur dan melakukan gerakan seolah mengunci mulutnya.
"Apakah kamu baru saja mengatakan bahwa barang milik mendiang ibunya dijual?"
Rudi mengangguk cepat.
Billy mendengus dan mengendalikan kursi roda, bergerak mendekati jendela. Dia kembali menyaksikan pemandangan indah yang ada di luar.
Namun, pikirannya melayang ke tempat lain. Dia ingat bagaimana Yulia hampir menangis dan meninggalkan ruangan dengan malu. Dia mencibir begitu dia memahami situasinya.
Dasar gadis bodoh! Dia bahkan tidak bisa meminta tolong dengan baik.
...
Yulia saat ini sedang mengalami masa sulit.
Tanpa adanya orang yang bisa memberi bantuan, dia pergi ke rumah Keluarga Pujiono di bawah hujan deras. Dia membunyikan bel pintu sampai seseorang akhirnya datang untuk membukanya. Dia sangat membenci orang ini.
"Yulia? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Krisna langsung dengan senyuman ambigu di wajahnya.