Godaan Cinta Sejati
Penulis:GED WHITEHEAD
GenreRomantis
Godaan Cinta Sejati
Yulia ternganga saat mendengar pertanyaan Billy. Dia hanya bisa menatap pria itu dengan heran.
Sigit naik pitam dan berkata, "Billy, omong kosong macam apa yang kamu bicarakan? Bayi yang dikandungnya adalah keturunan dari Keluarga Jayendra!"
"Lalu apa? Bukannya sudah ada cukup banyak keturunan? Lagi pula, jika kamu bersikeras untuk mengandung bayi itu, aku punya seribu satu cara untuk menyingkirkannya." Sorot mata Billy yang sedingin es menatapnya dengan tajam. Setiap kata yang dia ucapkan menghantam Yulia seperti petir. Keringat dingin mulai membanjiri dahinya. Dia memegangi perutnya dengan panik.
"Sialan!" Sigit mendengus. Dia menunjuk putranya dan berteriak, "Beraninya kamu berbicara padaku seperti itu? Apa kamu lupa bahwa aku adalah ayahmu?"
Billy hanya tertawa dengan sinis, "Apa kamu baru saja menyebut dirimu sebagai ayahku? Sigit, kamu tidak pantas kupanggil ayah!"
Sigit kesal dan menghancurkan lampu kaca di meja samping tempat tidur.
Langsung saja Yulia mundur dengan tergesa-gesa. Masalah ini sudah di luar kendalinya, dan dia tidak ingin terjebak dalam pertengkaran ini.
Terlepas dari amarah ayahnya, Billy tidak gentar atau menyesal. Sepertinya ini bukan yang pertama kalinya. Dia bahkan mengambil segelas air dari meja dan meneguknya.
Mereka terjebak dalam jalan buntu. Akhirnya, Sigit memecah kesunyian. "Yah, kurasa kita tidak akan dapat menyelesaikan masalah hanya dengan berdebat. Operasi inseminasi buatan baru dilakukan hari ini. Kita akan mengetahui apakah operasi itu berhasil atau tidak dalam waktu satu bulan. Sebelum itu, aku memintamu untuk mengenal Yulia. Mungkin setelah kalian menghabiskan waktu bersama, kamu akan berubah pikiran. Jika kamu masih bersikeras ingin bercerai, kita bisa membicarakannya. Hanya itu yang bisa kamu lakukan untuk saat ini, bukan begitu?"
Sigit menekankan kalimat terakhirnya sambil menatap putranya dengan tajam.
Billy hanya mencibir tanpa menanggapi. Meskipun dia tak lagi sekuat dulu karena kondisinya saat ini, auranya yang mendominasi tetap mengalahkan ayahnya.
"Pikirkanlah baik-baik." Setelah itu, Sigit pergi keluar dengan marah.
Suasana di kamar tidur tiba-tiba menjadi canggung. Keringat mulai menetes dari punggung Yulia. Dia menunduk, tak tahu apa yang harus dia katakan atau lakukan demi menyenangkan suaminya.
Nasi sudah menjadi bubur. Sekarang mereka adalah pasangan suami istri, dan ada kemungkinan dia akan mengandung anak Billy dalam waktu dekat. Bukannya lebih baik jika mereka tetap menikah dan saling menahan diri?
Makin Yulia memikirkan Billy dan pernikahan mereka, dia makin menyadari bahwa pria ini sangat menyedihkan. Billy menjadi cacat di usia muda. Bukan hanya itu, dia dipaksa menikah tanpa persetujuannya.
Yulia dapat memahami kenapa Billy bersikap dingin terhadapnya. Dengan pemikiran ini, dia memutuskan untuk memenangkan hati Billy dengan merawatnya. Dengan demikian, dia juga bisa mempercepat misinya untuk membalas dendam.
Dia menatap Billy dengan gugup, lalu berjalan perlahan menuju tempat tidur.
"Hai, Billy. Namaku Yulia Pujiono, aku ...."
Tepat ketika Yulia ingin memperkenalkan dirinya sebagai istri Billy, dia teringat bahwa Billy menentang pernikahan mereka dengan tegas beberapa saat yang lalu.
Yulia terbatuk-batuk dengan canggung dan melanjutkan, "Yah, kamu harus menganggapku sebagai teman sekamarmu yang baru. Jangan ragu untuk memberitahuku jika kamu butuh sesuatu."
Untuk menunjukkan ketulusan dan keramahan hatinya, Yulia tersenyum lebar.
Senyum itu dibalas dengan cemberut yang dalam dan tatapan maut dari Billy.
"Apa yang bisa kamu lakukan untukku?" Tiba-tiba, ujung mulut Billy menyeringai dengan dingin.
Pertanyaan itu membuat Yulia kaget. Dia menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya dan tergagap, "Yah ... aku bisa mendorong kursi rodamu."
Saat kata-kata itu keluar dari mulutnya, dia langsung menggigit bibirnya dengan menyesal. Tanpa sengaja dia terdengar seakan dia mengejeknya.
Akan tetapi, hanya itu hal yang bisa dia pikirkan.
Wajar saja jika wajah Billy tampak semakin muram.
"Tunggu! Aku bisa melakukan hal lain!" Yulia menambahkan dengan cepat demi menebus kesalahannya. "Aku pandai memasak. Aku bisa memasak apa saja yang kamu mau. Kamu tinggal sebut ...."
Kalimat Yulia terpotong ketika Billy tiba-tiba meraih tangannya dan menariknya ke dalam pelukannya.
Suatu sensasi segera muncul di punggung Yulia begitu aroma Billy yang menyenangkan dan menyegarkan menyelimuti dirinya. Yulia bisa mendengar detak jantungnya sekarang.
Begitu dia berhasil mengatasi keterkejutannya, dia mencoba berdiri.
Dalam sepersekian detik, Billy sudah meletakkan tangan lainnya di tengkuk wanita itu dan mendekatkan kepalanya.
Mata Yulia seakan melompat keluar dari rongganya. Jantungnya mulai berpacu karena dia membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Billy memiringkan kepalanya dan berbisik di telinga Yulia, "Kamu sepertinya takut denganku. Apa hati nuranimu merasa bersalah karena sesuatu?"
Billy bersandar untuk memperhatikan wanita di pelukannya itu. Pada saat ini, jari-jarinya yang ramping meluncur di bawah kerah blus Yulia yang berkerah tinggi sebelum membelai lehernya dengan amat lembut, seperti seorang kekasih yang menyayanginya.
Bulu kuduk Yulia langsung merinding. Rambutnya juga ikut berdiri tegak. Sentuhan Billy hanyalah belaian genit belaka, tetapi itu membuat tubuh Yulia menggigil.
Yulia menahan napasnya untuk sesaat. Lalu, dia bergumam dengan suara gemetar, "Tidak ... tidak ada."
Billy mencibir, sementara matanya berbinar dengan nakal. Dia terus membelai leher Yulia, seperti seekor kucing yang sedang mempermainkan tikus yang akan menjadi santapannya berikutnya.
Rasa takut yang tak dapat dijelaskan memenuhi isi otak Yulia saat ini.
Apa yang Billy inginkan darinya? Kenapa dia melakukan ini?
Sebelum Yulia bisa merenungkan jawabannya, dia sudah merasakan jari-jari Billy yang menegang di sekeliling lehernya. Billy mulai mencekiknya!
Wajah Yulia langsung memerah. Udara di paru-parunya berangsur-angsur berkurang, tenggorokannya menegang, dan matanya juga mulai berkabut.
Tangan besar Billy di lehernya amat kuat dan menjebaknya.
Tubuh Yulia menegang dan dia mulai terengah-engah. Lalu, dia menyadari sesuatu. Billy tidak membelai lehernya. Dia hanya mengelus memar yang didapatkan Yulia pagi ini!
Bagaimana dia bisa mengetahui memar itu? Dan kenapa dia mengelusnya? Mungkinkah itu ....
Seolah bisa membaca pikiran Yulia, Billy berkata dengan suara dingin, "Seharusnya aku mencekikmu di depan Krisna tadi malam."
Tiba-tiba, cengkeramannya menjadi lebih kuat. Yulia merasa seperti ayam yang akan disembelih dengan kejam.
Di tengah-tengah rasa sakit dan takut ini, Yulia memahami semuanya. Tadi malam Billy memang terbangun! Dia mengetahui segalanya!