Godaan Cinta Sejati
Penulis:GED WHITEHEAD
GenreRomantis
Godaan Cinta Sejati
Apa! Billy telah sadarkan diri!
Yulia dan Krisna yang tidak siap mendengar kabar ini pun terkejut.
Begitu Krisna pulih dari keterkejutannya, wajahnya menjadi suram. Dia mengencangkan cengkeramannya di lengan Yulia dan memarahinya, "Kamu berbohong padaku, 'kan? Apa yang sempat aku lihat semalam bukanlah ilusi. Billy benar-benar sadar dari komanya semalam, 'kan? Oh, aku mengerti situasinya sekarang. Itulah mengapa kamu tiba-tiba menentangku!"
Karena Krisna sudah mengambil kesimpulan, Yulia tidak mau repot-repot menjelaskan. Dia melepaskan cengkeraman Krisna dan berjalan pergi bersama dengan pelayan itu.
Krisna benar-benar marah. Dia ingin memukul Yulia, tetapi dia tidak berani melakukannya. Terus berdiri di taman, dia memperhatikan sosok Yulia yang semakin menjauh sampai sepenuhnya menghilang dari pandangan. Lalu dia berbalik dan menendang pot bunga dengan marah.
Kediaman Keluarga Jayendra adalah sebuah manor yang memiliki beberapa bangunan berbeda yang dikelilingi oleh taman bunga dan pepohonan. Billy tinggal di sebuah rumah kecil terpisah dari rumah utama yang terletak di belakang taman. Tidak hanya udaranya yang segar di sini, tetapi area itu juga terang benderang dan sunyi. Ada banyak pohon bambu yang ditanam di sekitar rumah. Tempat sempurna bagi orang yang sakit untuk memulihkan diri.
Namun, Yulia tidak punya niat untuk mengagumi keindahan lingkungan sekarang. Pikirannya sedang dalam keadaan kacau.
Dia bertanya-tanya apakah Billy sudah sadarkan diri mulai tadi malam. Apakah pria itu telah mendengar percakapan antara dirinya dan Krisna?
Apa yang akan terjadi jika dia mendengarnya?
Jantung Yulia mulai berdebar kencang. Wajahnya berubah menjadi pucat saat beberapa macam pikiran melintas di benaknya.
Sepengetahuannya, Billy bukanlah malaikat. Dia telah diberi tahu bahwa Billy adalah pria kejam yang bahkan memiliki hubungan kuat dengan orang-orang dari dunia kriminal. Rumor yang beredar berkata bahwa orang yang menyinggung dia di masa lalu akan mendapat balasan yang cukup kejam. Apakah Billy akan melakukan hal yang sama padanya?
"Kita sudah sampai!" Suara pelayan membawa Yulia kembali ke dunia nyata.
Setelah mengambil napas dalam-dalam, dia mendorong pintu terbuka dan berjalan masuk. Dia baru saja masuk ke rumah ketika Sigit masuk dengan napas terengah-engah.
Yulia menganggukkan kepalanya dan menyapanya. Sigit memberinya anggukan singkat dan kemudian mereka bersama-sama memasuki kamar Billy.
Sekelompok dokter berdiri di samping tempat tidur. Mereka sedang memeriksa Billy.
Kini Billy sedang duduk dengan punggung menyandar pada kepala tempat tidur, matanya tanpa emosi dan wajahnya yang tampan sedingin salju musim dingin.
Ketika dia mendengar langkah kaki di pintu, dia menoleh untuk melihat siapa yang datang. Matanya yang tajam menyapu Yulia sekilas dan mendarat pada Sigit. "Siapa wanita ini?"
Itu merupakan sebuah pertanyaan sederhana. Akan tetapi, Yulia mendapati dirinya dalam keadaan terpojok.
Bagaimanapun, dia tidak tahu bagaimana berhadapan dengan pria itu sekarang, apalagi untuk memperkenalkan dirinya.
Billy bisa mengakhiri pernikahan mereka kapan saja.
Jika itu terjadi, rencananya untuk balas dendam akan hancur.
"Dia istrimu," ucap Sigit sebelum Yulia sempat memikirkan bagaimana memberi respons.
"Istriku? Kenapa aku tidak ingat pernah menikah dengan wanita mana pun?"
"Yah, aku sudah mengaturkan pernikahan untukmu. Acara pernikahan diselenggarakan kemarin. Semua orang sudah mengetahuinya."
Sigit terlihat cukup tenang seolah-olah dia sudah menebak bahwa putranya akan bangun.
Dokter utama sudah selesai memeriksa Billy saat ini. Namun karena situasi sekarang, dia berdiri canggung di sana bersama dengan para asistennya.
Sigit berdeham untuk membersihkan tenggorokannya, wajahnya tidak bisa ditebak. "Bagaimana keadaan putraku?"
Dokter utama menjawab, "Meskipun dia sadarkan diri, dia belum pulih sepenuhnya. Kedua kakinya masih dalam kondisi yang buruk. Maaf, tapi dia mungkin tidak akan pernah bisa berdiri atau berjalan lagi."
"Apakah kamu mencoba mengatakan bahwa Billy sekarang lumpuh?" tanya Sigit dengan tidak percaya.
Yulia mengerutkan kening saat melihat sedikit kelegaan di wajah Sigit.
"Sayangnya, ya, Tuan Jayendra." Dokter utama menghela napas dengan prihatin. "Tapi, serangkaian fisioterapi dapat membantu keadaannya."
"Jadi, begitu. Terima kasih atas bantuanmu. Kalian sudah bisa pergi sekarang."
Sigit melambaikan tangannya untuk menyuruh para dokter pergi dari sana. Begitu mereka pergi, dia menoleh ke Billy dan melontarkan senyum ramah yang jarang terlihat. "Nak, syukurlah kamu sudah sadar. Kamu sekarang perlu beristirahat dengan baik. Tidak perlu terlalu memikirkan apa yang dikatakan dokter. Aku akan mendapatkan fisioterapis terbaik untuk merawatmu. Serahkan saja itu semua padaku."
Setelah itu, dia memberi isyarat kepada Yulia untuk datang ke samping tempat tidur. "Ini istrimu, Yulia. Dia adalah putri dari Keluarga Pujiono. Mulai sekarang, dialah yang akan merawat dan menjagamu. Kamu berada di tangan yang baik."
"Aku tidak punya istri! Karena aku tidak pernah menyetujui pernikahan ini, jadi ini bukanlah pernikahan yang sah. Aku akan meminta pengacaraku untuk segera memulai prosedur perceraian sekarang juga!" Billy mengumumkan ini, suaranya yang dalam dipenuhi dengan penghinaan.
Wajah Sigit berkedut seolah sedang menahan amarahnya. "Kamu tidak boleh melakukan itu, Billy! Kamu tidak boleh bercerai."
Billy mencibir dengan jijik. "Apa yang membuat Ayah berpikir bahwa Ayah berhak mengambil keputusan untukku?"
Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi tegang.
Saat itulah, Yulia sadar bahwa keduanya tidak berpandangan sama. Dia dengan canggung memainkan jari-jarinya, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.
Sigit sangat marah hingga tubuhnya bergetar. Dia berteriak, "Kamu sudah menikah. Dan keputusan itu tidak akan bisa diubah! Spermamu sudah diinseminasi ke dalam rahim Yulia. Sekarang, dia pasti sudah mengandung anakmu. Aku tidak akan pernah menyetujui perceraianmu!"
"Apa! Ayah memasukkan spermaku ke wanita ini?" Untuk pertama kalinya, Billy mengamati Yulia dengan jeli. Matanya yang tajam mengamati wanita itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sudut bibirnya tiba-tiba terangkat karena rasa jijik yang dia rasakan.
Sambil menggertakkan giginya, dia bertanya dengan lugas, "Nona Pujiono, mana yang lebih kamu sukai untuk melakukan aborsi, operasi atau menggunakan obat?"