/0/29114/coverorgin.jpg?v=8ef50e2564eedbd7adab40a8459a0b58&imageMogr2/format/webp)
Awal Kontrak
“Ini adalah rumah saya dan di sini hanya ada aturan saya, orang asing sudah semestinya tidak ikut campur. Anda kira apa? Saya akan menerima perjanjian bodoh itu? Cuih! Saya tidak seburuk itu sampai menjual diri pada pria tidak tahu diri seperti anda!” Amarah yang berapi-api tidak membuat sang lawan bicara merasa terpojok.
Pria yang berpenampilan rapi maju beberapa langkah, mengunci pergerakan gadis yang ada di hadapannya.
“Apa yang anda lakukan!”
Tubuh mereka semakin mendekat hingga gadis itu tidak ada pilihan lain selain mundur sampai punggungnya menabrak tembok. Matanya melotot dan tangan yang memeluk tubuh adalah cara gadis itu mempertahankan kehormatannya. Perasaannya tidak enak saat melihat mata tajam milik pria berjas itu menatapnya.
“Mundur!” lirihnya.
Reaksi yang ditampilkan gadis mungil di depannya membuat ujung bibir pria tersebut tertarik sebelah.
Tubuh yang saling berdekatan hingga deru napas masing-masing dapat terdengar membuat sang gadis kian merasa dirinya dalam bahaya. “Anda jangan kurang ajar, saya bukan perempuan yang bisa anda dekati dengan sesukanya,” ucapnya dengan bibir gemetar.
Tidak ada reaksi dari lawan bicara. Hanya mata yang menatap Nea tanpa tahu arti dari tatapan aneh itu. “Ini rumah saya, kapan saja saya bisa berteriak.” Suara bergetar yang dikeluarkan Nea tentu tidak mengancam pria itu.
“Silakan, jika kamu ingin dicap wanita nggak baik.” Tentu saja, pria itu mempunyai banyak cara untuk menyerang balik lawan bicaranya.
Akhirnya setelah diam cukup lama, gadis itu mendengar suaranya. Suara tegas dan berat yang entah mengapa sangat memanjakan telinga. Untuk sesaat gadis itu kagum hanya dengan mendengar suaranya saja, tetapi ia langsung menggeleng dan fokus akan apa yang ada di hadapannya.
“Nea Halina, saya tidak meminta banyak. Hanya tanda tangan surat itu dan selesai.”
Gadis yang dipanggil Nea tersebut langsung mendorong tubuh kekar yang mendekat ke tubuhnya. Setelah mengumpulkan segenap keberaniannya, Nea dengan mata bergejolak maju beberapa langkah.
“Atas dasar apa anda mempermainkan sebuah pernikahan?” tanya Nea pada pria itu.
“Saya tidak lagi bermain,” jawabnya enteng.
“Apakah anda tidak pernah sekali saja terbesit untuk punya pernikahan yang didasarkan oleh cinta? Atau punya pernikahan impian? Kenapa pria terhormat seperti Anda mengemis pada gadis miskin seperti saya?”
Terlihat wajah pria berjas itu memerah padam dan tangannya terkepal kuat. Sepertinya ucapan Nea mampu membuat harga dirinya terluka.
“Saya datang bukan untuk mengemis, tetapi memberikan penawaran. Jika kamu menolak, saya tidak akan memaksa,” ucapnya tegas.
Sesaat napas Nea tertahan mendengar suara tegas nan lantang tersebut. Nyalinya menciut. Walaupun begitu ia tidak bisa menunjukkan wajah takutnya pada pria itu.
Di sela perdebatan panjang mereka, terdengar suara gaduh dari luar. Mereka yang saat ini berada di halaman belakang rumah langsung bertanya-tanya. Apa yang terjadi di luar sana?
Suara teriakan perempuan dan barang yang jatuh ke lantai membuat Nea panik. Tanpa berpikir panjang, ia berlari sekencang mungkin meninggalkan pria yang berbicara padanya.
“Saya janji besok akan dibayar,” ucap seorang wanita paruh baya pada pria bertubuh kekar yang terus melempar semua barang yang ada di ruang tamu ke luar.
“Besok, besok, besok. Setiap kali ke sini selalu saja besok. Keluar dari rumah ini sebelum saya suruh anak buah saya bergerak,” ucapnya tegas membuat wanita paruh baya itu terduduk lemas.
“Setidaknya biarkan kami tinggal di sini sampai menemukan tempat tinggal baru,” bujuk seorang pria yang duduk di kursi roda.
“Menunggu? Mau sampai kapan?! Saya udah nggak bisa lagi kasih kalian kesempatan.” Pria itu memberi aba-aba pada anak buahnya untuk mengeluarkan semua barang yang ada di dalam rumah ini serta mengusir wanita dan pria yang terus memohon itu.
Nea tidak tahan lagi, ia maju beberapa langkah mendekat ke arah pria berbadan kekar tersebut. “Tolong beri kami waktu, kami bukan orang yang tidak bertanggung jawab sampai-sampai tidak membayar hutang. Saya masih belum mendapatkan pekerjaan—“
“Menunggu kamu dapat kerjaan? Kalaupun dapat seyakin apa dapat gaji gede?”
“Lusa saya ada wawancara kerja di salah satu perusahan besar, saya yakin bisa lolos dan bekerja di sana.”
/0/16153/coverorgin.jpg?v=ec1ea740cd6fbfb9ad9fd8904ac421d9&imageMogr2/format/webp)
/0/13557/coverorgin.jpg?v=fc94ee21ff3cb328b0874d2e8f3d6d46&imageMogr2/format/webp)
/0/13464/coverorgin.jpg?v=7e58b187b12a28153a66d7d886638bb0&imageMogr2/format/webp)
/0/12544/coverorgin.jpg?v=4952d36cc27d13df824bb23b5af10b98&imageMogr2/format/webp)
/0/16645/coverorgin.jpg?v=ef346df3b63e19bf964828ca82a1a7a0&imageMogr2/format/webp)
/0/16452/coverorgin.jpg?v=160ff56ff55019775ce87beb40539ccf&imageMogr2/format/webp)
/0/12293/coverorgin.jpg?v=20250122183138&imageMogr2/format/webp)
/0/7048/coverorgin.jpg?v=fae5efbc5e95799fc91344de1ba98199&imageMogr2/format/webp)
/0/20458/coverorgin.jpg?v=20241030112436&imageMogr2/format/webp)
/0/22433/coverorgin.jpg?v=7133e9616d5f6372cfa54826f9dbee44&imageMogr2/format/webp)
/0/17480/coverorgin.jpg?v=61bbd04e6e2af928e880a9169c2b9edb&imageMogr2/format/webp)
/0/6065/coverorgin.jpg?v=20250515113946&imageMogr2/format/webp)
/0/12390/coverorgin.jpg?v=20250122183159&imageMogr2/format/webp)
/0/6800/coverorgin.jpg?v=bb215ec44e5fcbdc9a77524e4a36d19c&imageMogr2/format/webp)
/0/10957/coverorgin.jpg?v=45dd530f0cb93233eac1ac14300c554e&imageMogr2/format/webp)
/0/6192/coverorgin.jpg?v=cd1bd1ac74c80758e3c79bebbca0fb57&imageMogr2/format/webp)
/0/29899/coverorgin.jpg?v=20251205185456&imageMogr2/format/webp)
/0/6451/coverorgin.jpg?v=4c0de242ad63e4f4adc8e2d8bfab62d9&imageMogr2/format/webp)
/0/22533/coverorgin.jpg?v=ac42a10c716b1b3cb93cf42b843fe60b&imageMogr2/format/webp)
/0/6529/coverorgin.jpg?v=cddeb0bc243bcef36794eb78d95cc4dd&imageMogr2/format/webp)