Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
"Maaf Simon, untuk selanjutnya kita nggak perlu ketemuan lagi, lebih baik kita putus saja!"
"Apa?" Laki-laki yang di sebut Simon terperangah, kata-kata sang kekasih membuatnya kaget.
"Shania, bisa jelaskan alasannya kenapa? Nggak mungkin kamu bikin keputusan sepihak ini tanpa alasan yang jelas."
Dahinya mengernyit, mencoba memikirkan alasan yang masuk akal dari sosok yang di sebut Shania.
"Selama ini kita baik-baik saja kan? Tolong katakan Shania, apa yang membuatmu menyerah akan hubungan kita?"
Shania berjalan pelan mendekati Simon, lalu mendekatkan wajahnya dan berbisik ke telinga Simon.
"Itu karena sejak dulu aku nggak punya perasaan apa-apa sama kamu." Seketika wajah Simon memerah, dia tak percaya mendengar pernyataan Shania.
"Nggak mungkin! Kamu pasti bohong, Shania..."
"Kenapa? Sebenarnya aku ingin memberitahu hal penting ini sejak lama, tapi sayangnya kita jarang bertemu, jadi sulit sekali mencari waktu untuk itu." Shania menarik nafas panjang, "Aku lebih butuh uang, Simon. Coba lihat dirimu di cermin, kamu hanya pria miskin. Kamu nggak bisa kasih apa-apa buat aku."
Simon menyipitkan matanya, melihat keadaan sekitar, mulutnya berkedut. Setelah beberapa detik, bibirnya kembali bergerak.
"Jadi hanya karena itu?" Simon menatap ke langit. "Apa semua itu berasal dari hatimu yang paling dalam, Shania? Seberani itukah kamu memutuskannya?"
Simon berusaha meyakinkan saat sang kekasih hendak pergi.
Mendengar pertanyaan itu, Shania sempat berhenti, suara dengusan dan helaan nafasnya terdengar jelas sebelum menjawab pertanyaan Simon. "Benar..."
Shania benar-benar serius, Simon tertawa miring menanggapinya. "Kamu jangan bercanda, Shania. Siapa yang percaya dengan aktingmu pagi ini, kata-katamu begitu serius dan bikin perasaanku terluka."
Shania diam seribu bahasa, pikirannya sedikit bermasalah. Pada detik itu juga dia langsung pergi dari sana.
Simon sendirian, merenung di tempatnya berdiri dengan wajah tertunduk lesu. Sampai akhirnya dia mencoba berjalan dengan gontai meninggalkan tempat itu.
Di tepi kolam ikan koi, Simon berhenti, menatap pantulan dirinya ke dalam air kolam. Raut wajahnya sayu, ada sesuatu yang bergelayut dalam pikirannya.
Simon menarik nafas sambil mendecakkan lidahnya. "Kenapa aku di takdirkan seperti ini? Aku memang pemuda miskin, tapi haruskah Shania bersikap egois begitu padaku?" Sebenarnya, ada banyak pertanyaan yang menyerang otaknya.
Hubungan mereka baru berjalan satu tahun, semua orang mengira hubungan mereka akan bertahan lama. Namun, ternyata ramalan mereka salah, sejak beberapa detik yang lalu, Simon sudah berstatus lajang.
Meskipun latar belakang keluarga Simon termasuk tidak mampu, tapi ia sangat terpelajar dan juga tampan. Pernah suatu kali, ia di tawari kuliah di luar negeri karena potensinya yang luar biasa, namun, Simon menolak karena suatu alasan yang tak bisa ia jelaskan.
Banyak yang bertanya kenapa, namun Simon malah memilih jadi nelayan demi meringankan beban orang tuanya.
**
Ditengah jalan pulang, Simon tak sengaja melihat Shania, masuk ke sebuah mobil. Seketika Simon bersembunyi dan mengamati gerak-geriknya dari jauh. "Kenapa Shania masuk ke mobil itu?" Matanya terus fokus menatap sosok sang mantan.
Seorang pria berpakaian keluar dari mobil. "Tunggu! sepertinya pria itu familiar..." Simon mencoba mengingat-ingat namanya. "Gerald, benar. Dia Gerald si playboy itu. Nggak mungkin, Shania pasti telah dipengaruhi oleh pria itu. Dia pasti belum tahu sifat asli Gerald. Aku harus mendatangi mereka, semoga masih ada harapan untukku..." Simon menghampiri mereka dengan modal tekad.
"Shania, bisa jelaskan padaku tentang hal ini?" Pemilik nama itu terkejut dan langsung menoleh, melihat tatapan mata Simon yang tajam. "Jawab aku Shania, apa itu karena Gerald? Kamu mencintainya?"
Gadis itu tersenyum sinis, "Bagaimana jika itu benar. Kenapa, kamu keberatan?"
"Shania, kamu jangan bodoh. Dia terkenal playboy, kamu pasti tahu kan? Dia bahkan telah meniduri banyak gadis di luar sana. Kamu juga berencana seperti mereka?" kata-kata Simon begitu sengit, membuat Shania berpikir untuk menyahut.
"Tentu saja aku tahu. Gerald sudah menjelaskannya padaku. Itu semua bohong. Ada banyak gadis yang mau memanfaatkannya demi uang. Jadi kamu nggak perlu ikut campur dengan urusan orang lain."
Simon terkesiap mendengar ucapan Shania, "Kamu bilang orang lain?" Simon melihatnya dengan alis yang sedikit terangkat. "Shania, kamu semudah itu percaya dengannya? Jika kubilang dia berbohong padamu, apa Kamu percaya?"
Shania menutup telinganya sambil berteriak. "Cukup! Kamu jangan berharap apapun padaku, sekarang untuk terakhir kalinya, aku akan beritahu kamu satu hal..."
Simon dengan setia menunggu kata-kata sang mantan selanjutnya, berharap sebuah ada hal yang membuatnya sedikit terhibur. Namun...
"Berhenti menggangguku, dan silakan pergi!"
Shania berbalik setelah berkata kasar dan pergi begitu saja tanpa peduli pada lawan bicaranya, namun sebagai pria yang baru patah hati, ia harus bertindak bodoh mengejar cintanya, dan menggapai tangannya, lalu berkata,
"Shania, dengarkan aku. Pria Sepertinya mungkin akan menipumu, atau jangan-jangan dia telah memaksamu melakukan ini? Jika benar, aku harus berhadapan dengannya."
Shania melepas paksa pergelangan tangannya dari cengkeraman Simon, "Berhenti bohongi diri sendiri, Simon. Gerald sama sekali nggak seperti yang kamu bayangin. Kamu ingin tahu kenapa aku melakukannya? Itu karena aku sudah nggak sanggup bersamamu. Seseorang akan bekerja keras demi menghasilkan banyak uang, begitu juga denganku."