Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
Hotel Mandapa, sebuah hotel bintang lima di Kota Daka.
Tempat di mana Lala Setiawan merayakan ulang tahunnya yang ke-22 dengan sebuah pesta yang hampir berakhir. Tampak pipinya yang memerah sehingga terlihat seakan baru saja dipoles dengan pewarna. Ia mulai berjalan terhuyung-huyung.
Ketika lift sampai di lantai delapan, Sarah Ferdina mengeratkan genggamannya pada tangan Lala, tanda bahwa ia sudah bertekad untuk tidak membiarkannya tidur dengan Mike Gabian.
Setelah yakin dengan keputusannya, ia menarik Lala menuju kamar di ujung koridor. Pelayan kamar baru saja selesai melakukan tugasnya di kamar itu dan hendak pergi ketika Sarah dan Lala tiba di sana.
"Tolong biarkan pintunya terbuka. Kamar ini ditempati oleh temanku, dan aku ingin bertemu dengannya." Tanpa curiga sedikit pun pelayan kamar itu membiarkan pintu kamar terbuka dan pergi dengan mendorong trolinya.
Di dalam kamar, Sarah melihat seorang pria dari belakang, pria itu memiliki tubuh yang tinggi dan sedang mengenakan jubah mandi.
'Pria ini bisa!' pikir Sarah. Ia mendorong Lala dengan kasar ke dalam kamar tanpa ragu-ragu, dan dengan cepat menutup pintu.
Sarah mendongak untuk mencari keberadaan kamera pengawas. Untungnya, kamar itu terletak di titik buta dan ia tidak menemukan apa yang dicarinya.
Sambil merapikan rambut panjangnya yang bergelombang, ia pun pergi menuju kamar lain seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Di dalam kamar ujung koridor lantai delapan, Lala disergap kebingungan, entah bagaimana ia bisa sampai di kamar ini. Sebuah kamar dengan cahaya remang di mana saat ini seorang pria berbalik dan menatapnya dengan tajam.
Ia menggigil, merasakan betapa dinginnya tatapan pria di hadapannya.
Rasa tidak nyaman menyerang dan membuatnya tidak dapat berpikir tentang semua kejadian ini. Dengan terhuyung-huyung ia mencoba untuk berdiri dan menghampiri pria itu. Ia membutuhkan sesuatu. Tapi ia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dibutuhkannya.
"ENYAH!" teriak Heri Nasution, nama pria yang sedang bersama Lala saat ini. Kini ia dapat melihat wajah Lala dengan jelas setelah wanita itu berusaha menghampirinya.
Untuk pesta ulang tahunnya, penata rias profesional telah menata rambut hitam panjang Lala menjadi kepang yang indah, semakin menonjolkan kecantikan dan keanggunannya. Mengenakan gaun terusan berwarna putih, bentuk tubuh Lala yang menawan dan seksi pun semakin terlihat jelas.
Bagian bawah gaunnya berbentuk busur, dihiasi berlian kecil yang bersinar, menampakkan kaki putihnya yang jenjang di sisi kanan.
Sandal berhias berlian dengan hak setinggi 3 inci semakin menampilkan karakter Lala yang menyenangkan, jujur, dan tulus.
Dengan tidak sopan Lala melepas salah satu sandal yang dikenakannya itu hingga terlihat seakan dia menendangnya. Pada cermin yang ada di dekatnya, ia melihat rona merah yang tidak wajar di wajahnya.
"Aku merasa tidak enak badan. Bolehkah aku minta segelas air dingin?" Lala mencoba melepaskan sandal yang tersisa di kakinya dengan cara yang sama.
Sandal itu akhirnya terlepas dan terlempar sejauh tiga meter setelah Lala memeluk leher pria itu dengan tangan kanannya.
Hanya dari samar aroma parfum yang dikenakannya, orang bisa tahu bahwa Lala bukanlah perempuan biasa, wangi bunga lili air dengan kombinasi bunga bakung lembah yang dikeluarkan oleh Indulgence, salah satu merek ternama di dunia.
Dari ujung kepala hingga ujung kaki wanita ini, satu kata yang bisa mewakili apa yang ditampilkannya, keanggunan. Seorang wanita muda yang kaya salah masuk kamar? Apa mungkin?
Heri melepaskan pelukan Lala di lehernya dan kemudian tanpa ragu berjalan menuju pintu.
Karena gagal menopang tubuhnya, Lala jatuh berlutut dengan satu tangannya masih dipegang oleh Heri.
"Apa yang terjadi di sini?" Heri menjadi tidak sabar, ia melepaskan genggamannya pada tangan Lala dan hendak menelepon meja resepsionis.
Tepat ketika ia mengangkat gagang telepon, tanpa ia sadari Lala telah berdiri dan memeluknya di pinggang dari belakang.
"Aku merasa panas. Tolong selamatkan aku." Caranya yang memohon dengan lembut memiliki pesona khusus di malam yang gelap ini.
"Jadi siapa yang memberitahumu tentang kedatanganku di Kota Daka hari ini, dan siapa yang mengirimmu..." Heri meletakkan kembali gagang telepon dan kemudian menatapnya dengan dingin dan tajam.
Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Lala mendorongnya dengan keras ke sofa dan menerkamnya.
"Hei! Aku... sedang tidak enak badan sekarang. Aku memerintahkan... kamu untuk menyelamatkanku!"
Memerintahnya?
Heri berusaha mendapatkan kembali ketenangannya, ia mencibir dan mendorong tubuh Lala menjauh tanpa ragu.