/0/26439/coverorgin.jpg?v=ecd29a2007477a657f9164537df95b96&imageMogr2/format/webp)
***
Las Vegas, Nevada, 19.41 PDT
Dor! Dor!
Telinga Daphne berdenging saat mendengar dua buah peluru terlepas dan menembus jantung seorang wanita berambut cokelat kemerahan yang langsung tersungkur bersimbah darah. Suasana di ruangan itu langsung sepi, tanpa suara.
“Daphne,” panggil seorang pria berambut hitam sembari menyerahkan pistol jenis Desert Eagle. Dia Edgar David Ruthen. Salah satu mafia dari dua mafia berpengaruh di Las Vegas, bahkan namanya telah terkenal di dunia mafia yang gelap.
“Ya, Tuan.” Gadis yang dipanggil namanya itu langsung melangkah dan mengambil pistol yang dipakai untuk menembak saudari kembarnya itu.
“Fabian,” panggil Edgar lagi.
“Ya, Tuan.” Pria berusia empat puluh satu tahun yang berada satu langkah di belakang Edgar itu pun mengangguk.
“Bereskan dia. Terserah kau mau membuang atau menguburnya. Pastikan dia benar-benar mati. Well, pasti sudah mati, karena aku menembaknya tepat di jantung,” ujar Edgar dengan seringai lebar, membuat orang-orang yang ada di sana bergidik ngeri, kecuali satu orang yang tampak tak tergoyahkan. “Daphne,” panggil Edgar dengan suara lembut.
“Ya, Tuan.” Daphne mengangguk kecil.
“Aku telah menembak saudari kembar mu. Dia merepotkan, tak sepertimu.”
“... ya, Tuan. Maaf dan terima kasih,” ucap Daphne hampir tanpa emosi. Bagi orang normal, ini bukan saat yang tepat untuk mengucapkan maaf dan terima kasih. Namun, inilah Daphne Madison.
Edgar menatapnya dengan rinci. “Kau tidak menangis?”
“Tidak, Tuan.” Daphne balas menatap Edgar dengan berani. “Tidak ada alasan bagi saya untuk menangis,” tambahnya membuat pria berambut cokelat itu tertawa terbahak-bahak, merasa puas dengannya.
Edgar menepuk bahu Daphne dengan bangga dan tak lupa, seringainya.
“Kau luar biasa, Daphne. Kau tak gentar bahkan setelah aku menembak mati saudari kembar mu,” ujar Edgar masih dengan sisa-sisa tawanya, lalu dia berdeham singkat. “Karena aku baik hati, ku izinkan kau mengantar jalang itu untuk terakhir kalinya.”
Daphne terdiam. Memandang tubuh bersimbah darah itu tanpa berkedip. Sejujurnya, dia sedang berusaha sangat keras untuk tak menunjukkan kesedihan ataupun kemarahannya di hadapan Edgar. Dan itu cukup sulit, mengingat Edgar telah membunuh satu-satunya keluarga yang dia punya tepat di depan matanya. Gadis itu menatap Edgar yang memegang dagunya.
“Jawab aku, Daphne.” Edgar mengintimidasi.
“Ya, Tuan. Terima kasih,” ujar Daphne mengangguk pelan.
Sudah cukup dengan jawaban Daphne yang memuaskannya, Edgar melepaskan dagu Daphne dan berjalan melewati gadis itu, namun Daphne sama sekali tak menoleh. Suara sepatu yang bergesekan dengan lantai pun terdengar menyayat hati. Satu per satu orang di sana pergi dengan perasaan takut dan segan pada Edgar yang bisa membunuh anak buahnya kapanpun dan di mana pun ketika dirasanya salah dan mengganggu.
Daphne memandang mayat saudari kembarnya di depan sana, kemudian menghela napas panjang ketika pintu besi ditutup, menyisakan dirinya dan Fabian di ruangan berbau anyir itu.
“Daphne,” panggil Fabian pelan.
“Aku tahu, Fabian. Aku sudah tahu kalau ini akan terjadi karena Stephanie mengharapkan hal yang bodoh. Aku sudah memperingatinya berulang kali.” Daphne menghampiri saudari kembarnya dan berjongkok di sana. “Bagaimana bisa dia dengan bodohnya berharap pada Edgar? Dia hanya melakukan hal yang sia-sia. Dia dan bayi di perutnya, mati begitu saja. Bahkan sampai detik akhir pun, dia masih bodoh.”
‘Dan lebih bodohnya lagi, aku tak bisa menyelamatkan kalian,’ batin Daphne melanjutkan.
Fabian mengerutkan alis. Di matanya, Daphne terlihat seperti seorang gadis yang tak berperasaan, tetapi mempesona di saat bersamaan. Dia menggeram gusar menahan hasrat ingin mencabuli tubuh seksi yang keras kepala itu, setidaknya sekali.
“Kau ingin menguburnya?” tanya Fabian menghampiri.
“Tidak.” Daphne membalikkan tubuh Stephanie yang tersungkur. Dia menyentuh dada kanan saudarinya yang memiliki dua buah peluru dan bersimbah darah dengan tatapan membara. “Danau Powell akan menjadi tempat yang indah untuk Stephanie dan bayinya.”
***
Tidak ada kata merepotkan untuk membuang mayat di Danau Powell bagian hulu untuk Daphne dan Fabian. Itu sudah menjadi salah satu tugas mereka karena kebiasaan Edgar yang brutal.
“Bantu aku memasukkan Stephanie ke dalam tong, Fabian,” ujar Daphne membuka pintu penumpang, mengeluarkan saudari kembarnya yang tak lagi bernapas dari dalam sana. Sementara Fabian pergi ke mobilnya lebih dahulu dan mengambil tong yang telah disiapkan olehnya dan Daphne sebelum berangkat ke Danau Powell.
“Kau serius, Daphne?” tanya Fabian sembari membawa tong berukuran besar.
“Serius.” Daphne menarik Stephanie yang cukup berat. “Cepat bantu aku. Kita tak punya banyak waktu,” tambahnya.
“Baiklah.” Fabian membantu Daphne memasukkan Stephanie ke dalam tong yang ditutup rapat setelahnya. “Ku pikir kau akan mengubur atau mengkremasinya. Bukankah itu lebih baik untuk Stephanie?”
“Kau tahu dengan pasti, Fabian. Hasilnya akan sama.” Daphne bersandar pada tong yang sudah dalam posisi berdiri. “Kalau aku menguburnya, Edgar bisa saja akan memintamu atau orang lain untuk menggali kuburan dan membuang mayat Stephanie, atau yang lebih parah, tubuhnya akan dicincang untuk makanan anjing kesayangannya. Kalau dikremasi, hanya akan menarik perhatian orang-orang di sekitar. Selain itu, bau dari tubuh yang terbakar pasti akan tercium. Jadi, untuk apa bekerja dua kali?”
/0/8832/coverorgin.jpg?v=39d6f4ffcb31feb59b493347efaa4220&imageMogr2/format/webp)
/0/12790/coverorgin.jpg?v=88b5588692e190dcd05549a1b03750fe&imageMogr2/format/webp)
/0/4797/coverorgin.jpg?v=9ada8bfc009f12823e1fc56e8a759670&imageMogr2/format/webp)
/0/18721/coverorgin.jpg?v=8536c807c843e8c50cf7b97560db7ba6&imageMogr2/format/webp)
/0/2438/coverorgin.jpg?v=beaaf55f34562b39518207426ac00cc0&imageMogr2/format/webp)
/0/4931/coverorgin.jpg?v=d7a373c89e1fcc8a297f8ff8cb39b7a7&imageMogr2/format/webp)
/0/4260/coverorgin.jpg?v=576fc7faa6fb29ab90702c7a1f661be3&imageMogr2/format/webp)
/0/8553/coverorgin.jpg?v=6d785eaa780a19d00967451b2fad3061&imageMogr2/format/webp)
/0/7289/coverorgin.jpg?v=33811c3744019db7b0544db226eff49b&imageMogr2/format/webp)
/0/7628/coverorgin.jpg?v=a2bf591f34fc4cbb6fc1ee28b6eb7611&imageMogr2/format/webp)
/0/13481/coverorgin.jpg?v=05af35bf6937c4c2c3759c55661896ae&imageMogr2/format/webp)
/0/17059/coverorgin.jpg?v=5f6e058de49b1d2b018b68b106d57469&imageMogr2/format/webp)
/0/15554/coverorgin.jpg?v=9c5a6e41fd1bb968ece8fe51063b3c4d&imageMogr2/format/webp)
/0/8093/coverorgin.jpg?v=c76c3edc37c6a5539d4bedd13eb0ae8b&imageMogr2/format/webp)
/0/14894/coverorgin.jpg?v=de9ca2ab428e03a5b60e6005965c4729&imageMogr2/format/webp)
/0/15074/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)
/0/14378/coverorgin.jpg?v=431eae7888845d48fdba0a524f2dc790&imageMogr2/format/webp)
/0/13378/coverorgin.jpg?v=ccf175b59590ed22905f00b516dbe1e2&imageMogr2/format/webp)
/0/14071/coverorgin.jpg?v=009075a2713d3615445f0e0a89cff038&imageMogr2/format/webp)