Tahun 1970
“Aku berjanji kepadamu, Logan, jika aku akan mengikutimu kemanapun kamu pergi, walaupun kita suatu saat nanti bereinkarnasi berkali-kali, cintaku kepadamu tidak akan pernah luntur dan hanya kamu lelaki yang aku cintai,” ucap Nadine dipelukkan Logan. Sore ini, mereka berdua sedang duduk di taman pinggiran kota Jakarta.
Logan, kekasihnya pun menjawab, “Secinta itu kah kamu kepadaku? Apa istimewanya aku yang membuat kamu rela berkata seperti itu?”
Nadine melepaskan pelukkan kekasihnya itu dan memandang wajah kekasihnya itu.
Cup
Nadine mencium pipi Logan.
“Tidak ada alasan yang harus aku ucapkan kenapa aku mencintai kamu, karena kamu adalah cinta pertamaku,” jawab Nadine sambil tersenyum melihat wajah Logan tampak memerah dan malu dicium oleh dirinya.
“Kamu ya genit,” ledek Logan sambil menggelitik badan kekasihnya itu. Mereka berdua pun tertawa bahagia, Nadine berharap selamanya akan seperti ini dengan kekasihnya itu.
Mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengamati mereka. Orang itu merasa kesal dan langsung bergegas pergi meninggalkan tempat itu, untuk melaporkan apa yang dilihatnya itu. Lelaki itu sangat kecewa melihat Nadine lebih memilih lelaki miskin daripada dirinya ini. Lelaki tersebut terus melajukan motornya dengan perasaan kecewa dan marah yang sangat besar di dalam hatinya.
‘Gua pastikan Nadine hanya akan menjadi milik gua seorang’ batin lelaki itu yang bernama Reno Purnama.
Sekitar setengah jam, Reno sampai juga di depan rumah besar nan megah di daerah Jakarta. Reno segera memarkirkan motor tersebut dan bergegas masuk ke dalam, Reno juga tidak lupa menyapa Pak satpam yang bernama Pak Rizal.
“Permisi, Pak Rizal,” ucap sopan Reno menahan amarah.
“Ya, Mas.”
Reno yang akrab dengan kedua orang tua Nadine itu, langsung saja masuk ke dalam rumah itu. Ia mencari Ayah Nadine untuk membicarakan hal ini.
Akhirnya Reno melihat Ayah Nadine sedang berada di ruang keluarga.
“Selamat sore Om,” sapa ramah Reno.
Jonathan, ayah dari Nadine kaget melihat kedatangan Reno.
“Reno, silahkan duduk,” jawab Jonathan ramah kepada Reno.
Reno pun duduk saling berhadapan dengan Jonathan.
“Ada perlu apa sore begini kesini?” tanya Jonathan sambil menaruh rokoknya di asbak.
“Saya ingin memberitahukan sesuatu Om. Saya melihat Nadine dengan Logan sedang bermesraan di pinggiran taman kota,” ungkap Reno dengan penuh amarah.
“APA!” seru Jonathan tidak menyangka, anaknya berbuat hal seperti itu dengan Logan.
Jonathan mengetahui Logan, karena Logan sering bekerja di rumahnya. Apalagi ia tahu Logan adalah anak penjual sayuran yang miskin di daerah ini.
“Kamu yakin Reno?” tanya Jonathan sekali lagi.
“Yakin Om,” jawab Reno dengan jelas.
Wajah Jonathan langsung merah dan marah besar.
“Kurang ajar Logan! Saya sudah beberapa kali memberi dia pekerjaan, ternyata balasan dia kepada saya seperti ini! Mau ditaruh di mana muka saya, jika orang-orang mengetahui putri cantik saya menjalin hubungan dengan lelaki miskin seperti dia!” Jonathan terus menghina Logan sambil mengepalkan tanganya.
Reno merasa senang melihat Jonathan marah besar seperti itu.
Reno merasa puas karena sebentar lagi, pasti Logan tidak akan bisa mendekati Nadine kembali.
‘“Kalau begitu saya pamit dulu, Om,” ucap sopan Reno.
Jonathan yang masih marah itu hanya mengangguk saja. Jonathan merasa sudah kecolongan, karena anak satu-satunya sudah menjalin hubungan dengan lelaki miskin macam Logan itu.
Jonathan pun masuk ke dalam kamarnya, untuk menceritakan hal ini kepada istrinya yang bernama Lili Melisa.
Nadine dan Logan masih berada di taman itu, sahabat Nadine yang bernama Yuni memanggil Nadine untuk segera pulang ke rumah.
“NADINE!” teriak Yuni dari jarak 5 meter itu.
Nadine dan Logan menoleh, Logan tahu jika Nadine sudah harus pulang ke rumah, supaya kedua orang tuanya tidak curiga, kalau Nadine sebenarnya menemui Logan, bukan bermain dengan Yuni.
“Aku sudah harus pulang, Logan,” gerutu Nadine dengan manja di samping kekasihnya yang sangat tampan itu.
“Besok-besok kan kita bisa bertemu kembali, kamu jangan sedih,” jawab Logan dengan lembut sambil mengelus rambut hitam Nadine.
Dari jauh Yuni tampak kesal karena Nadine bukannya segera meninggalkan Logan, malah makin mesra, akhirnya dipanggilnya sekali lagi Nadine.
“NADINE, BURUAN!” teriak kembali Yuni.
“Logan, aku pulang dulu ya, si nenek Yuni udah teriak-teriak,” ujar Nadine sambil memonyongkan bibirnya.
“Kamu jangan cemberut, Yuni kan begitu supaya kamu nggak ketahuan sama Ayah dan Ibu kamu, Yaudah aku juga mau pulang, hari mau menjelang maghrib,” jawab Logan dengan bijak.
Akhirnya Nadine menuruti ucapan kekasihnya itu. Entah kenapa hari ini Nadine merasa, jika senyuman Logan kepadanya sangat berbeda. Nadine melangkahkan kakinya dengan pelan dan berhenti, ia kembali memalingkan badan dan melihat kekasihnya yang tersenyum sambil melambaikan tangan. Nadine pun membalas lambaian kekasihnya itu. Nadine kembali memalingkan badan dan baru saja satu langkah.
Deg
Jantung Nadine berdegup dengan kencang, ia merasakan sesuatu yang aneh dengan jantung dan juga hatinya itu. Rasanya sakit. Kembali Nadine memalingkan badannya dan berlari ke arah Logan, lalu memeluk badan Logan yang kekar dan tinggi itu. Hembusan napas Nadine dan Logan terdengar di telinga masing-masing. Yuni dari jauh kesal karena Nadine tidak buru-buru pulang.
“Nadine, sudah jam berapa ini? Kalau Om Jonathan tahu Nadine tidak pergi dengan Gua, malah bersama dengan kekasihnya, bisa dimarahi habis-habisan gua,” ucap Yuni bermonolog sendiri di atas motor vespanya.
Daun-daun jatuh mengenai tubuh Nadine dan Logan. Jantung mereka berdegup kencang, Logan merasa bingung dengan kekasihnya itu. Logan pun melepaskan pelukan Nadine.
“Sudah, kasihan Yuni menunggu lama, besok kan kita bisa bertemu lagi,” ucap lembut Logan memegang wajah cantik Nadine.
“Benar ya, janji,” sahut Nadine mengulurkan jari kelingkingnya ke arah Logan.
Logan pun menyatukan jari kelingkingnya dengan jari kelingking kekasihnya itu.
“Aku janji.”
Cup
Kening Nadine dicium oleh Logan. Raut wajah Nadine tersipu malu dan tersenyum lebar. Kaki Nadine akhirnya melangkah menuju ke Yuni yang sedang duduk di motor vespa dengan cemberut.
/0/12475/coverorgin.jpg?v=26a984b2798b1db6392d24048613a006&imageMogr2/format/webp)
/0/15671/coverorgin.jpg?v=74d2f39c3fb4e4db67973a2933f899b5&imageMogr2/format/webp)
/0/18334/coverorgin.jpg?v=20240531211020&imageMogr2/format/webp)
/0/2841/coverorgin.jpg?v=f985878837adf7ea89879cdbb243c038&imageMogr2/format/webp)
/0/20152/coverorgin.jpg?v=46f5de228f2cd33a115f91471d66a24a&imageMogr2/format/webp)
/0/12939/coverorgin.jpg?v=20250122183652&imageMogr2/format/webp)
/0/16548/coverorgin.jpg?v=bd0b5dc03a919af13be6269ac9c7390a&imageMogr2/format/webp)
/0/19052/coverorgin.jpg?v=20240813234716&imageMogr2/format/webp)
/0/20056/coverorgin.jpg?v=20241101174446&imageMogr2/format/webp)
/0/19142/coverorgin.jpg?v=20241202100313&imageMogr2/format/webp)
/0/3808/coverorgin.jpg?v=0bebe7327483068a0a258141f5f5da4e&imageMogr2/format/webp)
/0/7618/coverorgin.jpg?v=f392caf1dbc66cac871fe3a4e40b87a6&imageMogr2/format/webp)
/0/17533/coverorgin.jpg?v=20240419170159&imageMogr2/format/webp)
/0/29594/coverorgin.jpg?v=831cd583a00a56ec49d0b231c22f0ff1&imageMogr2/format/webp)
/0/5769/coverorgin.jpg?v=20250121171801&imageMogr2/format/webp)
/0/16958/coverorgin.jpg?v=20240524090049&imageMogr2/format/webp)
/0/28913/coverorgin.jpg?v=27349dd4fb907d981345554fe0aa639c&imageMogr2/format/webp)
/0/17304/coverorgin.jpg?v=7660d8588af6703681a2d7a699d8cab4&imageMogr2/format/webp)
/0/19467/coverorgin.jpg?v=20240911115727&imageMogr2/format/webp)