/0/16778/coverorgin.jpg?v=d263286d0088975b3cbdee6a62f23d5f&imageMogr2/format/webp)
"Ran, antar ke meja nomor delapan."
Rania meraih nampan berisi makanan yang dipesan pelanggan di meja nomor delapan. Ia segera mengantarkan nampan tersebut pada meja yang ada di samping dinding.
"Selamat menikmati," ucap Rania sembari tersenyum ramah pada pelanggan. Lalu membawa kembali nampan kosong menuju dapur restoran.
Rania Pramadita, seorang wanita yang saat ini menginjak usia 24 tahun. Dirinya sudah bekerja di restoran tersebut selama dua tahun. Rania terpaksa berhenti kuliah dan merantau ke Jakarta untuk bekerja sejak empat tahun yang lalu karena ibunya meninggal.
Rania merupakan anak tunggal dari sepasang keluarga sederhana yang tinggal di sebuah kampung kecil di Jawa Tengah. Sedangkan ayahnya meninggal sejak ia menginjak sekolah menengah atas di tahun pertama.
Usai meletakkan nampan di dapur, Rania pergi ke arah lain karena mendapatkan sebuah telepon. Keningnya mengernyit melihat nama kontak David yang tertera pada layar. Ia merasa bingung karena David tidak pernah menelpon di saat jam kerja.
"Ini masih jam empat. Tumben banget dia udah nelpon," gumam Rania lalu berdehem sebelum menempelkan ponselnya ke arah telinga.
"Halo," sapa Rania.
"Selamat sore." Rania tertegun mendengar suara wanita yang menyahut sapaannya. "Apakah Anda mengenal saudara David Bimantara?"
"Ya," jawab Rania ragu. "Ada apa yah? Ini siapa?" tanyanya penasaran.
"Kami dari Rumah sakit Umum Dr. Hermawan ingin menginformasikan bahwa pasien atas nama David Bimantara tengah dirawat di rumah sakit kami. Pasien menjadi korban kecelakaan dan kondisinya sedang kritis. Kami membutuhkan informasi mengenai pasien dan walinya untuk penanganan lebih lanjut."
"Astaga." Rania menutup mulutnya sedang kedua matanya berkaca-kaca. Kakinya menjadi lemas dalam sekejap membuatnya hampir terjatuh. "A-apa belum ada keluarga … yang datang?" tanya Rania terbata-bata. Bibirnya bergetar ketika air matanya tidak sanggup dibendung lebih lama.
"Kami sudah mencoba menghubungi kontak keluarga pasien dan belum ada jawaban. Mohon untuk segera menginformasikannya pada keluarga pasien karena kondisi pasien membutuhkan penanganan lebih lanjut."
Suara penelepon begitu lancar memberikan informasi tetapi tidak bisa didengar jelas oleh Rania. Wanita itu hanya dapat menahan tangisnya sembari tidak berhenti membayangkan kondisi sang kekasih.
Perlahan tangan Rania menjauhkan ponsel dari telinga. Ia bergegas pergi ke ruangan manager yang letaknya tak jauh dari dapur. Rania tampak gugup saat hendak mengetuk pintu. Pasalnya manager di cabang restoran itu cukup sulit untuk diajak bicara jika ingin meminta izin.
Usai mengetuk daun pintu, Rania membukanya perlahan membuat perhatian sang manager langsung tertuju padanya.
"Permisi, Pak," ucap Rania. Suaranya sedikit bergetar karena menahan rasa cemas yang membelenggu.
"Ada apa, Rania?" tanya manajer tersebut.
Rania melangkah masuk, lalu menutup pintu. Kakinya bergerak menuju meja sang manajer. Rania berhenti tepat di depan meja tersebut.
"Maaf Pak, saya … ingin minta izin." Rania menundukkan kepalanya. Jujur saja ia tidak berani jika harus bertatapan dengan manajernya yang sudah dikenal cukup galak.
"Izin untuk apa? Ini sudah sore. Dua jam lagi sudah waktunya kau pulang." Manajer itu langsung memalingkan muka seolah enggan mendengarkan alasan dari Rania.
"Tapi, Pak," Rania meremas jari-jari tangannya yang sudah basah karena keringat dingin. "Pak, saya mohon diberikan izin. Tunangan saya sedang dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Keluarganya belum ada yang datang. Keadaan tunangan saya sangat kritis dan butuh—"
"Rania," tegas sang manajer lalu menatap tajam pada Rania membuat wanita itu semakin beringsut. "Aku sudah pernah mengatakan padamu dan karyawan yang lain. Aku tidak ingin mendengar alasan pribadi apapun kecuali jika musibah orang tua meninggal dunia. Apalagi ini, tunanganmu! Heh! Dengar ya," manajer itu mengarahkan pulpen yang ada di tangannya pada Rania. "Tunanganmu masih memiliki keluarga lengkap bukan? Kenapa tidak keluarganya saja yang datang ke rumah sakit? Kamu disini kerja, bukan main!" Lalu kembali memalingkan muka. "Sudah sana pergi. Balik kerja lagi," perintahnya seraya mengusir Rania.
Rania menggigit bibirnya. Air matanya sudah berada di ujung seolah siap menetes saat itu juga. Dirinya pergi tanpa mengatakan apapun pada manajer itu.
Ketika sudah berada di luar ruangan manajer, Rania berusaha menghubungi nomor telepon keluarga David. Dua kali panggilan ke nomor telepon ibu David dan tidak ada jawaban. Rania menghubungi adiknya David hingga tiga kali dan tetap tidak ada jawaban.
/0/9513/coverorgin.jpg?v=840fcd2bcc005de710496e808b45f4a5&imageMogr2/format/webp)
/0/6976/coverorgin.jpg?v=6a448603289397b42c8b2789f9edd2ca&imageMogr2/format/webp)
/0/24075/coverorgin.jpg?v=ed16220fe0b5927e61d8503c9b79577f&imageMogr2/format/webp)
/0/20763/coverorgin.jpg?v=7849c9f6cc683770d43f1a57be2abfea&imageMogr2/format/webp)
/0/27674/coverorgin.jpg?v=81ab1c0773e46226f8541a8af4ac8005&imageMogr2/format/webp)
/0/13755/coverorgin.jpg?v=5cf8e2c20bae6fde0913aa20d065e731&imageMogr2/format/webp)
/0/5585/coverorgin.jpg?v=cd2bceb62c4a8f9e152855606ed55ab0&imageMogr2/format/webp)
/0/6397/coverorgin.jpg?v=769b06958a414109ceac1d6882d8c676&imageMogr2/format/webp)
/0/2687/coverorgin.jpg?v=5fb4b14caa8619915b489d9e8f8b98a7&imageMogr2/format/webp)
/0/16313/coverorgin.jpg?v=826938fa2d6147a359ff89b8580da6c0&imageMogr2/format/webp)
/0/2288/coverorgin.jpg?v=3c92150b8a02d7f04ca81aebab497962&imageMogr2/format/webp)
/0/17635/coverorgin.jpg?v=fab870e6e7f092bbaae2c8f44670c5ca&imageMogr2/format/webp)
/0/12809/coverorgin.jpg?v=25b95af4d1891e29c4aaf0f0e6f9b5c1&imageMogr2/format/webp)
/0/17222/coverorgin.jpg?v=87a702b244c99a2f2de6053193cd715b&imageMogr2/format/webp)
/0/3546/coverorgin.jpg?v=3be323c4fbaf9aeb863488847af3a7bf&imageMogr2/format/webp)
/0/25610/coverorgin.jpg?v=be804ca94527adba217aa6371371afd3&imageMogr2/format/webp)
/0/17906/coverorgin.jpg?v=f85d1f9f960abba4700b41ac71c64601&imageMogr2/format/webp)
/0/20158/coverorgin.jpg?v=e31fedc9b2e92637058c64cfe6927527&imageMogr2/format/webp)
/0/21345/coverorgin.jpg?v=062a59f3fa0a7c31f7d004185a7eeea8&imageMogr2/format/webp)